Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Bodoh!!
"Sudah ingat?"
"Tidak, aku lupa."
Demi menghindari rasa malu dia lebih baik pura-pura lupa. Wanita itu menghindari tatapan Zayyan yang kini tampak menuntut pengakuan jika yang salah adalah Zoya, bukan dirinya.
"Aku bantu jika lupa ... aku bahkan harus mengikat tangan dan kakimu ketika mandi, dan selama itu kamu tidak berhenti menangis dan berteriak memanggil Mahendra. Bayangkan betapa sakitnya telingaku," tegas Zayyan tanpa jeda, Zoya yang sejak tadi memang malu semakin malu saja.
"Anggap saja bukan aku, Kakak tahu aku tidak akan seperti itu bukan?" Dia merayu dan berharap Zayyan akan memaklumi perubahannya ketiga mabuk.
"Hm, itu memang bukan dirimu. Karena seorang Zoya tidak akan nekat menggoda seorang pria demi membuktikan rasa cintanya."
Zayyan menatapnya lekat-lekat, andai saja dia mabuk juga mungkin keduanya tidak akan hanya tidur, melainkan lebih dari itu.
"Kamu sangat mencintainya, Zoya?" tanya Zayyan menatap matanya begitu dalam, bagaimana cara Zoya yang memperlakukan dirinya sebagai Mahendra tadi malam sudah cukup untuk membuktikan betapa besar rasa cintanya pada Mahendra.
"Tidak, aku membencinya untuk saat ini."
Bohong sekali, Zayyan bisa membaca mata wanita. Tangisan Zoya tadi malam menegaskan betapa dia menginginkan Mahen bahkan rela memberikan hal paling berharga dalam hidupnya. Ya, Zayyan paham jika itu adalah Zoya yang tengah mabuk. Akan tetapi, tetap saja apa yang terjadi ketika mabuk itu adalah ungkapan sesungguhnya yang tidak bisa dikendalikan logika.
"Jangan pernah mabuk bersama pria lain, Zoya ... kamu bahkan lebih liar dari yang kuduga," ketus Zayyan kemudian berlalu ke kamar mandi meninggalkan Zoya yang tampak bingung dengan ucapan kakaknya.
Liar? Liar dalam hal apa, rasanya dia tidak melakukan hal yang tidak bisa diterima logika. Nampaknya pikiran Zoya belum benar-benar kembali, hingga dia yang sendirian berteriak sekuat-kuatnya kala mengingat bagaimana dia menahan tubuh Zayyan yang baru mengenakan celana pendek agar selalu bersamanya tadi malam.
"Astaga, boddohnya Zoya!!! Kamu bahkan lebih murahhan dari wanita yang semalam," gerutu Azoya menutup wajahnya kala menyadari jika dirinya bahkan lebih gila dalam menggoda Zayyan yang dia pikir memang benar-benar Mahendra.
Beberapa menit berlalu, Zayyan kini keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Wajahnya terlihat lebih segar dan butiran air di dadanya seakan sengaja tidak dikeringkan dengan benar.
Zoya pura-pura tidak melihat dan masih duduk di tempat tidur seraya merenungi kebodohannya. Zayyan yang kini tengah mengeringkan rambut dengan handuk kecilnya hanya menarik sudut bibir kala menyadari Zoya terlihat berbeda. Mungkin sudah mengingat semuanya, pikir Zayyan kemudian dengan sengaja melemparkan handuk lembab itu ke wajah sang adik.
"Jangan melamun, namanya sedang mabuk biasa saja." Zayyan tertawa sumbang dan duduk di tepi tempat tidur, tidak sadarkan dia betapa gugupnya Zoya saat ini.
"Aku biasa saja, lagipula aku tidak melakukan hal gila seperti yang Kakak tuduhkan," jawab Zoya masih tetap dengan pendirian dan memilih pura-pura lupa sebagai jalan terakhirnya.
"Mau bukti? Kita lihat sama-sama dari sana jika memang ragu," ungkap Zayyan seraya menunjuk ke bagian sudut kamarnya, mata Zoya membulat sempurna kala menyadari kamar pria ini memiliki cctv yang di empat sudut kamarnya.
"Berlebihan sekali, orang gilla mana yang sampai pasang empat cctv di kamarnya? Di kamar Papa saja cukup satu," celetuk Azoya baru menyadari jika ada hal seaneh itu di tempat tinggal kakaknya ini.
"Sengaja, jika suatu saat nanti aku punya istri ... aku ingin melihat kegiatan kami di malam hari ketika sedang merindukannya, karena tidak mungkin 24 jam aku berada di sisinya," jawabnya sesantai itu tanpa sedikitpun rasa malu, tidak peduli meski yang diajaknya bicara ini adalah seorang wanita.
"Istri? Kakak ingin punya istri?" tanya Zoya menatap manik tajam sang kakak, ucapan Zayyan tentang masa depan sejenak membuat dia terdiam seketika.
"Hm, kenapa memangnya? Tidak boleh?" tanya Zayyan menepikan anak rambut wanita itu karena sedikit mengganggu mata Zayyan.
"Boleh, aku boleh mengenalnya?"
"Nanti saja, sepertinya pernikahan kami akan ditentang Papa dan juga Mama ... tapi tidak masalah, selagi dia mau hidup berdua bersamaku." Zoya terdiam, mengapa dia merasa seakan kehilangan. Padahal sepengetahuan dia Zayyan tidak memiliki kekasih, hanya berhubungan dengan banyak wanita dan itu tanpa status yang jelas. Entah kenapa sekarang justru memiliki calon istri.
"Pasti mau, jika Kakak sudah memilih satu wanita dan hanya dia saja maka tidak ada alasan wanita manapun menolak," tutur Zoya bijaksana sekali meski kisah cintanya hancur lebur karena sebuah pengkhianatan sang kekasih.
"Aku sudah lakukan, tapi sayangnya dia memang sedikit boddoh dan tidak mengerti perasaanku," ucapnya lembut tanpa melepaskan pandangan dari wanita cantik yang kini terlihat sembab itu.
"Ungkapkan," ujar Zoya serius dan dia benar-benar berpikir jika Zayyan sudah memiliki pilihan dalam hidupnya, hal ini jelas saja bagus karena dengan adanya pemilik hati Zayyan maka tidak akan ada lagi drama kehidupannya diganggu oleh pria itu.
"Caranya?"
"Katakan saja, aku mencintaimu atau yang lainnya." Bingung sendiri kenapa Kakaknya yang dikenal sebagai penakluk wanita itu bertanya padanya.
"Will you marry me, Azoya?"
"Nah iya seperti itu jika Kakak berniat menikahinya ... begitu saja bertanya, padahal sudah ahlinya. Awas, aku mual dan sepertinya ingin mun_" Belum sempat dia menyelesaikan pembicaraan, Zoya sontak berlari ke kamar mandi seraya membekap mulutnya.
Sementara Zayyan kini masih bertahan dengan posisinya sembari menatap datar ke arah kamar mandi. Dia menuruti kemauan Zoya untuk mengungkapkan isi hatinya, akan tetapi otak Zoya yang hanya beberapa mili salah paham dan mengira jika kalimat Zayyan adalah sebuah contoh yang akan dia ungkapkan pada wanita pilihannya.
"Maklumi saja, Zayyan ... sudah kuduga dia memang boddoh," gumam Zayyan kemudian melangkah ke kamar mandi lantaran khawatir adiknya yang kini mengeluarkan isi perutnya.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken