Kisah Dania yang bertahan dengan suami yang tak mencintainya. Dania bertahan karena cintanya pada Cilla anak dari suaminya. Akankah Pram membuka hati untuk Dania? Sanggupkah Dania bertahan? Atau Dania akan menyerah menjadi bunda pengganti bagi Cilla? Ikuti ceritanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Bunda Pengganti 11
Hari-hari yang di jalani Dania akhir-akhir ini begitu melelahkan. Dania harus kembali menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang berbeda dengan Pemimpinnya terdahulu. Berbeda dengan Tuan Sofyan yang dulu selalu saja menegurnya secara pelan, kalau dirinya membuat suatu kesalahan. Tapi dengan Pram, kadang tak segan Pram memarahinya.
Bahkan kemarin Dania di buat menangis, hanya karena sedikit kesalahan dalam pengetikan kalimat yang di buatnya. Kalimat tajam Pram membuat dirinya bersedih.
" Kalau sudah tidak sanggup bekerja sebagai sekretaris ku, Aku tunggu surat pengunduran dirimu."
Ucapan Pram berhasil membuat Dania terkejut. Hanya karena sedikit kesalahan, Pram merendahkan dirinya. Dan berimbas pada Berkas-berkas yang di berikan padanya. Berkas-berkas itu di kembalikan dan Pram meminta merevisi semua isinya. Dan besok pagi semua berkas itu sudah harus ada di meja kerjanya.
Dania lalu mengerjakan semuanya. Bahkan Dania melupakan makan siangnya. Pram pun yang melihat Dania tak keluar untuk makan siang, menatapnya datar. Pukul tujuh malam, Pram keluar dari ruangannya, dan dirinya masih melihat Dania mengerjakan semua berkas yang di berikan padanya.
" Jangan lupa, besok pagi sudah harus ada di mejaku. Kalau kau tidak mampu, aku tunggu surat pengunduran dirimu."
Dania hanya mengangguk patuh. Dania terus bekerja, sampai waktu menunjukkan pukul sembilan malam, barulah Dania menyelesaikan pekerjaannya. Dania menghela nafasnya, baru tiga bulan Pram memimpin perusahaan itu, tapi rasanya Dania seperti bekerja selama tiga abad. Lelah.
Dania pun mengendarai mobilnya menuju kediaman Tuan Sofyan. Dengan langkah lelah, dirinya memasuki rumah besar dan megah itu. Memasuki kamarnya, membersihkan diri. Lalu berjalan menuju kamar Cilla. Melihat Cilla yang tertidur nyenyak, membuat Dania mengulas senyum tipis di bibirnya. Dania memasuki kamar Cilla, dan mencium lembut kening bocah yang sebentar lagi berusia tiga tahun itu.
"Maafin, ante ya, Sayang. Malam ini, ante kelamaan pulang, jadi gak bisa bacain Cilla dongeng."
Ucap Dania saat membelai rambut Cilla. Cilla hanya diam, karena bocah kecil itu sudah sangat terlelap. Sebenarnya Dania sudah ingin mengundurkan diri sebagai pengasuh Cilla. Karena sekarang Cilla sudah bisa di atasi. Cilla sudah tidak pernah menangis tanpa sebab, dan Cilla lebih periang saat ini.
Dania keluar dari kamar Cilla dan berpapasan dengan Pram yang juga keluar dari kamarnya. Pram dan Dania saling tatap. Namun Dania lah yang lebih dulu memutus kontak mata dengan Pram. Saat Pram akan memasuki kamar Cilla, Dania memberanikan diri berbicara padanya.
" Maaf Pak Pram. Saya ingin bicara dengan Anda? Apa Anda ada waktu?"
" Aku ingin melihat, Cilla. Kalau kau ingin berbicara, maka tunggulah aku di ruang kerjaku. Itu pun kalau kau mau menunggu."
Dania mengangguk, lalu memilih untuk menunggu Pram disana. Cukup lama Dania menunggu, sampai Dania merasakan perih di lambungnya semakin kuat. Dania meremas perutnya sendiri dan mendesis menahan rasa sakitnya.
Pram yang melihat Dania seperti menahan sakit, hanya melihat. Lalu segera masuk ke ruangannya. Melihat Pram masuk, Dania kembali menahan rasa sakitnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
Dania pun berdiri di depan meja Pram. Lalu mengungkapkan keinginannya. Kening Pram mengerut saat mendengar penuturan Dania.
