S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. MB 6
...~•Happy Reading•~...
Pak Gustav berjalan keluar dari lobby, sambil terus berpikir tentang Gina yang sangat berbeda dari terakhir kali bertemu dengannya. Pak Gustav juga bertanya-tanya dalam hati, mengapa tiba-tiba Gina mau menemuinya di kantor. Padahal selama ini, mereka jarang berbicara baik.
Setelah tiba di restoran yang terdekat dengan kantornya, Pak Gustav mempersilahkan Gina pesan menu yang disukainya, tanpa bertanya yang lain. Pak Gustav membiarkan Gina makan hingga kenyang, agar bisa menjawab banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya.
"Papa tidak makan?" Tanya Gina yang melihat Papanya hanya pesan minuman.
"Tidak. Belum waktunya makan siang. Kau makan saja." Pak Gustav memperhatikan perubahan penampilan dan juga sikap Gina. Mengapa belum juga jam sepuluh, Gina mengatakan lapar. Banyak pertanyaan, yang perlu dijawab, tapi harus bersabar.
"Papa tidak pernah menemui kami." Setelah suapan terakhir, Gina protes terlebih dulu, sebelum Papanya bertanya.
"Bukannya itu yang kalian dan Mama kalian inginkan? Tidak bertemu dengan kalian?" Pak Gustav mengeryit alis mendengar protes Gina, mengingat pertengkaran terakhir kali dengan mantan istri dan kedua anaknya.
"Hari itu Mama emosi dan marah, karna Papa biarkan kami keluar dari rumah. Jadi Mama melarang kami menemui Papa lagi. Kami tidak berani melawan Mama, Pa." Gina berkata dengan nada pelan dan raut wajah sedih untuk menggugah hati Papanya.
"Papa biarkan kalian keluar dari rumah? Bukannya kalian yang minta untuk tinggal dengan Mama kalian karna sudah menikah dengan orang kaya?" Ucapan Papanya membuat Gina terkejut, lalu melihat ke sembarang arah sambil berpikir, agar bisa ditolong oleh Papanya.
Gina sudah lupa dengan apa yang dikatakannya bersama kakaknya saat bertengkar dengan Papanya dan istri barunya. Agar bisa pergi dari rumah dan tinggal dengan Mamanya.
"Saat itu kami marah sama istri Papa dan lihat Papa lebih membelanya. Jadi kami pikir, Papa sudah tidak sayang kami lagi." Gina berbicara dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Tidak usah bicarakan sesuatu yang sudah lewat. Sekarang jawab Papa. Mengapa kau tiba-tiba datang ke kantor tanpa telpon dulu." Pak Gustav mengalihkan agar Gina tidak makin sedih.
"Bagaimana mau telpon, Gina tidak tahu nomor telpon Papa." Gina mencari alasan.
"Tidak tahu nomor telpon Papa? Lalu saat itu kau bisa telpon untuk minta uang kuliah?" Pak Gustav ingat terakhir kali bicara dengan Gina saat minta uang kuliah.
"Oh, nomor dikasih sama Kak Oseni, tapi Gina lupa save, Pa..." Gina kelabakan, karna tidak menyangka Papanya masih ingat.
"Lalu sekarang mengapa kau ke sini dengan bawa tas seperti ini? Kau kabur dari rumah?" Pak Gustav jadi serius melihat Gina dan menunggu jawabannya.
"Begini Pa. Gina tidak kabur. Tapi diusir keluar dari rumah itu. Jadi sekarang tidak punya tempat tinggal." Gina bicara dengan suara pelan memelas.
"Siapa yang usir? Suami Mamamu? Lalu Mamamu biarkan saja kau pergi? " Pak Gustav terkejut, hingga tanya beruntun. Sebab ingat mantan istrinya menemuinya dengan emosi lalu membawa Gina dan Oseni.
"Tidak, Pa. Mama tidak biarkan. Cuma keadaan yang memaksa." Gina menjawab sambil berpikir, supaya Papanya bisa menolongnya.
"Bicara yang jelas. Papa harus kerja." Pak Gustav tidak mau menerka-nerka apa yang terjadi dengan anak-anaknya.
"Begini, Pa. Suami Mama meninggal karna kecelakaan mobil. Terus kami diusir keluar dari rumah sama anaknya, juga saudara istri pertamanya." Gina bicara hati-hati sambil berpikir, supaya penjelasannya masuk akal dan Papanya bisa terima.
