Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Alan, please stop it
Tatapan Dewi mengikuti Alan ke urinoir, posisinya di samping kloset duduk tempat dia pipis tadi.
Meskipun dia sudah biasa melihat Arman buang air, tapi saat melihat Alan, kenapa ada perasaan berbeda?
Hatinya deg degan melebihi debarannya pada Arman.
Berdua dengan laki-laki di kamar maksiat yang sangat romantis seperti ini, baru pertama kali Dewi alami. Karena bersama Arman, mereka hanya melepas hasrat biologis. Jadi segala tempat oke, asalkan tidak ada orang yang dikenal dalam radius 10 meter keliling untuk mencegah timbulnya gosip.
Tapi untunglah Arman tidak tau ada tempat seperti ini, jelas-jelas aku yang akan rugi karena harus membayar harga semahal ini sendiri. Arman selalu lupa bawa dompet saat giliran membayar tagihan. Ketika ditegur, dia akan beralasan. "Bukankah nanti semua hartaku akan jatuh pada keturunan kita." Keturunan apa? Dewi mendengus.
Hampir 8 tahun mereka pacaran, sejak 6 tahun yang lalu mereka telah menikmati yang namanya hubungan badan. Tetap tidak hamil padahal tidak pernah pakai pengaman.
Lebih beruntung kencan sama Alan, banyak reward gratis. "Hahaha." Dewi tertawa.
Alan telah selesai buang air kecil, dia telah membasuh senjata rahasianya siap-siap. Mendengar tawanya, "Apanya yang begitu gembira? Kamu bukannya pertama kali mandi Jakuzzi." Pria itu telanjang dada. Masih mengenakan celana bahannya yang berwarna coklat muda dia masuk ke dalam air.
Bak mandi cukup luas 2 x 3,5 meter, Alan berdiri di sisi bak mandi bagian terpendek. Jika Dewi berbalik saat berenang bolak balik, maka bokongnya akan menungging ke wajah Alan. Alan dapat melihat jelas belahannya, pria mana yang tidak panas dingin.
Dewi berkulit putih sedikit kemerahan, lebih tepatnya berwarna pink seperti warna babi putih. Tinggi 165cm dengan berat 47 kg, memanglah agak kurus. Tapi tempat yang harus berdaging dia berisi. Kaki jenjang yang ramping, dua dada D size serta pinggang kecil menonjolkan bokongnya yang bulat.
"Yu huu! Ini menyenangkan!" Dewi teriak, meliuk-liuk di air seperti ikan lumba-lumba.
Air itu beraroma terapi padahal Dewi tidak memasukkan sabun ataupun essential oil. Seluruh ruangan ini seharum parfum mahal, bahkan disinfektan untuk melap meja berbau Gucci.
"Hahahah, Alan! Ayo berenang!" Dewi berkata sambil tertawa.
Berenang terus dan terus entah sudah keberapa kali dia bolak balik, Alan dapat mendengar suara nafasnya yang ngos-ngosan. "Hei, apa kamu mau mati!" Alan marah, meraih tubuh Dewi saat Dewi berada sangat dekat di posisinya.
Alan menahan pinggang Dewi, mereka berhadapan hampir seperti berpelukan. "Istirahat dulu! Paru-paru mu bisa pecah kalau kamu paksakan!" Alan sangat khawatir. Sepertinya perasaan Dewi tidak baik-baik saja meskipun dia terlihat gembira.
Dan memang benar, seketika Dewi lemas di tubuh Alan. Alan dapat merasakan gunung kembar itu untuk pertama kalinya. Apa dia tau berapa lama aku menunggu moment ini, desah Alan.
"Terimakasih, Alan. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku akan membuat diriku terbunuh." Dewi berkata pelan semakin menyandarkan tubuhnya ke dada Alan. Berharap dengan begitu dia dapat mengobati luka hatinya.
Mendengar itu Alan terenyuh, serta merta memeluk Dewi. Direngkuhnya tubuh kecil nan rapuh itu, berharap waktu berhenti di momen ini selamanya. "Jangan takut!" katanya serak, berbisik di telinga Dewi.
Alan akan sedih jika Dewinya sedih. Alan akan resah jika Dewinya resah. Alan akan gembira jika Dewinya tertawa. "Selagi ada aku semua akan baik-baik saja. Bukankah aku telah berjanji pada ayahmu, untuk menjaga kalian kakak adik agar selalu aman damai dan sentosa."
Tapi jika ternyata kalian berdua yang saling menyakiti, aku bisa apa? Alan mendesah senang di dalam hatinya. Saat merasa dadanya yang tidak terendam dialiri air hangat, dia menunduk menatap ujung kepala Dewi.
Dewi memang tak mampu menahan air matanya. Dia sudah berusaha untuk mensugesti diri bahwa putus dengan Arman bukan apa-apa baginya, hanya seringan bulu yang jatuh ke tangan.
