Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Parfum
Ada bulir-bulir bening yang mengalir dari sudut mata seorang perempuan yang tengah bersembunyi di balik dinding dengan pandangan yang terarah pada lobi resto, di mana kuda besi yang membawa seseorang pria yang merupakan pemilik tempat tersebut baru saja meninggalkan bangunan berlantai tiga itu.
Ada yang sempat mengering, kini seakan menganga kembali selepas tanpa sengaja di pertemukan kembali pada sosok pembuat luka meski tanpa terencana. Ruby sadar, jika sang mantan suami tak menyadari keberadaannya. Akan tetapi selepas Ruby mengetahui jika Sean-lah yang menjadi bos besarnya, apakah ia masih berkeinginan untuk melanjutkan pekerjaannya di tempat ini lagi.
Sean pergi. Mengilang bersama kegetiran yang Ruby rasakan kini. Rasa rindu mulai menyeruak saat paras rupawan yang dulu kerap memberinya kasih sayang, kembali muncul di hadapan mata.
Lalu apakah Sean juga merasakan rindu yang sama?.
"Tidak, mana mungkin. Mas Sean pasti masih sangat membenciku." Ruby tertunduk dalam selepas mobil yang membawa tubuh Sean menghilang dari kejauhan. Ia usap lembut perut buncit yang sudah aktif menunjukan pergerakan. Mungkin janin dalam kandungannya pun bisa merasakan kehadiran Sean.
"Sabar, Sayang. Anak ibu pasti kuat." Monolog Ruby seraya mengusap kembali perut besarnya. Ia masih tak tau pasti apa yang akan ia katakan pada sang putra nanti begitu menanyakan keberadaan sang ayah, kala janin itu sudah terlahir dan bertumbuh besar. Tidak mungkin bila dirinya akan terus merahasiakan jati diri ayah kandung putranya saat bocah itu besar nanti.
Ya Allah.
Ruby menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangan. Meratapi hidup yang menjalani takdir sepedih ini. Jika hanya durinya yang terbuang, ia masih bisa berpasrah. Akan tetapi bagaimana dengan putranya?.
Yakinlah, Ruby. Bukankah rezeki, maut dan jodoh setiap manusia sudah ditentukan sang pencipta.
"Ruby." Teriakan seseorang terdengar bersama derap langkah kaki yang semakin mendekat. Ruby pun lekas menyeka sudut mata dan pipinya yang basah kemudian berbalik badan.
"Kak," panggil Ruby begitu melihat Mario yang menghampirinya dengan nafas terengah.
"Kau ini, kenapa bersembunyi di sini? Aku sampai mencarimu kemana-mana." Mario masih menetralkan deru nafas. Sehabis berlari ia tampak kelelahan.
"Maaf, tadi aku hanya ingin mencari angin segar sebentar, tapi aku keasikan sampai lupa jika sudah saatnya bekerja kembali." Ruby meringis. Bisa tamat riwayatkan bila Mario sampai murka.
"Haduh, bukan karna itu aku mencarimu."
"Lalu?."
Rona wajah Mario kini berbinar. Cerah, teramat cerah seperti sinar matahari di siang hari.
"Kau tau? Tuan Wira bilang jika Tuan Sean menyukai desert buatanmu. Beliau bahkan memujinya, mengatakan jika rasanya pas dan segar. Wah, aku benar-benar bangga Ruby, dan semua berkat dirimu."
Ruby tertegun.
Benarkah?.
"Hei kau kenapa? Bukannya senang malah melonggo seperti itu. O aku tau. Kau pasti sedang terkagum dengan kemampuan yang kau miliki 'kan?."
Ruby tak menghiraukan lagi ucapan Mario. Entah mengapa begitu mendengar Sean memuji makanan buatannya, hati Ruby seakan semakin sakit layaknya tertusuk sembilu.
💗💗💗💗💗
"Ibu di mana?."
" ......"
"Ya, aku akan sampai sepuluh menit lagi." Sean memtuskan panggilan lebih dulu. "Pak, kita ke butik xx untuk menjemput Ibu," titah Sean pada sang sopir yang duduk di kursi kemudi.
