Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekasih Gelap (SUDAH REVISI)
Hendrik tak habis pikir dengan pemikiran Mahesa yang mengatakan akan memotong gajinya apabila calon pembeli itu membatalkan rencana mereka untuk membeli dua unit rumah yang dibangun oleh PT Adiguna. Padahal dia dan Joko tidak ikut andil ketika dua calon pembeli itu membatalkan rencana.
"Hen, kenapa dirimu seperti tidak bersemangat?" tanya Joko yang merupakan marketing di kantor itu.
Hendrik melirik sinis ke arah Joko. Salah satu rekan kerjanya ini bisa bersikap santai di saat gaji mereka berdua terancam dipotong. Bagi pria itu, dulu tiga puluh persen bukan masalah. Namun, kini setelah dia menikah dan memiliki bayi kembar rasanya Hendrik enggan untuk membiarkan dua digit angka itu terbang dengan sia-sia.
"Aku sangsi, apakah kamu masih bisa bersikap santai ketika tahu gaji kita berdua terancam dipotong oleh Pak Mahes." Hendrik melempar bagian belakang tubuhnya dengan kasar di atas kursi empuk di ruangannya.
"What! Dipotong! Berapa persen?" tanya Joko cemas.
"Tiga puluh persen. Kamu bisa bayangkan sebanyak apa uang gaji yang akan melayang jika kita gagal membujuk kedua calon pembeli itu!" Hendrik merentangkan tangan lalu menjadikan tangan itu sebagai alas, kemudian menatap langit-langit.
Joko yang mendengar gajinya terancam dipotong merasakan tubuhnya seketika lemas. Dia duduk di kursi dengan wajah pucat. "Aduh, mau makan apa anak dan istriku kalau gaji bulan ini benar-benar dipotong si Bos!" gumam pria itu.
Tanpa mereka berdua sadari, Mahesa sudah berdiri di belakang memandangi Hendrik dan Joko secara bergantian.
"Maka dari itu, kalian berusaha dengan baik agar transaksi kali ini berhasil," ucap Mahesa sambil menepuk bahu Hendrik.
"Eh, Pak Mahes. Saya pikir Bapak ada di ruangan." Hendrik menjadi salah tingkah karena tertangkap basah sedang membicarakan pria yang menjadi atasannya itu.
"Ini 'kan sudah jam istirahat. Saya ini manusia membutuhkan makan dan minum sama seperti kalian," tutur Mahesa seraya beranjak pergi meninggalkan kedua karyawan yang bergeming di tempat.
Mahesa berdiri di depan pintu lift. Ketika pintu itu terbuka, dia bergegas masuk dan menekan tombol UG. Pada saat benda itu bergerak turun, Mahesa mengeluarkan telepon genggam dari dalam saku jas lalu menghubungi nomor seseorang.
"Baby, aku baru saja keluar dari kantor. Apakah pertemuanmu dengan kedua sahabatmu sudah selesai? Kalau sudah, langsung ke restoran yang sudah kita tentukan kemarin ya," ucap Mahesa mesra. "Ingat, jangan sampai terlambat!"
"Baik, Mas. Aku akan langsung menemuimu di sana. Tunggu aku di restoran itu ya!" Suara merdu seorang gadis mengakhiri percakapan via saluran telepon.
Tak berselang lama, pintu lift terbuka. Dia berjalan dengan langkah panjang menuju parkiran VVIP yang berada di samping pintu masuk.
|| Restoran Atlantis ||
"Mas!" seru seorang gadis cantik berpenampilan menarik kala memasuki sebuah ruangan VIP yang dipesan khusus oleh Mahesa.
Siang itu, ia berjanji akan menemui seorang pria yang sudah dipacarinya selama tiga bulan belakangan. Baby, itulah nama panggilan kesayangan yang diberikan oleh Mahesa kepada dirinya sebab usia gadis itu lebih muda dari kekasih gelapnya itu.
Melihat sang kekasih sudah datang, dengan gerakan cepat Mahesa menarik tubuh itu ke dalam pelukan. "Mas rindu sekali padamu, Baby!" ucap pria itu.
Dari jarak sedekat ini, gadis itu bisa merasakan hangatnya hembusan napas Mahesa, degup jantung pria itu dan aroma parfum musk yang menggelitik indera penciuman. Ia mendongakan wajah, menatap lekat wajah pria itu.
"Aku juga sangat merindukanmu, Mas Mahes," ujar gadis itu dengan nada sesensual mungkin.
Berada di ruangan tertutup dengan suasana romantis dan hanya ada mereka berdua, sepasang kekasih itu larut dalam suasana. Perlahan, Mahesa menangkup wajah gadis itu, menyentuh benda kenyal layaknya kue mochi dengan sangat lembut. Ia menarik tengkuk Baby untuk mendekat.
Mahesa semakin mendekatkan wajah. Mendekat ... semakin mendekat ... hingga kini tidak ada lagi jarak di antara mereka berdua. Gadis itu memejamkan mata kala benda kenyal yang terasa hangat menyentuh bibirnya.
"Eugh!" erang gadis itu ketika ciuman itu berubah menjadi ciuman yang menuntun.
Mendengar suara nakal dari bibir kekasihnya itu, Mahesa semakin memperdalam ciuman yang membuat pria itu enggan melepas pagutan bibir. Saling menyesap, saling melilit dan saling membelit hingga deru napas kedua insan itu tersengal-sengal. Andai saja mereka tidak ingat sedang berada di tempat umum, pasti permainan panas itu akan berakhir di atas ranjang.
"Semain hari kemampuan ciumanmu semakin ahli. Bahkan aku sampai kewalahan mengimbangi permainanmu," goda Mahesa. Tangan pria itu menyentuh sudut bibir Baby, mengusap sisa permainan panas yang baru saja mereka lakukan.
Gadis itu terkekeh. "Tidak sia-sia 'kan kamu mengajariku teknik berciuman yang benar dan baik hingga aku jadi pintar seperti sekarang ini." Gadis itu bergelayut manj di lengan Mahesa. "Tapi, kamu menyukainya 'kan?"
Gemas melihat sikap manja kekasihnya, ia mencubit ujung hidung gadis itu. "Tentu saja. Aku sangat menyukainya!"
TBC