"Suami Mamamu sudah meninggal? Lalu ada yang mengusirmu dan Mamamu biarkan saja?" Pak Gustav tidak mengerti penjelasan Gina. Mengapa Gina sendiri yang diusir, bukan sekalian dengan kakaknya.
"Tidak, Pa. Kami semua diusir keluar. Mama juga diusir, jadi kami bertiga keluar dari rumah itu." Gina kebingungan menjelaskan, sebab dia harus mengarang cerita yang masuk akal.
"Bukannya Mamamu menikah secara sah? Mengapa bisa diusir juga?" Pak Gustav tidak bisa terima penjelasan Gina.
"Nah, itu Pa. Mama juga bilang begitu ke mereka. Mama marah dan tidak terima. Tetapi mereka sangat licik, sudah siapkan perangkap buat kami." Gina mulai dapat ide mengarang cerita.
"Lalu di mana Mamamu dan Oseni? Mengapa kakakmu tidak ikut denganmu menemui Papa?" Pak Gustav heran, sebab baginya adalah wajar jika kedua anaknya menemuinya setelah diusir dari rumah. Tidak dengan mantan istrinya, sebab selain karena dirinya sudah menikah, tapi pasti malu menemuinya.
"Mereka sedang ditahan di kantor polisi, Pa. Kami bertiga ditahan, karena dituduh mencuri sama anak dan saudara mantan istrinya." Pak Gustav melihat Gina seakan tidak percaya, ada orang selicik itu. Tapi hati kecilnya mengingatkan, itu sering terjadi di masyarakat untuk mempertahankan harta.
"Lalu bagaimana kau bisa bebas? Kau kabur dari tahanan polisi?" Pak Gustav jadi was-was melihat Gina.
"Tidak kabur, Pa. Gina tidak bersalah, jadi dibebaskan. Mama dan kakak masih ditahan untuk jalani pemeriksaan. Mungkin setelah diperiksa, Kak Oseni akan dibebaskan juga." Gina sudah tidak bisa mengelak dan terus mengarang cerita bohong, sebab Papanya terus mendesak.
Penjelasan Gina membuat Pak Gustav mengerti, mengapa Gina mencarinya. "Papa tidak mau bertanya, kalian bersalah atau tidak. Polisi tidak mungkin menahan seseorang tanpa bukti. Papa juga tidak akan menyewa pengacara." Pak Gustav fokus pada kehidupan Gina dan memikirkan respon istrinya.
"Sekarang kau mau ke mana?"
"Gina gak punya tempat tinggal, Pa. Jadi mau tinggal dengan Papa." Gina berharap Papanya bisa menerimanya. Dia membuat wajah sesedih mungkin.
"Kau sudah tahu, Papa sudah menikah. Untuk tinggal di rumah bukan hanya keputusan Papa. Harus bicara dengan Mama Felix." Pak Gustav jadi berpikir tentang istrinya yang mungkin tidak terima Gina.
"Mama Felix siapa, Pa?" Gina melihat Papanya dengan rasa cemas. Ada orang lain yang membuat keputusan juga.
"Istri Papa." Pak Gustav heran melihat Gina tidak tahu kehidupannya.
"Oh, Papa sudah punya anak?"
"Kakakmu tidak kasih tahu?" Pak Gustav bertanya, sebab Oseni tahu tentang anaknya.
"Tidak, Pa." Jawab Gina cepat.
"Kalau begitu, sekarang kau tinggal di tempat kost, sambil Papa bicara dengan Mama Felix. Kalau Mama Felix tidak ijinkan, kita pikirkan jalan keluar lain sambil menunggu kakakmu dibebaskan." Pak Gustav mengusulkan solusi, agar Gina dan Oseni punya tempat tinggal.
"Iya, Pa." Hati Gina bersorak, tapi membuat wajahnya tetap murung dan sedih.
"Kau masih kuliah?" Tanya Pak Gustav serius.
"Gina sudah tidak kuliah, Pa. Mama tidak mau bayar uang kuliah Gina, karna suaminya sangat pelit." Gina membuat alasan.
"Lalu selama ini uang yang Papa transfer buat bayar kuliah, kau pakai buat apa?" Pak Gustav terkejut mendengar ucapan Gina, sebab selalu transfer uang kepada Oseni untuk membayar kuliah adiknya. Oseni hanya kirim chat minta terima kasih.
"Kami kasih buat Mama, Pa. Supaya kami bisa makan dan minum di rumah itu." Gina berusaha membuat Papanya iba dengan kondisi mereka, tidak lupa membuat matanya tergenang.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...