NovelToon NovelToon
Selepas Gulita

Selepas Gulita

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Spiritual / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.

Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.

Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 12

...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...

..."Takdir Allah selalu baik, itulah yang harus senantiasa ditanamkan, agar kita bisa ikhlas dalam menyikapi kenyataan."...

...—🖤—...

MEMBACA Alquran setiap selesai menunaikan salat dhuha dan hajat merupakan kebiasaan Harini. Satu juz sehari, dan saat ini sudah berada di penghujung juz terakhir. Lantunannya terdengar merdu dan indah, siapa pun yang mendengar pasti akan terkagum-kagum.

Saat kegiatannya selesai dan dia meletakkan mushaf di atas nakas, dirinya tertegun beberapa detik karena melihat jemari Zalfa bergerak. Dengan kecepatan kilat dia berlari mencari keberadaan Angga. Nafasnya memburu, tapi matanya memerah haru. Dia harap ini merupakan tanda-tanda kesadaran.

"Mas Dokter..., Mas Dokter..., tangan Zalfa bergerak," katanya tergesa-gesa dengan napas yang ngos-ngosan.

Angga langsung berjalan cepat menuju ruang ICU, tak lupa dia pun membawa serta suster. "Ibu tunggu dulu di sini, saya akan melakukan yang terbaik," ungkap Angga kala Harini ingin ikut masuk.

Harini pun akhirnya mengangguk. Dia mencoba menghubungi sang putra, tapi panggilannya tak kunjung dijawab. Sampai akhirnya tepat di panggilan ketiga barulah tersambung.

"Assalamualaikum, Yan," salamnya.

"Wa'alaikumusalam maaf, Bu, Zayyannya sedang kerja. Handphone-nya saya yang pegang."

Harini membatu kala mendengar suara perempuan di seberang sana.

"Anda siapa yah? Putra saya di mana?"

"Saya Nayya, Bu. Apa ada pesan yang ingin disampaikan?"

Harini menutup kedua matanya beberapa saat, sebelum akhirnya berucap, "Bisa tolong berikan handphone ini pada putra saya? Ada hal penting yang harus saya bicarakan."

"Baik, Bu, tunggu sebentar."

Tak lama setelah itu, akhirnya salam Zayyan menguar. "Iya, kenapa, Bu? Maaf handphone Zayyan ditahan sama Mbak Nayya."

Harini menghela napas singkat. "Memangnya dia siapa sampai harus banget pegang handphone kamu? Kamu jangan macam-macam yah, Yan!"

"Ibu jangan salah paham dulu, nanti Zayyan jelaskan secara langsung kalau ketemu. Ada apa Ibu menghubungi Zayyan pagi-pagi?"

"Zalfa sadar." Setelah mengatakan hal tersebut, Harini memilih untuk mengakhiri sambungan telepon.

Dia tak habis pikir dengan sang putra yang begitu mudah memberikan alat komunikasi, yang merupakan hal pribadi dipegang oleh orang lain. Mana perempuan bernama Nayya itu juga sangat lancang menjawab panggilannya.

...—🖤—...

Di lain tempat, Zayyan terlihat mematung dengan gawai masih berada dalam genggaman. Angannya berkeliaran entah ke mana. Dia masih terpaku dengan dua kata yang diungkapkan sang ibu.

"Lo kenapa malah bengong? Ada apa?" tanya Nayya penasaran. Tangannya dikibaskan tepat di depan wajah Zayyan, yang tidak berkedip sama sekali.

"Woyyyy!" Teriakan Nayya akhirnya berhasil membuat kesadaran Zayyan terkumpul.

"Saya harus ke Jakarta sekarang, Mbak," putusnya seraya melepas atribut memasak.

"Muka lo tegang amat, ada apaan sih?"

"Maaf Mbak saya harus pergi sekarang. Assalamualaikum," pamitnya segera memacu langkah.

"Makin aneh tuh orang. Penuh rahasia banget!" gumam Nayya setelah menjawab salam dan memilih untuk meninggalkan dapur.

Sebenarnya dia sangat penasaran, tapi dia cukup tahu diri untuk tidak terlalu ikut campur dengan masalah pribadi Zayyan. Terlebih, Zayyan pun mulai menjaga jarak dengannya, bahkan panggilannya pun kembali ke setelan pabrik.

"Kenapa lo ngelamun sendirian di sini, Nay?" tanya Syaki.

Nayya menoleh ke sumber suara. "Lo ngapain ada di sini? Gue lagi nggak mood buat bikin konten."

"Kalau ditanya itu ya jawab, bukan malah nanya balik!"

"Sensi banget sih, lo. Gue nggak papa," sahut Nayya enggan bercerita.

Syaki berdecih pelan. "Kalau jawaban lo gini pasti ada apa-apa. Cerita sama gue coba."

"Kepo banget lo jadi orang."

"Bukan kepo, tapi gue perhatian sama lo. Gue peka sama setiap perubahan yang ada dalam diri lo," ralat Syaki.

Nayya melihat sekilas pada Syaki lalu kembali membuang pandangan ke sembarang arah. "Gue kayaknya suka sama Zayyan."

Mata Syaki membola sempurna, bahkan dia pun menempelkan tangannya di kening Nayya. "Lo lagi nggak sakit, kan, Nay? Lo lagi ngigo, kan!"