"Baiklah, aku setuju. Dan mulai Senin nanti, kau tak perlu lagi bekerja sebagai pengasuh Cilla."
Setelah mengucapkan terima kasih, Dania pun berbalik ingin menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti di depan pintu. Dania sedikit ragu saat ingin mengutarakan satu keinginannya.
"Pak, bolehkah saya bertemu dengan Cilla, jika saya rindu dengannya?"
Pram menatap Dania, seperti biasa, datar dan tak terbaca. Melihat tatapan Pram, akhirnya Dania menghela nafasnya dan keluar dari ruangan itu, tanpa mendengar jawaban terlebih dahulu.
Air mata Dania jatuh, saat menuruni tangga dan Dania pun menutup bibirnya agar suara tangisannya tak terdengar. Pram yang melihat dari depan pintu ruang kerjanya pun menghela nafasnya.
" Apa kau benar-benar menyayangi Cilla?" Gumamnya.
Dania masuk ke kamarnya, dan menumpahkan rasa sedihnya. Dania menangis sampai tertidur, dan esok paginya, Dania bangun awal seperti biasa dan masuk ke kamar Cilla. Memandikan Cilla serta menyuapi sarapannya. Pram yang juga masuk ke kamar Cilla menatap Dania dengan kening yang berkerut. Pasalnya mata sembab bekas menangis malam tadi masih terlihat jelas. Walau pun ada senyum di wajahnya saat menatap Cilla, namun Pram juga melihat bening-bening kristal di mata itu.
" Sekarang Cilla udah cantik, udah Maman juga. Ante pergi kerja dulu, Ya. Cilla jangan nangis oke?"
Bocah kecil itu mengangguk, seperti mengerti akan ucapan yang di katakan oleh Dania. Dania pun berpamitan pada Pram, lalu keluar dari kamar Cilla. Pram menatap punggung itu, lalu kembali menatap Cilla. Pram membawa Cilla turun ke ruang makan. Walau Cilla tak ikut makan bersama, namun mereka selalu membawa Cilla saat mereka akan makan.
" Dani, ayo sarapan."
Dan seperti biasa, Dania menolak secara halus, dan langsung berangkat menuju kantor. Dania mengendarai mobilnya dengan menahan rasa perih di perutnya. Maag nya pasti kambuh saat ini. Tapi Dania masih berusaha menahan rasa sakit itu.
Setibanya di ruang kerja nya, Dania kembali mengoreksi setiap berkas-berkas yang akan di berikan pada Pram. Setelah merasa tak satu pun ada yang salah, barulah Dania menumpuknya menjadi satu, agar lebih mudah membawa ke ruangan Pram nanti.
Pram tiba tak lama setelah seorang office boy membersihkan ruangannya. Tentu saja dalam pengawasan Dania.
" Selamat pagi, Pak."
Dania menyapa Pram, dan di balas dengan anggukan seperti biasa. Dania pun langsung menuju pantry yang ada di lantai itu, untuk membuatkan secangkir kopi untuk Pram.
" Masuk."
Perintah Pram saat Dania mengetuk pintu ruangannya. Dania datang dengan sebuah nampan di tangannya dan meletakkan cangkir kopi itu di sisi Pram.
" Saya permisi, Pak."
Dania berpamitan, karena sedari dia masuk, Pram terus saja memperhatikan dirinya.
"Tunggu."
"Ya, Pak."
Namun Pram tak juga membuka suaranya. Hingga Dania kembali memanggilnya. Dan membuat Pram menggeleng. Dan meminta Dania keluar dari ruangan nya.
Wajah pucat Dania dan mata yang sembab membuat Pram merasa sedikit bersalah. Di pandanginya pintu yang tertutup itu. Lalu Pram mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
" Kamu baik, Dania. Tapi entah mengapa, sejak Papi berencana menjodohkan kita, aku jadi membencimu. Bahkan sampai saat ini."
Gumamnya pelan. Lalu Pram pun mulai membuka komputer di depannya. Tak lama pintu ruangan Pram kembali di ketuk. Dania masuk dengan membawa setumpuk dokumen yang harus di tanda tangani oleh Pram.
Setelah meletakkan dokumen itu di meja Pram, Dania pun keluar dari ruangan itu. Melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
semoga ceritanya tidak mengecewakan