"Baik, Tuan."
Sean menghela nafas. Menurut rencana dirinya akan menemui seorang gadis bersama Silvia, pemilik butik sekaligus putri salah seorang konglomerat di kota xx.
Demi apa pun dirinya masih belum ingin menjalin hubungan kasih dengan wanita mana pun. Apakah dirinya masih belum move on dari Ruby? Tentu saja tidak. Akan tetapi akibat pernikahannya dengan Ruby yang kandas beberapa bulan lalu rupanya cukup membuat Sean untuk lebih berhati-hati mencari pasangan.
Kegigihan sang ibu dalam mencarikannya sosok calon istri yang tepat, membuatnya pusing tujuh keliling. Seperti saat ini. Begitu kuda besi yang membawanya mulai memasuki area parkir sebuah butik. Tubuh sang ibu sudah berdiri di depan pintu maduk dengan satu tangan melambai ke arahnya.
"Ya tuhan Ibu. Kenapa kau sesemangat ini untuk menjodohkanku dengan gadis pilihanmu?." Sean tak habis fikir. Kenapa sang ibu teramat sangat mencarikannya calon istri sedangkan dirinya sendiri masih belum siap.
Setengah malas Sean keluar dari mobil. Tak lupa ia menyimpan sapu tangan dan beberapa lembar tisu dalam saku jas jika diperlukan.
"Sean, kemarilah," panggil Margareth begitu antusias.
Sean mendekat yang mana Margareth langsung menariknya untuk masuk ke dalam butik.
"Ibu akan memperkenalkanmu pada seseorang. Gadis cantik dengan karir cemerlang, dan yang pasti dia setia pada pasangan." Ucapan Margareth seakan menyidir Ruby, mantan istri Sean yang tertangkap basah berselingkuh di kediaman putranya sendiri.
Margareth menampakan senyum bahagiannya. Ia pun lantas membawa sang putra ke hadapan seorang gadis yang juga sudah menunggunya. Gadis anggun itu lantas bangkit begitu mengetahui Margareth kembali dengan membawa serta putranya.
"Sean, ini dia seseorang yang tadi ibu ceritakan. Ayo, kenalan," titah Margareth pada Sean.
Sean yang masih berdiri di belakang sang Ibu, tak memberi respon. Ia terdiam dan justru terlihat sedang menahan sesuatu.
Gadis cantik dengan rambut terburai indah itu tersenyum senang. Wajah tampan dan postur tubuh yang dimiliki Sean, rupanya sudah membuatnya terpukau. Tanpa sungkan ia pun maju beberapa langkah untuk mendekati Sean.
"Perkenalkan, aku Silvia," ucap Silvia seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Sean.
"Stop! Jangan mendekat!." Wajah Sean mulai pucat. Ia lantas merogoh sesuatu dalam saku jas yang sudadah terlebih dahulu disiapkan.
Margareth terkesiap begitu pun dengan Silvia. Langkah gadis itu terhenti dengan raut wajah penuh kecewa.
"Sean, kau ini bicara apa?."
Bukannya menjawab, Sean justru menutup hidung dengan sapu tangan kemudian berlari untuk mencari keberadaan toilet.
Margareth menelan salivanya berat. Tak menyangka jika keanahen yang dialami sang putra semakin hari semakin memusingkan. Sean mual ketika mencium parfum wanita, termasuk dirinya.
Ia tak segan mengeluarkan seluruh isi perut saat mencium aroma parfum dari rekan kerja perempuan atau pun bawahan perempuannya. Dan lebih parahnya lagi, Sean sampai melarang Margareth memakai parfum jika ingin bertemu dengannya.
Mungkin saat ini parfum dari Silvia-lah yang membuat Sean mual.
Tbc.
Sean mual kalo cium parfum cewek. Itu tandanya dia ga bisa deket-deket sama cewek lain sebelum Ruby lahiran😁😁
ama rio dan selena
lha kalau kayak emak seperti diriku iki dengan body yg lebih berisi dak semok yoo harus di permak bb nya juga😁😁😛😛
perlu rasa percaya kepada pasangan sean