Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 19 Jalan jalan
Sore itu juga Naufal mengajak Naya jalan-jalan. Mereka pergi kulineran, mengelilingi kota Jakarta.
“Naya kalau makan itu hati-hati.” Tangan Naufal menadan di bawah mulut Naya agar makanannya tidak tumpah.
Mulut wanita itu begitu terisi banyak makanan. Makan di pinggir jalan bukan hal harus dikomentari, selagi itu enak dan bersih tempatnya.
“Aku udah lama banget mau makan pecel ayam, akhirnya kesampaian juga. Makasih ya, Naufal.” Wanita itu begitu bahagia.
“Iya, sama-sama.” Naufal merapikan sehelai rambut Naya yang menutupi wajahnya.
“Habis ini aku mau beli seblak ya sama ice cream,” ujar Naya.
“Iya, tapi di habisin dulu makannya baru habis itu kita beli lagi makanan,” ucap Naufal.
“Siap bos.”
**
Naufal tengah memilih-milih kacamata untuk kerja, karena setiap Naufal menatap layar laptop lama kelamaan matanya menjadi lelah dan penglihatannya menjadi buram, jadi dia memutuskan untuk membeli kacamata. Sedangkan Naya asyik dengan es krimnya, menunggu Naufal dengan duduk di ruang tunggu.
“Ada yang ukuran lebih bagus nggak Bang?”
“Ada Mas, ini itu tuh bagus banget dan enteng juga.”
Tak berselang lama, Naufal kembali menghampiri Naya dia sudah selesai dengan belanjaannya. Sedangkan es krim yang Naya makan, kini ganti menjadi snek. Naufal melihat barang belanjaan Naya banyak sekali makanan dan cemilan, sedangkan barang yang dibeli hanya dompet.
“Ada yang mau di beli lagi nggak?” tanya Naufal memastikan.
“Kayaknya nggak ada deh, pulang aja yuk, udah mau gelap juga!” ajak Naya, kedua tangannya penuh dengan belanjaan.
Naufal mengambil alih barang belanjaan Naya, lalu keduanya berjalan sejajar dengan Naufal membawa barang belanjaan dan Naya sibuk memakan snacknya. Keduanya begitu serasi, seperti botol yakult dan tiang listrik.
Naufal menaruh semua belanjaan di bagasi mobil, ada lima barang belanjaan mereka beli. Kemudian Naufal masuk mobil, sudah ada Naya yang sudah siap di kursinya.
“Makanannya udah habis, sayang?” tanya Naufal. Mulut wanitanya masih mengunyah makanan.
“Bentar lagi sih, kenapa emang?” tanya balik.
“Aku nungguin kamu makan, sebelum kita pergi aku mau kamu habisin makanannya dulu, takutnya nanti di jalan tumpah-tumpah pas ada polisi tidur,” terang Naufal.
“Aku nungguin kamu ngabisin makanannya dulu.” Sembari menunggu Naya, Naufal memanasi mobilnya terlebih dahulu.
“Oke.”
Selang beberapa saat, makanannya sudah habis. Naufal meraih tangan Naya, membersihkan jari-jari Naya dengan tisu basa.
“Sampahnya dibuang dimana ini?” tanya Naya.
“Aku yang buah, bentar ya.” Naufal mengambil plastik kresek yang berisi sampah snack, kemudian dia keluar untuk membuangnya.
Naya tersenyum, Naufal begitu memperlakukan dia seperti ratu, dia begitu sangat perhatian dan Sangata sabar.
Jika seseorang sudah berada tetap di hati kita, maka kita tidak akan membiarkan orang itu melakukan apapun yang membuatnya susah.
“Makasih my Tikus love,” sahut Naya dengan senyuman manisnya.
Naufal tersenyum, panggilan itu tidak akan pernah punah dan itu termasuk panggilan sayang.
“Sama-sama Marmut love kita pergi ya.”
“Oke.”
**
Naufal menaruh semua barang belanjaannya di meja, ia menyuruh satu persatu hingga rapi. Sedangkan Naya tengah membuatkan teh di dapur untuk Naufal. Ketika dia sedang mengaduk teh, Naya bertemu dengan Vero yang tengah mengambil minuman di kulkas.
“Belum tidur, Ver?” tanya Naya basa-basi.
“Balum Kak, aku haus jadi ke dapur deh,” jawabnya.
Ketika Varo ingin kembali ke kamar, Naya memegang pergelangan tangan Vero, langkah lelaki itu berhenti.
“Kenapa, Kak?” tanya Vero.
Naya melepas tangannya dari pergelangan tangan Vero.” Kakak mau tanya boleh?” tanya Naya.
