NovelToon NovelToon
Derita anakku

Derita anakku

Status: tamat
Genre:Tamat / Single Mom / Janda
Popularitas:389.5k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Sepeninggal suami, Nani terpaksa harus bekerja sebagai seorang TKW dan menitipkan anak semata wayangnya Rima pada ayah dan ibu tirinya.

Nani tak tau kalau sepeninggalnya, Rima sering sekali mengalami kekerasan, hingga tubuhnya kurus kering tak terawat.

Mampukah Nani membalas perlakuan kejam keluarganya pada sang putri?

Ikuti kisah perjuangan Nani sebagai seorang ibu tunggal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana Titik

Dibyo tau itu hanya jebakan putrinya untuk sang istri. Dari mana Titik memiliki uang untuk biaya berobatnya.

Sejak kepulangan Nina tadi, sebenarnya Dibyo sudah merencanakan banyak hal agar tetap bisa di biayai sang putri tanpa harus kehilangan istrinya.

Namun semua akan sia-sia jika Nina yang berbicara lebih dulu.

Obrolan keduanya terjeda kala petugas gizi mendatangi ruangan mereka untuk memberikan makan malam.

Titik sedang berusaha mengambil hati suami dan anak tirinya agar tak di salahkan dan tak di mintai tanggung jawab atas keadaan Dibyo.

Sambil menyuapi Dibyo, Titik berusaha berbicara dengan anak tirinya.

"Ibu uang dari mana Nin, boro-boro buat operasi, buat periksa kemarin aja ibu ngga sanggup," keluhnya.

"Bu biarkan bapak makan dulu baru nanti kita lanjutkan lagi bicaranya," sela Dibyo yang takut tak bisa menelan makanannya.

Dia sudah sangat kelaparan, jika pembicaraan mereka berujung pertengkaran bisa di pastikan tak ada yang mau menyuapinya.

"Mbak kamu ngga makan?" tanya Dita berharap Nina mengajaknya makan malam.

"Aku udah makan sebelum ke sini," jawab Nina malas.

Dita menggaruk kepalanya, dia sedang memikirkan ide untuk meminta makan pada kakak tirinya itu.

Nina tau apa yang di pikirkan gadis yang memakai pakaian yang menurutnya sangat aneh.

Kaus dengan bahu lebar di padankan dengan celana robek-robek, bukan terkesan seksi malah terlihat aneh menurut Nina. Namun dia tak mau memedulikan penampilan adik tirinya itu.

Nina memilih menunggu Dibyo selesai makan dengan menyibukkan diri dengan berjualan online.

Itulah mengapa dia memiliki banyak uang, selain bekerja, Nina juga ikut berjualan secara online. Dia berjualan barang-barang unik khas negeri tirai bambu.

Dia juga bekerja sama dengan temannya di tanah air dengan berjualan makanan serta kebutuhan khas negaranya, untuk para rekannya sesama pekerja luar negeri.

Dibyo memperhatikan Nina yang tengah sibuk, dia meminta sang istri untuk mendekat ke arahnya.

"Apa pak?" lirih Titik saat Dibyo menarik lengan bajunya untuk mendekat.

"Kalau nanti Nina ngomong apa pun sama ibu, ibu jawab iya aja ya," bisik Dibyo.

Titik mengernyitkan dahinya bingung, mengapa dia harus menjawab seperti itu? Batinnya.

Namun ia memilih lebih menuruti sang suami yang ia yakin pasti demi kebaikannya.

"Sudah selesai kan pak? Aku mau pulang kasihan Rima aku tinggalin terus dari tadi," ucap Nina saat melihat Titik menyuapkan makanan terakhir ke mulut sang ayah.

Keringat dingin membasahi wajah Dibyo, dia benar-benar ketakutan dengan persyaratan yang akan di katakannya pada sang istri.

Semoga, Titik mau mengerti keadaannya dan tidak salah paham, batinnya.

"Jadi gimana Bu, untuk uang operasi bapak?" tanya Nina lagi.

"Lah kan tadi ibu dah bilang Nin, duit dari mana ibu," keluhnya.

"Terus? Semuanya di limpahkan ke aku?" sarkas Nina.

Titik melempar pandangan ke arah Dita mencari dukungan.

"Ya kamu kan anak bapakmu, wajarlah kalau kamu yang membiayainya," jawab Titik lemah.

Nina menarik napas, lalu menatap serius ibu tirinya, "Bapak emang bapakku, tapi beliau celaka saat di rumah kalian, aku juga belum menyelidiki penyebab bapak sakit. Kalau terbukti karena ulah kalian, apa kalian mau terseret ke kantor polisi?" kecam Nina.

"Kamu itu loh mbak, bawa-bawa polisi mulu! Bapak kan emang jatuh di rumah kami, terus kami gitu yang harus nanggung!" sela Dita ketus.

Perut yang kosong dan tak ada makanan yang bisa ia makan membuat gadis itu gampang tersulut emosi.

"Makanya, berhubung aku anak bapak dan bapak juga jatuh di rumah kalian, ayo kita bagi rata biayanya!" pinta Nina.

"Kamu itu budek apa gimana sih mbak, bego banget, udah bilang kalau kami ngga punya uang kok masih maksa!" ketus Dita.

Titik menyenggol putri bungsunya agar tak bicara yang aneh-aneh pada Nina, dia takut Nina marah dan melimpahkan biaya pengobatan Dibyo padanya.

"Kalian mau aku yang membiayai semua perawatan bapak?" pancing Nina.

"Ya kan emang sudah seharusnya itu kewajiban kamu?" lirih Titik.

"Terus fungsi ibu apa? Menghabiskan uang bapakku saja?" cibir Nina.

