Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Selina
Hingga malam hari setelah mendengar perkataan Ica, semua tampak lebih berhati-hati pada Yuke. Apa yang dikatakan Yuke pada Ica, begitu menyakiti hati Selina.
Dulu, memang betul Selina sempat ingin meminta Yuke untuk menjaga Suaminya ketika Ia meninggal nanti. Namun entah mengapa, Selina merasa hal tersebut disalah gunakan oleh sahabatnya itu.
Selina kini tengah di temani oleh Suaminya, sementara yang lain di minta Selina untuk beristirahat di rumah.
Selina tampak merenung, beberapa kali Suaminya bertanyapun Ia hiraukan.
"Sayang. Kamu kenapa, sih?" Tanya Khafi.
Selina hanya diam, Ia pikirannya kini hanya tertuju pada Yuke.
"Mas. Apa benar, Yuke mau Aku cepat-cepat meninggal?" Khafi terkejut mendengar pertanyaan istrinya.
"Kamu ini ngomong apa, sih? Siapa yang mau Kamu cepat meninggal, gak ada. Dan Yuke, Dia sahabat Kamu. Mas gak yakin kalau Dia berbuat hal seperti itu, lagipula untuk apa juga?" Tanya Khafi.
"Untuk bisa segera jadi istri Kamu!" Timpal Selina.
Khafi terdiam, Ia menghela nafasnya lalu meraih tangan Istrinya.
"Sayang. Sampai kapanpun Aku gak akan menikahi siapapun, ada atau tidak adanya Kamu di sisi Aku. Dan satu hal lagi, Kamu akan sembuh!" Seru Khafi.
"Mas. Aku boleh minta sesuatu?" Tanya Selina.
"Minta apa? Apapun yang Kamu mau pasti akan Aku usahakan!" Seru Khafi lagi.
Selina tampak tersenyum, Ia lalu menatap Suaminya dengan dalam.
"Kalau Aku meninggal nanti, Aku mau Kamu menikah dengan wanita pilihanku."
Khafi kembali di buat terheran dengan permintaan Istrinya itu.
"Sayang, harus berapa kali sih Mas bilanh sama Kamu. Sampai kapanpun gak akan ada yang pantas berada di dekat Aku selain Kamu, siapapun itu!" Khafi mempertegas ucapannya.
"Mas, Kamu jangan egois. Aku meminta hal ini bukan cuma untuk kebaikan Kamu, tapi coba Kamu pikirkan anak-anak Kita juga! Mereka butuh sosok Ibu yang merawat dan menyayangi Mereka seperti Aku. Aku tahu tidak akan ada yang bisa menggantikan sosok ibu kandung, tapi ada juga seorang ibu sambung yang menyayangi anak tirinya seperti anaknya sendiri. Dan Aku akan cari wanita seperti itu untuk Kamu," ujar Selina.
Saat tengah berdebat, tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
"Lina!" Teriak Yuke, Ia berjalan cepat menghampiri Selina.
Khafi tampak beranjak dari tempatnya, dan Selina pun tak menyambung kedatangan sahabatnya itu.
"Lin, Kamu kenapa gak kasih tahu Aku kalau masuk rumah sakit lagi?" Yuke menampakkan raut wajah cemas.
Selina hanya tersenyum kecil, Ia tak begitu menanggapi pertanyaan sahabatnya itu.
"Kenapa gak ketuk pintu dulu? Main masuk aja!" Seru Khafi.
"Kenapa sih, Fi. Kayak sama siapa aja," cetus Yuke.
"Gimana keadaan Kamu sekarang?" Tanya Yuke.
"Baik." Selina menjawab seadanya.
"Syukur deh. Tadi Aku ke rumah, kata orang rumah Kamu di rawat lagi. Jadi Aku buru-buru kesini buat mastiin Kamu..."
"Meninggal atau belum?" Tebak Selina yang membuat Yuke terkejut.
"Ish! Kamu kenapa ngomong gitu, sih. Aku tahu penyakit Kamu ini udah di tahap stadium akhir tapi Kamu harus semangat!" Seru Yuke.
Selina memasang wajah sinis, namun Ia tetap berusaha bersikap seperti biasanya.