“Boleh, tanya apa?” Wajah penasaran itu tampak sangat jelas.
“Apa kamu masih belum memaafkan Kayra? Kakak tau kok pasti kamu kecewa banget sama Kayra, tapi asal kamu tau sebenarnya Kayra beneran cinta sama kamu, setiap malam dia minta tolong sama Kakak agar kamu bisa maafin dia. Sebenarnya Kakak nggak mau ikut campur tentang hubungan kalian, tapi sebagai seorang Kakak, Kakak nggak mau liat adiknya nangis setiap malam karena merasa bersalah,” terang Naya, ia mengingat beberapa waktu yang lalu Kayra telepon nangis karena ingin meminta maaf dengan Vero.
Vero menundukan kepalanya. Dia baru sadar, kebenciannya sudah menguasai diri, hingga membuat perempuan itu menangis merasa bersalah, Vero juga merasa tidak enak hati dengan Naya, apalagi waktu itu dia sudah menghina Kayra di depan Naya.
Hancurnya hati Kakak perempuan ketika adiknya di hina sebagai cewek murahan oleh lelaki, apalagi dia adik iparnya yang mengatakan itu.
“Kakak cuma mau bilang itu doang kok, yaudah Kakak duluan ke kamar ya, jangan begadang besok kan sekolah,” ujar Naya melangkah pergi.
Vero masih terdiam di tempat, kata-kata Naya sudah menusuk di dalam hati kecilnya, apakah dia begitu keterlaluan dengan Kayra?
**
Seorang gadis tengah berdiri di depan cermin, dia merapikan rambut yang berantakan, dengan seragam putih abu, di sampainya dan tas di pundaknya, Kayra sudah siap masuk sekolah. Hampir satu bulan ini dia terpuruk oleh kesedihan, mungkin sudah habis waktunya kesedihannya, dia harus bangkit kembali dan melupakan semuanya.
Kayra tersenyum manis, kali ini dia harus bahagia. Hubungannya dengan Vero sudah ditutup rapat-rapat, gadis itu tidak ingin sedih lagi.
“Pokoknya, aku harus move on dari Vero, Kayra kamu itu udah minta maaf dan jangan ngerasa bersalah kayak gini. Kamu harus buang jauh-jauh Vero dalam pikiran kamu.” Kayra menyemangati dirinya.
Matahari pagi itu sangat cerah dan embun pagi menghangatkan suasana pagi. Para pengendara pun masih belum ada kemacetan, dengan udara yang masih segar, Kayra pergi dengan taxi online.
🥀
“Selamat pagi!” Tangan kekar melingkar sempurna di pinggang perempuan yang tengah membutakan kopi.
“Pagi.”
Naufal memeluk Naya dari belakang, ia tak akan melepas tangannya di pinggang Istrinya, kenyaman di pagi hari adalah melihat sang istri menebarkan senyuman.
Naya melepas tangan Naufal dari pinggangnya, beranjak ke meja makan untuk menyiapkan sarapan. “Papa belum turun juga ya?” tanya Naya, papa mertuanya belum menampakan diri.
“Belum, tadi malem papa lembur di kantor bisa jadi bangunnya siang.. Kalau Vero dia udah berangkat,” terang Naufal.
Naya melihat jam dinding menunjukan pukul enam pagi, mana mungkin anak sekolah berangkat sepagi ini apalagi Vero dikenal dengan anak pemalas.
“Jadi kita sarapannya berdua aja?” tanya Naya.
“Hmmm.” Naufal sudah menyantap nasi goreng di hadapannya.
Suasana rumah mewah bernuansa putih abu-abu itu terasa sepi, peralatan di rumah itu tak bisa menghilangkan rasa kesepiannya.
“Naya!” Naufal menghentikan makannya, sorot matanya tertuju pada wanita di hadapannya.
“Iya, kenapa?”
Seketika raut wajah lelaki itu menjadi sedih, dia mendorong piring di hadapannya menjauh darinya.
“Kenapa?” tanya Naya lagi.
“Boleh nggak kamu duduk di sebelahku?”
Naya mengerutkan keningnya, kali ini sikap Naufal berubah. Naya pun menurutinya, ia pindah duduk menjadi di samping Naufal.
“Aku kesepian Nay.” Kepalanya bersandar di bahu Naya.
Naya memahami hal itu, Naya mengelus pucuk kepala sang suami sekilas memberi kecupan manis di pipinya.
“Ada aku kok.”
Pagi itu Naufal bersikap kekanak-kanakan, sikap manjanya mulai terlihat hingga membuat Naya gemas dengannya.
“Sini aku suapin ya, habis ini berangkat ya.” Naya mulai menyuapi Naufal.