Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.
Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.
Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk Celana!
...٩꒰。•‿•。꒱۶...
...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...
...© Yellowchipsz...
...—Seseorang itu sudah pergi, tapi hidupnya terekam abadi di dalam bilik memori.—...
...꒰●꒡ ̫ ꒡●꒱...
Dua hari terlampaui.\~
04.30 🌬
Bantal kuda laut biru besar pemberian nenek adalah benda paling empuk dijadikan teman tidur. Dulu, benda itu adalah sesuatu yang menjadi bahan rebutan antara Dikta dan abangnya. Sekarang sudah tidak ada lagi yang menyita si Empuk itu dari pelukan tidur Dikta.
Tiba-tiba ...
... sesuatu yang menggegerkan terjadi.
Hak istimewa sang Tuan Kuda Laut untuk meregangkan tubuh dengan rileks di pagi kelam ini, malah direnggut oleh sesuatu yang mengamuk di dalam celananya.
"AAAAAA!!!" teriak Dikta menggila. Rasa-rasa jiwanya melayang ketika ada yang menggeliat brutal di bagian terpentingnya.
Nenek yang sudah terjaga lebih pagi dan berjalan di sekitaran kamar Dikta, pun sedia mendobrak pintu kamar cucunya itu. Dia yang tengah memegang sapu seolah menjadikannya pedang.
Dipikir ada maling yang masuk, tapi ... mana mungkin cucu nenek yang hebat itu takut terhadap maling. Pasti dilawan, lah! Ada apa sebenarnya? Mengapa Dikta sampai berteriak gila?!
“Jangan gigit anu gueee!!!” geger Dikta menggelepar di tempat tidur, masih bergulat dengan makhluk gila itu.
Sialnya, makhluk pengganggu paginya enyah begitu saja tanpa jejak dan tanggung jawab.
Nenek berlari tergopoh-gopoh menghampiri cucunya yang sedang kayang di atas tempat tidur.
Saat Dikta kepergok memeriksa celana dalamnya, dia refleks menutup diri dengan selimut.
"Tata, kok teriak melihat isi celana??? Digigit semut? Apa ngompol?!" tanya nenek ingin tahu kebenaran. “Eh, atau mimpi bas-“
"Nenek, jangan salah paham!!!" malu Dikta mengubur diri dengan bantal.
...꒰●꒡ ̫ ꒡●꒱...
06.30 🌬☁️
Setelah bersemadi dua hari terakhir ini, Dikta akan kembali mempertajam ilmu seperti biasa di sekolah.
Dikta cukup santai mendapatkan kabar mujur dari nenek, bahwa mamanya Lingga tidak mempermasalahkan perkelahian tersebut. Semua itu karena mamanya Lingga sudah menganggap nenek sebagai ibunya sendiri. Jadi, masalah tidak akan didramatisasi meski Lingga hangus dada.
Sewaktu menjalani pertemuan di sekolah kemarin itu, nenek membawa buku catatan untuk dia menulis dan menyampaikan permohonan maaf kepada pihak sekolah dan kepada mamanya Lingga.
Sarapan pagi kali ini adalah nasi goreng kerang buatan nenek! Dikta sampai menambah dua piring dibuatnya, tak lupa ia memilih-milih kerangnya untuk dia curi dari nenek. Padahal, nenek tentu membiarkan Dikta menghabiskan kerangnya.
Sejujurnya, Dikta masih kepikiran tentang hal-hal aneh yang terus terjadi padanya akhir-akhir ini. Otaknya super mumet!
"Nek," panggil Dikta yang baru saja menghabiskan sarapannya.
"Iya, Tataku Sayang?" balas nenek yang tengah memberi perhatian kepada bunga Calla Lily di dalam vas.
"Kemarin-kemarin, aku kayak didatengin sama kuda laut terbang, Nek!" heboh Dikta merasa kiamat, tapi masih selamat.
Dikta menenggak susu cokelatnya sedikit demi sedikit sebagai energi untuk melanjutkan aduannya.
Nenek mengerutkan kening, menunggu lanjutan.
"Bukan cuma sekali, Nek! Pertama, sewaktu aku ketiduran di perpus. Saat aku dibangunin Nenek buat makan pangsit, makhluk itu malah hilang entah ke mana. Ke dua, saat kejadian pagi kelam tadi, aku sempat merasa dia hadir di atas selimutku, Nek! Tiba-tiba badannya menggeliat masuk ke bajuku sampai lolos ke celana dalam! Makanya aku teriak. Kupikir aku akan mati digigit kuda laut—anuku!"
Nenek tertawa dengan suara yang terbatas sampai perutnya kram. Sudah capek nenek terjerat jenakanya Dikta. Saat ini, melihat wajah galau Dikta sudah menyebabkan napas nenek mengah-mengah karena cerita kuda laut itu.
“Nek!” keluh Dikta merinding.
