Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Tujuh
Dapur malam itu sunyi, hanya suara detak jam dinding yang terdengar.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh, ketika Anna selesai memasak semangkuk mie instan untuk Theo.
Wajahnya sedikit lelah, tapi dia tetap berusaha menyelesaikan permintaan menyebalkan pria itu.
“Ini,” ucap Anna sambil meletakkan semangkuk mie panas di depan Theo, lengkap dengan segelas air putih.
Theo tersenyum puas, senyum nakal yang selalu membuat Anna merasa gemas sekaligus kesal. Dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih.
Anna menghela napas, berbalik, dan hendak pergi. Tapi tangan besar Theo menahan pergelangan tangannya.
“Mau ke mana?” tanya Theo sambil menatapnya dengan ekspresi memerintah.
Anna menoleh dengan tatapan malas. “Tugasku sudah selesai, bukan? Lagipula, ini sudah malam. Aku harus istirahat.”
Theo malah menyeringai tipis, menatap Anna dengan pandangan yang sulit ditebak.
“Tugasmu belum selesai,” ucapnya.
Anna menautkan alis. “Apalagi yang harus aku lakukan? Bukankah mie itu sudah ada di depanmu?”
Theo mengangkat mangkuk mie itu sedikit, lalu berkata, “Aku mau kamu menyuapiku.”
Anna melongo. “Menyuapimu?”
“Dan tiup dulu supaya tidak terlalu panas.” tambah Theo, tersenyum jahil.
“Tidak mau! Aku bukan pelayan pribadimu,” protes Anna, mencoba menarik tangannya.
Tapi Theo bergerak cepat, ia mencengkram pinggang nya hingga Anna kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk di pangkuannya.
“Astaga! Apa yang kamu lakukan!” gerutu Anna, mencoba melepaskan diri, tapi Theo malah tertawa.
“Diamlah. Kamu duduk saja di sini, atau aku tidak akan makan sama sekali.”
Anna mendengus sambil memutar bola matanya.
Dalam hati, ia berpikir, Theo sama menyebalkannya dengan Enzio. Mereka berdua benar-benar pria yang merepotkan, meskipun Anna belum tahu fakta bahwa Theo adalah adik kandung Enzio.
Dengan terpaksa, Anna mengalah. “Baiklah, aku akan menyuapimu. Tapi lepaskan aku dulu! Aku risih!”
Theo mengangguk puas, melepaskan Anna yang langsung berdiri dengan ekspresi kesal.
Dia menarik kursi di depan Theo dan duduk dengan malas, mengambil sumpit, dan mulai menyuapi pria besar menyebalkan itu.
“Jangan terlalu semangat memakannya. Ini panas.” Anna memperingatkan sambil meniup mie dengan hati-hati.
Namun, Theo terlalu bersemangat menyedot mie itu. Sebagian kuahnya terciprat ke matanya.
“Aduh! Mataku!” keluh Theo, langsung mengusap matanya yang mulai memerah.
Anna menggeleng, memarahi Theo. “Kan sudah aku bilang hati-hati. Dasar bayi besar!”
Dia meletakkan sumpitnya, lalu meraih wajah Theo dengan lembut.
“Diam, biar aku tiup matamu,” ucap Anna, mendekatkan wajahnya ke arah Theo.
Theo menurut, membiarkan Anna meniup matanya dengan pelan.
“Pelan-pelan dong,” rengek Theo.
Anna mendengus. “Badan besar begini, tapi manja sekali.”
Posisi mereka yang terlalu dekat membuat suasana menjadi canggung.
Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti, dan bagi siapa pun yang melihat, itu akan terlihat seperti mereka sedang berciuman.
Enzio yang kebetulan menuju dapur untuk mengambil air minum terhenti di ambang pintu.
Matanya menangkap pemandangan Theo dan Anna yang tampak begitu intim. Rahangnya langsung mengeras.
Theo duduk di kursi dengan Anna yang mendekatkan wajahnya ke arahnya. Dari sudut pandang Enzio, itu terlihat seperti adegan romantis yang sangat menyebalkan.
“Dasar gadis kampung murahan!” maki Enzio dalam hati, mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
“Dia gagal menjebakku, sekarang dia beralih ke adikku?!” pikir Enzio dengan kemarahan yang semakin membara.
Enzio memukul dinding dengan kesal, membuat suara dentuman kecil. Hanya saja, itu tidak cukup keras untuk menarik perhatian Theo dan Anna.