"NINA!" bentak Dibyo.

"Apa? Bapak mau bela dia, oh silakan, lebih baik aku pulang sekarang, buang-buang waktu aja!" ketus Nina lalu bangkit berdiri.

"Nin, maafkan bapak, tolong dengarkan bapak," Dibyo panik saat melihat anaknya yang akan pergi.

Sungguh kalau dia tak memerlukan biaya untuk operasinya, tak akan dia biarkan istrinya di hina seperti itu oleh anaknya.

"Apa lagi?" sungut Nina.

Titik dan Dita hanya bisa diam mendengar perdebatan keduanya. Mereka tak ingin di libatkan urusan biaya pengobatan Dibyo.

"Tolong bapak Nin," pinta Dibyo.

Nina tersenyum miring, "bapak siap kan dengan persyaratan dari Nina?" tekannya.

Dibyo melirik sang istri lalu mengangguk ke arah sang putri.

Titik sendiri bingung mengapa harus ada persyaratan segala.

"Maafkan bapak ya Bu," ucap Dibyo lemah.

"Baiklah, bapak yang mau memberi tahu apa Nina?" tawar Nina.

"Ada apa sih pak?" tanya Titik penasaran.

Melihat waktu yang semakin malam dan dia juga tak enak dengan Bu Wingsih yang menjaga Rima, akhirnya Nina memilih berkata langsung dengan Titik karena sang ayah dari tadi hanya diam saja.

"Aku mau biayain operasi bapak, dengan syarat bapak akan meninggalkan ibu," ucapnya datar.

Titik dan Dita tersentak mendengar ucapan Nina yang tanpa perasaan.

"APA!!" pekik keduanya.

"Kamu keterlaluan! Kenapa kamu tega terhadap kami!" maki Titik.

Mendengar keributan di ruangan mereka, seorang perawat lantas mendatangi ruangan Dibyo.

"Maaf ini rumah sakit, kalian kenapa berisik, jam besuk juga sudah habis, lebih baik kalian pulang. Hanya satu orang yang boleh menjaga pasien," jelas sang perawat tegas.

"Sebentar lagi Sus," pinta Nina.

Sang perawat lantas memberikan waktu tapi dengan syarat mereka tak boleh berisik lagi.

"Kamu keterlaluan, mengapa kami harus bercerai!" ucap Titik pelan tapi dengan nada menekan.

Nina tak terpengaruh dengan kekesalan Titik.

"Lalu apa yang ibu harapkan dari bapakku setelah ini? Nafkah? Sudah jelas bapakku ngga akan bisa nafkahi ibu lagi, tunggu, bahkan sejak dulu bapakku ngga pernah nafkahi ibu kalau bukan dari aku."

"Dan sekarang, kondisi bapak yang seperti ini apa yang ibu harapkan? Ibu pikir aku mau menafkahi kalian? Tidak! Setelah apa yang sudah kalian lakukan pada anakku, aku tak akan memberi uang lagi pada bapak untuk kalian," jelasnya.

Dibyo tersentak, dia memang bergantung pada putrinya, dirinya tersudut, dia tau Nina tak akan mau lagi memberinya uang apalagi uang itu untuk ia berikan pada istrinya.

"Itu kan emang kewajiban bapak buat nafkahi ibu," sela Dita.

"Memang kewajiban bapak nafkahi ibumu, tapi apa bapakku bekerja? Tidak, dia bergantung padaku, lalu buat apa aku nafkahi kalian yang bukan tanggung jawabku!" jawab Nina.

Titik ketakutan, hanya Dibyo yang bisa dia gantungkan hidupnya, meski dia tau jika Dibyo di biayai Nina.

Namun mau gimana lagi, menggantungkan hidup pada anak kandungnya tak mungkin Titik lakukan.

Keluarga mereka memang bergantung pada pemberian Nina selama ini.

"Apa ngga bisa kita bicarakan baik-baik Nin? Ibu minta maaf kalau emang kamu masih marah atas kejadian Rima. Tapi jangan pisahkan kami," pinta Titik.

"Tidak, keputusanku sudah jelas, aku sendiri sudah pusing memikirkan kebutuhan bapakku, untuk apa juga aku pusing memikirkan hidup kalian yang jelas bukan tanggung jawabku."

Dibyo hanya bisa terisak, dia tak ingin berpisah dengan sang istri, tapi dia juga sadar tak mungkin dia bisa hidup tanpa bantuan anaknya.

"Maafkan bapak Bu, terima kasih ibu sudah mau menemani bapak selama ini," putus Dibyo akhirnya.

Titik yang memiliki ide licik menyeringai, dia memiliki ide untuk mengancam anak tirinya balik.

.

.

.

Tbc.

1
Dwi Rita
ceritanya bagus. recomended
Nyai Omi
/Shy/
Nyai Omi
lanjut
Nyai Omi
/Smile/
Nyai Omi
iya ksian skli sllu d jahati
Nyai Omi
jahat skli mereka
Nyai Omi
g ada akhlak nya tu ibu tri nani
Muji Lestari Tari
Budi oh budi
Muji Lestari Tari
manusia aneh
Muji Lestari Tari
aduh bikin emosi
Muji Lestari Tari
aduh main dukun
Muji Lestari Tari
jangan mau nin
Muji Lestari Tari
keluarga toxic nggak ada lawan
Muji Lestari Tari
Dibyo gila
Muji Lestari Tari
makin nggak jelas ni orang
Muji Lestari Tari
Dibyo bodoh
Muji Lestari Tari
Yanti ni pelakunya
Muji Lestari Tari
kapok
Muji Lestari Tari
mada sih Anan SMP dah berani gituan
Muji Lestari Tari
keluarga toxic
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!