"Oh, iya Kamu mau apa? Mau minum, atau makan? Khafi Kamu udah makan?" Tanya Yuke.
Khafi tak menjawab, dengan cepat Yuke berdiri dan menghampiri Khafi.
"Mau Aku beliin makanan atau minuman, Kamu pasti capek ngurusin Lina dari tadi. Kamu istirahat aja, biar Aku yang jagain Lina!" Seru Yuke.
"Aku gak capek, kok. Dan Aku gak mau di beliin apapun, sebaiknya Kamu pulang. Ini udah malam juga," pinta Khafi.
Selina memperhatikan bagaimana sikap Yuke pada Suaminya, dan perasaan Selina mengatakan bahwa Yuke berusaha untuk mendapatkan perhatian dari Suaminya.
"Mas. Bisa beliin Aku buku gak, sama pulpen?" Tanya Selina.
"Buku? Buat apa?" Tanya Khafi.
"Pokoknya beliin aja dulu," ujar Selina.
Yuke tampak tertegun, raut wajahnya tak mudah untuk di tebak.
"Jangan-jangan Lina mau nulis wasiat, wah Aku harus memperlancar niat Lina, nih." Yuke berucap dalam hatinya.
"Khafi biar Aku yang beli buku sama pulpennya," usul Yuke.
"Gak usah. Aku aja, Kamu pulang!" Pinta Khafi.
"Iya, Aku bakalan pulang setelah beliin buku sama pulpen buat Lina." Yuke bergegas keluar dari ruangan.
Khafi mendekat ke arah istrinya, Ia menanyakan untuk apa sang istri meminta dibelikan alat tulis.
"Buku buat apa, sih?" Tanya Khafi.
"Mau tau aja, Mas. Udah Kamu tidur aja," ujar Selina.
"Aku tidur, kalau Kamu juga tidur." Khafi menuturkan.
"Iya, sebentar lagi kalah bukunya udah ada Aku tidur!" Seru Lina.
"Oh iya, Mas. Coba lihat cctv di hp Kamu, Aku mau lihat anak-anak lagi apa!" Pinta Selina.
Khafi duduk di sebelah istrinya, Ia lalu membuka cctv untuk melihat keadaan di rumahnya.
"Ke kamar Ica dulu!" Pinta Lina.
Khafi memperlihatkan bagaimana keadaan Ica, nyatanya Ica tengah tertidur. Beralih pada Brian, putra keduanyapun sama tengah tertidur.
"Sekarang Aku mau lihat Rena, dong!" Pinta Selina.
Khafi beralih menuju kamar putri bungsunya, di dalam sana terlihat Luna yang tengah menggendong Rena.
"Itu Rena kenapa di gendong, ya?" Tanya Khafi.
"Biasanya kalau Rena minta di gendong itu karena Dia gak bisa tidur, Mas. Dan Rena akan tidur kalah Dia nyaman sama orang yang gendong Dia, lihat sekarang Rena tidur di pelukan Luna. Kamu tahu artinya apa?" Tanya Selina.
"Artinya Rena nyaman sama baby sitternya?" Tanya Khafi.
"Luna, Mas namanya! Betul, Rena nyaman sama Luna. Dan Kamu tahu betul gimana Rena," ujar Selina.
Khafi terdiam, Ia tahu bagaimana putri kecilnya itu menjalin hubungan dengan seseorang. Rena tidak mudah dekat dengan orang baru, tapi dengan Luna, Rena bahkan dengan mudah tidur di pangkuan Luna yang baru beberapa hari menjadi pengasuhnya.
"Kalau seseorang itu berhati tulus, maka seorang bayi seperti Rena pun akan tahu itu. Aku gak salah pilih ternyata," tutur Lina.
"Lin, ini bukunya!" Seru Yuke yang lagi-lagi masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Yuke melihat Lina yang tengah merebahkan tubuhnya di pangkuan sang suami, hal itu membuat Yuke menahan kekesalannya.
"Sebel banget lihat Mereka mesra-mesraan gitu, cepet matilah Kamu, Lin!" Gerutu Yuke dalam hatinya.