Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Baru dan Pizza Gratis
Setelah kegelapan menghilang dan Kael tersedot ke dalam portal misterius, ruangan yang tadinya penuh dengan aura mencekam kini terasa damai—atau setidaknya, lebih normal. Tatsu, Riko, dan Ryo duduk di lantai, mencoba mengatur napas setelah pertarungan melelahkan tadi.
Riko menatap Tatsu dengan ekspresi campur aduk. “Gue nggak percaya ini, Tas. Kita ngalahin makhluk kegelapan pake pizza. Lo sadar nggak betapa absurd-nya itu?”
Tatsu menyandarkan tubuhnya ke dinding dan menatap langit-langit. “Gue udah bilang, bro. Kadang yang kita butuhin cuma percaya sama hal kecil. Dan pizza? Itu hal kecil yang selalu gue percaya.” Dia mengedipkan mata, mencoba terlihat bijak, tapi malah terlihat seperti orang kurang tidur.
Ryo berdiri sambil merentangkan tangan. “Oke, kita udah menang kali ini. Tapi, kalau mereka balik, kita nggak bisa ngandelin pizza terus. Kita butuh strategi.”
“Strategi?” Tatsu mengerutkan kening. “Pizza adalah strategi, Ryo.”
Riko memijat pelipisnya. “Udah, jangan ngomongin pizza lagi, gue jadi laper. Mending kita cari tempat makan dulu.”
Di Warung Makan "Mbak Lilis"
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah warung makan sederhana di ujung jalan. Spanduk dengan tulisan “Makan Enak, Bayar Belakangan” tergantung miring di depan pintu. Bau nasi goreng dan ayam goreng menyeruak ke udara, membuat perut mereka bertiga berbunyi serempak.
Mbak Lilis, pemilik warung, menyambut mereka dengan senyuman lebar. “Aduh, kalian nih kelihatannya habis olahraga berat. Mau makan apa?”
Tatsu tanpa ragu mengangkat tangan. “Tiga porsi nasi goreng, satu ayam bakar, dan… ada pizza nggak, Mbak?”
Riko mencubit lengan Tatsu. “Tas, sadar diri. Ini warung makan, bukan restoran Italia.”
Mbak Lilis tertawa kecil. “Pizza nggak ada, tapi kalau mau martabak mini, ada.”
Tatsu mengangguk mantap. “Martabak mini, empat. Kita butuh energi buat misi selanjutnya.”
Ryo, yang mendengar ucapan itu, menoleh. “Misi? Tas, lo udah tahu misi berikutnya?”
Tatsu menyeringai sambil memakan kerupuk yang ada di meja. “Belum. Tapi gue yakin kita bakal dapet sesuatu yang seru. Dunia nggak akan kasih kita waktu santai lama-lama.”
Mereka makan dengan lahap, sesekali bercanda soal pertarungan tadi. Riko bahkan membuat lelucon tentang “Jurus Pizza Terbang” yang akan jadi andalan Tatsu di masa depan.
Namun, di tengah suasana santai itu, seorang pria misterius dengan mantel panjang masuk ke warung. Wajahnya tertutup sebagian oleh topi, dan dia langsung menuju meja mereka tanpa basa-basi.
“Kalian adalah Tatsu, Riko, dan Ryo, bukan?” suara pria itu rendah dan serius.
Riko meletakkan sendoknya. “Siapa lo?”
Pria itu mengeluarkan sebuah amplop hitam dan meletakkannya di meja. “Misi kalian berikutnya ada di dalam sini. Buka ketika kalian sudah siap.”
Tatsu mengambil amplop itu dengan santai. “Lo tahu nggak, bro? Kita lagi makan. Bisa nggak lo kasih waktu buat nikmatin nasi goreng dulu?”
Pria itu tidak menjawab, hanya berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan mereka bertiga dengan amplop yang tampak misterius.
Ryo membuka amplop itu perlahan dan membaca isinya. “Kita diminta pergi ke sebuah desa terpencil. Katanya ada sesuatu yang aneh di sana. Penduduknya menghilang satu per satu.”
Tatsu mengunyah martabak mini sambil mengangguk. “Oke, kedengarannya menarik. Tapi… ada tempat makan di desa itu, nggak?”
Riko menggelengkan kepala sambil tertawa. “Tas, fokus! Ini mungkin lebih berat dari pertarungan sebelumnya.”
“Justru karena berat, kita harus makan dulu yang banyak,” jawab Tatsu santai. “Ayo, habisin makanan ini, terus kita siap-siap.”
Mereka menyelesaikan makan dengan cepat, membayar ke Mbak Lilis, dan beranjak pergi menuju misi baru. Meski suasana mulai serius, Tatsu tetap dengan gaya santainya, sesekali melempar lelucon yang membuat Riko dan Ryo tertawa di tengah perjalanan.
Petualangan berikutnya sudah menanti. Dan entah bagaimana, Tatsu yakin pizza—atau mungkin martabak mini kali ini—akan kembali menjadi penyelamat mereka.