Nayya menjauhkan tangan Syaki. "Jangan asal pegang-pegang. Nggak sopan!"

"Aneh lo. Kesambet apaan sih?"

"Gue serius. Gue kayaknya emang suka dan tertarik sama Zayyan. Nyaman banget kalau di dekat dia. Salah nggak sih?" ulangnya kembali bercerita.

Syaki menghela napas singkat. "Namanya juga hati, nggak bisa kita kendalikan. Tapi, pastiin dulu si Zayyan udah taken atau masih lajang. Jangan sampai lo terlanjur cinta sama cowok orang."

"Dia itu bukan tipikal orang yang menganut paham pacaran. Gue yakin masih jomblo akut tuh orang," sahut Nayya begitu yakin.

Syaki meragukan hal tersebut. "Cowok secakep dan sekeren Zayyan mustahil masih lajang, Nay. Apalagi tipe-tipe kayak Zayyan. Misterius, dia bisa tiba-tiba sebar undangan padahal denger kabar deket sama perempuan aja nggak."

Nayya tertawa hambar. "Sebar undangnya, kan sama gue. Ada nama gue sama dia," cetus Nayya.

Syaki geleng-geleng kepala. "Kepedean banget lo jadi orang. Selera Zayyan pasti perempuan bergamis dan berkerudung lebar, bukan perempuan kayak lo yang hobi banget pake kerudung model sakaratul maut."

Nayya mendorong tubuh Syaki untuk melampiaskan kekesalan. "Sembarangan lo kalau ngomong. Ini namanya trendi, up to date. Style hijab gue ngikutin perkembangan zaman. Nggak kuno dan kayak ibu-ibu pengajian."

"Serah lo, lah, Nay," tukas Syaki tak ingin melanjutkan perdebatan.

...—🖤—...

Zayyan berlari secepat mungkin saat sampai di parkiran rumah sakit. Sang ibu sudah mengabari bahwa Zalfa telah dipindahkan ke ruang rawat Melati Nomor 117.

Kakinya lemas bukan main, terlebih saat melihat sepasang mata Zalfa yang semula terpejam rapat kini sudah terbuka lebar. Degupan dadanya berdetak tak menentu, dia sangat bahagia bercampur haru karena sang calon istri akhirnya bisa kembali sadar.

"Mas," sapanya masih dengan suara yang sedikit parau.

Mata Zayyan yang memang sudah memerah, sontak langsung meneteskan cairan bening. Hanya setetes, dan dengan segera Zayyan menghapusnya.

Jika saja Zalfa halal untuknya, pasti dia akan memeluk erat perempuan itu. Menyalurkan rasa rindu yang sudah membuncah hebat.

Tepukan di bahunya membuat Zayyan tersentak dan segera mengucap istighfar.

"Zina mata, Yan, dosa kamu kalau natap Zalfa seperti itu," peringat Harini.

Zayyan langsung menunduk dan sebanyak mungkin mengucap lantunan istighfar.

"Apa kabar, Mas?" tanya Zalfa lembut.

"Alhamdulillah baik," sahut Zayyan enggan untuk melihat ke arah Zalfa, karena takut khilaf lagi.

"Maaf, Mas telat datang dan nggak bisa selalu ada di sisi kamu, Fa," ungkap Zayyan.

Zalfa menggeleng pelan. "Justru aku yang harusnya minta maaf sama Mas, sudah merepotkan dan menyusahkan. Maaf yah, Mas."

Zayyan mendongak sebentar lalu kembali menunduk dan berujar, "Mas seneng kamu bisa kembali sadar. Alhamdulillah."

Zalfa tersenyum tipis. "Iya alhamdulilah," sahutnya.

"Ada sesuatu yang harus kamu tahu, Yan," tutur Harini.

Zayyan menatap ke arah sang ibu, seolah meminta untuk melanjutkan perkataannya.

"Kaki Zalfa mati rasa, dan kata Mas Dokter, Zalfa mengalami kelumpuhan. Mas Dokter sudah membuat rujukan ke spesialis saraf untuk pengobatan lebih lanjut," terang Harini.

Zayyan tersenyum dan merangkul bahu sang ibu. "Zalfa bisa sadar juga sudah sangat alhamdulilah, sekarang lebih baik kita fokus untuk pemulihan dan pengobatan Zalfa selanjutnya."

"Ibu takut kamu kecewa saat tahu tentang ini, Nak," ungkap Harini.

Zayyan tersenyum begitu manis pada sang ibu. "Untuk apa Zayyan kecewa? Allah adalah sebaik-baik perencana, Dia lebih mengetahui apa yang terbaik untuk setiap hamba-Nya."

Zalfa merasa lega mendengar jawaban Zayyan. Semula dia takut, Zayyan tidak bisa menerima keadaannya yang sekarang. Namun, ternyata kecemasan itu hanya sebatas angan.

"Kita ikhtiar untuk kesembuhan kamu yah, Fa. Mas harap kamu bisa ikhlas dalam menghadapi ujian ini. In syaa allah, kamu mampu melewatinya," tutur Zayyan memberikan semangat.

Zalfa mengangguk dan mengaminkan.

...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...

1
Nur Hasanah
Biasa
Nur Hasanah
Kecewa
Sriza Juniarti
karma nanti naya..bucin abis🤣🤣
Sriza Juniarti
lanjuutt..s3mangat kk, terus berkarya
love sekebon🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!