Tapi ternyata itu bukan semata-mata hanya bulu, karena diujung bulu itu ada anak panah tajam yang diikat. Kemudian dilemparkan padanya dengan kekuatan penuh menancap di tubuhnya, tentu saja itu tetap menyakitkan.
Alan tak ingin Dewi terus bersedih, dia punya pepatah lama sebagai obat yang sangat ampuh. Luka karena cinta akan sembuh dengan kehadiran cinta baru. Sakit hati karena perempuan obat yang paling mujarab adalah melabuhkan hati pada wanita baru. Maka, Alan meraih dagu Dewi mencubitnya pelan. Dengan itu dia mengangkat wajah mungil Dewi, tatapan mereka bertemu.
Alan sakit hati melihat mata indah itu penuh dengan air mata. Seketika dia mengangkat tubuh ramping Dewi dengan lengan kanannya agar wajah mereka lebih dekat.
Dewi yang mendongak padanya dengan tangan menahan di pundak Alan, merasakan debaran yang lebih hebat dan belum pernah ada sebelumnya.
Alan menundukkan wajahnya agar bibir tipisnya bisa mendarat di bibir penuh Dewi. Dewi memejamkan matanya, Alan merasa ini pertanda lampu hijau jadi dia membuka mulutnya. Dewi menyambutnya, mereka pun saling menyesap beberapa saat. Suasana seperti sedang mengheningkan cipta.
Kemampuan Dewi berciuman tidak membuat Alan heran lagi, karena dirinya pasti bukan yang pertama. Ada Arman mantan kekasihnya.
Alan juga pernah melakukannya tapi itu sudah bertahun-tahun lamanya, sehingga dia hampir lupa bagaimana caranya.
Perasaan Dewi tertekan kehilangan kenikmatan yang baru dibangun. Dia merasa hubungan ini tidak bisa dilanjutkan karena menjadi pihak yang dominan hanya untuk urusan berciuman. Betapa lugunya Alan, pikir Dewi. Dia ingin berhenti tapi ngak enak hati.
Untungnya Alan hanya kaku sebentar, setelah beberapa metode liukan lidah dia menjadi lancar dan agresif. Dewi takut dia akan gila sehingga lupa diri dan berakhir di ranjang, maka dia menahan Alan saat ingin melanjutkan pada waktu pengambilan nafas.
Alan dan Dewi saling menatap dengan sisa-sisa nafas yang memburu. Sudah terlanjur merasakan nikmat, Alan tidak cukup hanya sebentar. Dia meraih lagi wajah Dewi.
Dewi tak kuasa menolak karena dia punya prinsip. Kalau memang gak mau lebih baik tidak usah dimulai. Namun perasaan tertekan muncul lagi, hatinya terombang ambing. Seumpama mereka sampai bersetubuh dan ketahuan ternyata dia sudah gak virgin, apakah Alan masih akan setuju menikahinya besok?
"Alan." Dewi menahan lagi saat pengambilan nafas berikutnya. Dia benar-benar takut gak akan mampu bertahan.
Alan sudah sangat bernafsu, dadanya naik turun, "Aku tau!" katanya serak. "Aku tidak akan memasuki mu kecuali kamu yang meminta."
Bagaimana aku bisa gak minta kalau diserang terus, pikir Dewi. Begini pun, dia sudah basah berlendir ingin cepat-cepat dijejalkan. "Kamu harus menahan diri jangan sampai kebablasan, ngerti!" Dia tidak ingin peristiwa dulu pertama kali bersama Arman, terulang kembali.
Hm, Alan mengangguk. "Aku ingin mencium mu dari ujung kepala sampai ujung kaki kecuali yang dibagian celana dalam." Tatapan Alan sangat memohon.
Dewi merasakan debaran dadanya semakin tak beraturan. "Oh, Alan." Dia mendesah.
Alan kembali merengkuh wajah Dewi, meraup bibirnya memperdalam ciuman lalu turun ke lehernya. Dengan berani Alan menyentuh bagian tubuh Dewi, meremas bokong hingga ke gundukan kenyal di dadanya.
Dewi menggelinjang mengangkat kakinya memeluk paha Alan. Kedua nafas anak manusia memburu. Kecapan, sesapan, decapan bergema saling bersautan.
"Alan, please stop it!" erang Dewi saat dadanya disesap lidah hangat Alan.
Alan tidak mungkin berhenti, karena dia berjanji hanya menghindari daerah terlarang. Daerah yang tidak terlarang harus dijelajah sampai puas. Sudah lama dia membayangkan momen ini, tidak menyangka hari ini jadi kenyataan. Elus remas elus remas, dengan geram Alan menggigit puncak gunung seukuran kacang tanah.
Masih segar dalam ingatan bahwa milik mantan kekasihnya berwarna agak coklat, tapi Dewi punya pink. Apakah dia reinkarnasi siluman babi?
_________