“Kenapa mereka berdua harus terlihat mesra seperti itu?!” gumamnya dengan rahang mengatup.
Enzio berdiri beberapa saat, matanya masih menatap tajam ke arah mereka. Tapi akhirnya, dia memilih pergi tanpa mengambil air minum.
Rasa hausnya seolah menguap entah ke mana setelah melihat pemandangan menjengkelkan itu.
Anna meniup mata Theo dengan telaten. Theo yang biasanya nakal malah terlihat manis kali ini.
“Bagaimana? Masih perih?” tanya Anna sambil menatap mata Theo.
“Sedikit. Tapi karena kamu yang meniupnya, rasanya lebih baik,” jawab Theo sambil tersenyum penuh arti.
Anna langsung mendengus, menepis tangan Theo yang mencoba meraih tangannya. “Dasar tukang gombal!”
Theo tertawa kecil. “Hei, aku serius.”
“Sudah, habiskan makananmu dan cepat pergi. Aku mengantuk,” ucap Anna sambil membereskan gelas di meja.
“Aku mau kamu duduk di sini lebih lama,” balas Theo.
“Aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosongmu, Tuan Theo.”
“Kenapa sih kamu selalu menolakku?” goda Theo lagi.
“Karena kamu menyebalkan!” balas Anna sambil melangkah pergi.
Theo tertawa puas, menikmati bagaimana Anna selalu berakhir kesal setiap kali berhadapan dengannya.
Dia menatap punggung Anna yang menjauh, merasa bahwa gadis itu benar-benar berbeda dari semua wanita yang pernah dia kenal.
Jika wanita lain langsung mengajaknya ke ranjang, tidak dengan Anna. Meski Anna punya kekurangan pada fisiknya, tapi Theo tidak mempermasalahkan hal itu.
“Anna tunggu! Aku ingin bicara!” teriak Theo, membersihkan bibirnya dengan tisu dan mengejar Anna.
••
•••
Theo berlari menyusuri ruangan, mencari Anna yang menghilang tiba-tiba.
“Kemana perginya dia?” gumam Theo dengan dahi berkerut.
Sementara itu, di sudut ruangan yang gelap, Anna terpojok. Sebuah tangan besar menariknya dari belakang dan membekap mulutnya.
“Mmmh!!” Anna mencoba berteriak, tapi suara itu tertahan oleh tangan kokoh yang menutupi bibirnya.
Tubuhnya gemetar. Siapa ini? Apa yang dia mau?
Anna meronta, tapi sosok pria tinggi di depannya terlalu kuat. Dalam kegelapan, dia tidak bisa melihat wajah orang itu, hanya merasakan nafas hangat menerpa wajahnya.
Pria itu menggeram pelan dalam hati.
“Sial, kenapa aku harus mencium aroma manis ini?” miliknya di bawah sana tiba-tiba tegang, membuatnya semakin frustasi.
Anna yang ketakutan, mulai merasa ada sesuatu yang keras menusuk perutnya. Dia menelan ludah.
“Tongkat apa yang dia bawa? Apa dia pencuri?” pikirnya dengan ngeri.
Sosok itu akhirnya melepas bekapan di mulut Anna, tapi hanya untuk menutup bibirnya dengan sebuah ciuman.
“Mmhh!!” Anna melotot, berusaha memberontak, tapi sia-sia. Tangan pria itu mencengkram kedua bahunya, menahannya agar tidak bisa bergerak.
Ciuman mereka terasa manis dan juga amis bersamaan karena Anna terpaksa menggigit bibir pria itu. Hingga darah segar keluar.
Dari kejauhan, suara Theo kembali terdengar.
“Anna! Di mana kamu?!”
Enzio melepaskan ciumannya dan menjaga jarak.
“Anna?” gumam Enzio cukup terdengar oleh gadis itu.
Saat Enzio lengah, Anna dengan sigap mengangkat lututnya tinggi-tinggi dan menendang bagian sensitifnya.
“Argh!” Enzio jatuh dan memegangi selang kangannya. “Oh, shiit!!” makinya.
Anna langsung kabur secepat mungkin tanpa menoleh ke belakang.
Enzio menggeram, masih meringis kesakitan sambil berdiri.
“Dia yang membangunkannya, dia juga yang menidurkannya?! Dasar gadis kampung sialan!” gerutunya, wajahnya merah menahan malu sekaligus kesal.
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️