Nenek berusaha menahan tawa, lalu kembali serius. "Kamu ini! Pasti kebanyakan mengoleksi gambar kuda laut di hp, makanya terbawa suasana. Masa ada kuda laut masuk ke dalam celana untuk menggigit?! Itulah akibat tidak kesampaian mendapatkan identitas Nona Ikan Guppy. Jadinya, kamu malah selingkuh sama kuda laut betina!"
"Nenek!" sebal Dikta malu, "Kenapa malah meledekku begini? Aku setia sama Nona Ikan Guppy! Nggak mau yang lain!"
"Eits! Jangan ngomong begitu. Kamu 'kan kuda laut jantan. Kalau jodohmu kuda laut betina, nasib ikan guppy bagaimana?" goda nenek lagi.
"Nenek 'kok menggoyahkan tekadku?! Lagipula, yang selama ini perhatian sama aku 'kan Nona Ikan Guppy! Apa Nenek berniat menjodohkan aku dengan cewek yang bakal punya julukan Putri Kuda Laut? TERSERAH! AKU NGGAK MAU! MENDING AKU KABUR AJA KE RUMAH PAK SATRIA!!!"
Nenek sudah lelah tertawa, Dikta malah membawa-bawa nama pak Satria segala, membuat nenek makin bengek. Karena gemas, dia langsung mencubit lengan cucunya yang banyak oceh pagi ini. "Kalau kamu makin nakal, nenek kawinkan kamu sama gadis pilihan nenek!"
"Nggak mau! Nenek jahat kayak yang di film-film itu!" tolak Dikta merajuk, benar-benar takut dijodohkan seperti kehidupan tidak merdeka saja.
Nenek menggeleng, lalu membahas hal yang mungkin bisa memperbaiki mood cucunya itu. "Apa Nona Ikan Guppy jadi memanggilmu 'Tata' seperti nenek memanggilmu?"
Hanya dalam beberapa detik, Dikta tidak merajuk lagi. "Hasyek!" seru Dikta kegirangan karena neneknya membahas itu. "Terkadang sih, Nek. Tapi kebanyakan, dia masih menuliskan 'Tuan Kuda Laut' atau 'Dikta'. Katanya, mungkin di suatu hari hujan nanti dia akan menyebut langsung nama 'Tata' melalui lisan, bukan tulisan."
"Baguslah! Pasti dia lebih imut memanggilmu 'Tata' ketimbang nenek. Itu tanda-tanda dia akan segera mengaku padamu," yakin nenek menyemangati Dikta.
Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Dikta mengernyitkan dahi mengenai ada tamu sepagi ini, tumben sekali.
Dikta segera membenahi meja makan sembari melihat nenek menyambut tamu-tamu yang begitu apik. Ah—pakaian seragam dihiasi pin jangkar yang dikenakan para tamu itu seperti tidak asing di memori Dikta. Hampir saja piring-piring itu melincir dari tangannya karena kaget, untung fokusnya kuat.
Nenek mempersilakan tamu-tamu itu masuk.
"Ta-ta!" panggil nenek tersenyum, tapi ada kecemasan di raut wajahnya.
Dikta mengelokkan seragam sekolahnya yang nyaris kusut, lalu berjalan menghampiri ruang tamu. Beberapa pria itu menyambutnya dengan energik sehingga Dikta turut berjabat tangan dengan semuanya.
Berikutnya, Dikta duduk di sebelah nenek untuk mendengarkan para pelaut—rekan kerja Dirham—akan menyampaikan sesuatu yang vital.
Dikta memendam ragu hati ketika salah satu pria mulai berbicara dengan nada mendalam.
Tak lama dari itu, pria tersebut menyodorkan sebuah cek yang bernilai 100.000 USD dengan surat penting atas nama Radirham Marva, untuk Radikta Manik. Seharusnya, surat itu diberikan kepada keluarga Dirham sejak lama, tapi baru terwujud sekarang.
Dikta bukan membelalak karena jumlah uangnya. Bagi Dikta, ini semua tidak berarti apa-apa. Itu adalah uang santunan pelaut untuk keluarga yang ditinggal mati. Dikta mendapatkan uang santunan sebanyak itu dari nama Dirham.
"Nggak!" marah Dikta dengan mata yang membanjir dengan cepat. Itulah isi hati Dikta sekarang, air mata melebihi kata. Dikta tahu benar kalau abangnya sudah meninggal. Namun, dia tidak terlalu mengakui jika Dirham tiada lagi untuk selamanya gara-gara uang santunan tersebut.
"Tata, jangan begitu! Terima uang ini untuk Tata!" cemas nenek atas penolakan Dikta.
Luka hati memencar ke segala badan buana hingga Semesta mendengarkan permintaan batin Dikta. Ombak menggulung ganas sebagai tanda persetujuan.
Kembalikan abangku, sekali saja.
Bersambung ... 👑