Di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tebal sepanjang tahun, Ardan, seorang pemuda pendiam dan penyendiri, menemukan dirinya terjebak dalam lingkaran misteri setelah menerima surat aneh yang berisi frasa, "Kau bukan dirimu yang sebenarnya." Dengan rasa penasaran yang membakar, ia mulai menyelidiki masa lalunya, hanya untuk menemukan pintu menuju dunia paralel yang gelap—dunia di mana bayangan seseorang dapat berbicara, mengkhianati, bahkan mencintai.
Namun, dunia itu tidak ramah. Ardan harus menghadapi versi dirinya yang lebih kuat, lebih kejam, dan tahu lebih banyak tentang hidupnya daripada dirinya sendiri. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa cinta dan pengkhianatan sering kali berjalan beriringan, dan terkadang, untuk menemukan jati diri, ia harus kehilangan segalanya.
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARIRU EFFENDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Bayangan dari Masa Lalu
Langkah Ardan terhenti di tengah kegelapan. Di sekelilingnya, bayangan-bayangan bergerak seperti makhluk hidup, seolah mengikuti setiap gerakannya. Suara bisikan semakin keras, namun tetap tidak dapat dipahami. Ia merasa seperti sedang ditarik ke masa lalu, meski tubuhnya tetap berjalan maju.
Bayangan di hadapannya mulai membentuk sosok yang familiar. Wajah-wajah dari kehidupannya yang telah lama berlalu muncul satu per satu. Ibunya, yang pernah ia tinggalkan, kini berdiri dengan tatapan dingin dan penuh rasa kecewa.
"Ardan..." suara ibunya terdengar seperti serpihan kaca yang retak. "Kenapa kau meninggalkan semuanya? Apa yang sebenarnya kau cari?"
Ardan menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa bersalah yang menghantam dadanya. "Aku tidak meninggalkan siapa pun... Aku hanya mencoba menemukan jawaban."
"Jawaban?" Ibunya melangkah mendekat, wajahnya berubah dari lembut menjadi penuh kemarahan. "Apa gunanya jawaban itu jika kau kehilangan kami semua?"
Bayangan ibunya menghilang begitu cepat, digantikan oleh sosok-sosok lain. Kali ini, teman-temannya—atau lebih tepatnya, mereka yang pernah ia anggap teman. Wajah mereka kabur, tetapi tawa mereka menggema, penuh ejekan.
"Kau bukan siapa-siapa, Ardan," salah satu dari mereka berkata dengan suara yang aneh, seolah bergema dari dalam kepala Ardan. "Kau pikir perjalanan ini akan membuatmu lebih baik? Kau hanya seorang pengecut yang lari dari kenyataan."
Ardan menggelengkan kepala, menutup telinganya. "Hentikan!" teriaknya.
Namun, suara itu semakin keras, memenuhi pikirannya, menenggelamkan pikirannya ke dalam jurang keraguan.
---
Perlawanan dalam Diri
Ardan jatuh berlutut. Bayangan-bayangan itu kini melingkari dirinya, seperti lingkaran api yang siap menelannya. Dalam kegelapan, ia merasakan ketakutan yang paling mendalam—bukan karena dunia yang ia masuki, tetapi karena bayangan-bayangan itu berkata benar.
"Sudah cukup!" suara lain tiba-tiba terdengar.
Bayangan itu terpecah seperti kaca yang pecah, dan seseorang melangkah keluar dari kegelapan. Ardan memandangnya dengan mata melebar.
Dirinya.
Namun, sosok itu tampak berbeda. Ardan yang ini tampak lebih kuat, lebih percaya diri, dengan mata yang memancarkan cahaya kemarahan.
"Jika kau tidak bisa melawan mereka, kau akan terjebak di sini selamanya," kata sosok itu. "Bangkit, Ardan. Jangan biarkan dirimu tenggelam oleh ketakutan dan penyesalan."
"Tapi... aku tidak tahu caranya," Ardan berbisik.
"Kau tahu," jawab sosok itu. "Kau hanya terlalu takut untuk melakukannya."
Ardan menggenggam kunci perak di tangannya lebih erat, merasakan dinginnya di kulitnya. Kunci itu adalah satu-satunya benda yang nyata di dunia yang penuh ilusi ini.
Ia bangkit perlahan, tubuhnya gemetar tetapi matanya memancarkan tekad. "Aku tidak peduli dengan apa yang kalian katakan. Aku tidak akan berhenti di sini."
Bayangan-bayangan itu tertawa, tetapi kali ini, Ardan tidak mendengarkannya. Ia melangkah maju, menembus lingkaran bayangan dengan kepala tegak.
---
Gerbang Kedua
Setelah beberapa langkah, kegelapan itu mulai memudar, digantikan oleh cahaya redup dari gerbang besar yang muncul di depannya. Gerbang itu terbuat dari logam hitam yang dihiasi ukiran-ukiran aneh yang tampak bergerak seperti makhluk hidup.
"Kunci ini untuk membuka gerbang itu..." gumam Ardan.
Namun, sebelum ia bisa mendekat, sosok tinggi dengan jubah hitam muncul dari kegelapan. Wajahnya tersembunyi di balik tudung, tetapi suara beratnya menggema di sekitar Ardan.
"Berani sekali kau mencoba membuka gerbang ini, manusia," kata sosok itu.
"Siapa kau?" tanya Ardan, mencoba menyembunyikan rasa takutnya.
"Aku adalah Penjaga Gerbang. Tidak sembarang jiwa bisa melewati tempat ini."
"Aku tidak akan berhenti di sini," jawab Ardan, mengangkat kunci perak di tangannya.
Penjaga itu tertawa, suaranya dalam dan menakutkan. "Kalau begitu, buktikan bahwa kau layak. Tunjukkan keberanianmu di hadapan kegelapan."
Seketika, bayangan besar muncul dari balik Penjaga itu, membentuk makhluk yang tidak jelas wujudnya. Makhluk itu memiliki banyak mata dan tangan yang terus bergerak, seperti monster dari mimpi buruk.
"Ayo, manusia. Tunjukkan keberanianmu," kata Penjaga itu, suara tawanya memenuhi udara.
---
Melawan Ketakutan
Ardan mengangkat tangannya, mencoba melindungi dirinya dari serangan makhluk itu. Namun, ia segera menyadari bahwa kekuatan fisik tidak akan membantunya di sini.
"Ini hanya ilusi," katanya pada dirinya sendiri. "Aku tidak boleh takut."
Makhluk itu melangkah maju, mengayunkan salah satu tangannya yang besar ke arah Ardan. Namun, kali ini, Ardan tidak mundur. Ia menatap makhluk itu langsung ke mata, meskipun kakinya gemetar.
"Ini bukan kenyataan," katanya lagi, lebih tegas.
Makhluk itu berhenti, seolah kebingungan. Penjaga Gerbang menatapnya dengan minat baru.
"Kau mulai mengerti," katanya pelan.
Dengan tekad yang semakin kuat, Ardan melangkah maju ke arah makhluk itu. Setiap langkahnya membuat makhluk itu semakin kecil, hingga akhirnya hanya menjadi bayangan kecil di bawah kakinya.
Ketika Ardan mencapai gerbang, Penjaga itu mengangguk. "Kau telah membuktikan keberanianmu. Tapi perjalananmu masih panjang, manusia. Apa yang ada di balik gerbang ini hanya akan membawa lebih banyak pertanyaan."
Ardan memasukkan kunci ke dalam lubang gerbang, memutarnya dengan perlahan. Gerbang itu terbuka, mengungkapkan dunia baru yang penuh cahaya, tetapi juga dengan bayangan yang menunggu di kejauhan.
Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk, siap menghadapi apa pun yang ada di dalamnya.