Ryo Seorang Idola Boy Band yang merupakan pewaris utama Rumah sakit terbesar di negara yang sedang menikmati masa puncak karirnya sebagai Idola. Ia yang dikagumi kaum hawa bak seorang pangeran pujaan selalu bermain dengan gadis manapun yang mau menyodorkan tubuhnya untuk ia nikmati.
Ciuman dengan seorang gadis biasa yang ia temui saat menari balet, membuatnya merasakan hal yang berbeda. Menemukan adanya seorang gadis yang tak mengidolakan bahkan membencinya, membuat Ryo seakan tertantang.
Penasaran dengan gadis yang menolaknya membuat Ryo justru larut dalam perasaan yang membuatnya merasakan namanya kerinduan.
Namun dihati sang gadis, justru terpatri nama Bams yang merupakan sahabat Ryo. Bams yang justru tak menyadari perasaan sang gadis justru hanya merasa kasihan pada gadis malang itu.
Novel vol.1 telah tamat. Sekarang berlanjut pada vol.2 dimana banyak terungkap hal mengejutkan!
Menguji kembali cara Ryo, Aira, Bams & Kiky mencintai pasangan mereka masing masing
CARAKU MENCINTAIM
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafila Asda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Diriku
Bams pulang saat jam menunjukkan jam 10:00 malam. Kiky memintanya menginap seperti biasa. Tapi Bams menolak. Ia melihat layar ponsel sambil memunggu lift. Ia menggunakan jaket hodie agar tidak terlihat. Saat pintu lift terbuka. Ada seseorang disana. Bams pun berusaha menutupi wajah dan tidak melihat pada orang tersebut. Ia terus menunduk. Tiba tiba dering telepon seseorang itu berdering kencang dan Bams menoleh pada sosok di sampingnya karena dering itu terdengar tidak asing baginya. ia sangat kaget dengan apa yang ia lihat.
“Aira?” tanyanya kaget melihat gadis bertubuh kecil dengan khas memakai jaket hodie dan topi hitam.
“Bams?” Aira menjawab tak kalah kagetnya
Aira pun mematikan dering teleponnya. Ia tidak mengira akan bertemu Bams disana.
“ngapain kamu disini?” Bams sangat terkejut.
Aira bingung ingin mengatakan apa. Ia tidak mungkin menceritakan pada Bams mengapa ia berada disana malam itu. Mulut Aira mulai terbuka untuk berucap, tapi ia tidak bisa mengeluarkan kata kata apapun. Ia mulai berkeringat. Tubuhnya mulai bereaksi terhadap situasi yang sekarang ada di depannya.
“kamu gak tinggal disini Ai.. aku tau!” ucap Bams lagi yang terus menatap dengan penuh selidik
“aku,,.. aku...” Aira seperti maling yang sedang tertangkap.
Pintu lift terbuka. Aira ingin keluar di lantai satu. Tapi Bams manahannya. Ia mengajak Aira ke basement tempat mobilnya di parkir. Aira pun tidak bisa menolak. Ia menurut saja dengan apa yang Bams lakukan. Wajahnya panas. Aira panik. Pasti akan sangat memalukan jika Bams tahu bagaimana ia bisa berada disana
Bams mengajak Aira menuju mobilnya. Akhirnya mobil itu keluar dari area apartemen mewah disana. Hening menjadi suasana diantara mereka sepanjang jalan. Saat di jalanan sepi. Bams menepikan mobilnya. Ia tak bisa lagi menyetir karena pikirannya yang terus diisi pertanyaan. Ia begitu penasaran kenapa Aira berada gedung itu. Karena Gedung itu sangat mewah dan memiliki ‘privacy’ sendiri. Tidak sembarang orang bisa berada disana. Gedung apartemen itu bahkan memiliki kode akses masing masing untuk setiap penghuninya.
“ai?” panggil Bams membuyarkan lamunan Aira yang tak sadar jika mobil Bams telah berhenti dari tadi
Ia pucat. Ia benar benar seperti maling yang akan di interogasi polisi. Aira menahan malu dan melihat ke arah Bams. Bams pun semakin penasaran melihat Aira yang ketakutan.
“sebenarnya kamu ngapain Ai? Sampai kamu ketakutan gini aku tanya?” Bams sangat penasaran dan khawatir Aira berbuat sesuatu yang salah. Pikiran Bams sudah mengarah ke hal hal yang tak bisa ia kendalikan. Dadanya bergemuruh menahan rasa yang ia sendiri tak mengerti. Marah? Cemas? Atau apa?
Aira menahan nafas. Ia seperti tidak bernafas menahan rasa malunya.
“hei..!” Bams memegang bahunya khawatir melihat Aira yang sangat gugup.
Kamu habis ngapain Ai? Kenapa kamu gugup gini ku tanya? Benak Bams
“its OK...” tenangnya lagi tak tega melihat Aira yang gemetar menggenggam kedua tangannya sendiri.
“aku Cuma nanya..” Bams berusaha menenangkan.
“aku... aku...” Aira masih belum bisa mengatakannya
Ia teringat kata kata Aina. “Cobalah sesekali mencari teman, percayai, agar ni tidak menanggung beban sendiri”
Bams merasa aneh melihat Aira malam ini yang sangat berbeda dengan Aira yang ia kenal
“aku,...” Aira masih gugup
“gak perlu cerita ai... kalau itu berat buat kamu” Bams berusaha menenangkannya
Aira menggeleng. Ia harus bisa melawan dirinya sendiri dari perasaan takut dan malu jika ada teman yang mengetahui dia melakukan hal hal yang ia anggap akan dihina.
“aku kerja!” jawabnya dengan nafas lega
Bams tambah bingung. Kenapa Aira begitu berat menyebut ia kerja
“aku kerja sambilan disana!” tatapnya pada Bams dengan pasrah. Wajahnya berkeringat padahal AC mobil begitu dingin.
Trauma Aira ketika masa remajanya saat dibully oleh teman temannya berpengaruh pada kehidupannya. Ia tidak merasa nyaman ketika orang lain mengetahui masalah yang ia miliki. Terlebih jika orang mengetahui sesuatu tentang dirinya yang ia anggap akan dihina seperti pekerjaan sambilan yang ia lakukan sekarang. Ia akan ketakutan seakan ia akan diolok dan dihina lagi.
“oo..” Bams tidak melanjutkan pertanyaannya.
“aku antar kamu pulang..” lanjutnya lagi tanpa ingin menanyakan pekerjaan apa yang Aira lakukan disana hingga membuatnya seperti terciduk.
Bams hanya diam saat mengantar Aira pulang. Rasa penasaran pun masih menyelimuti perasaan Bams
Kerja apa yang membuat Aira begitu sulit mengatakannya? Bams terus mengerutkan keningnya berpikir.
Aira melihat raut wajah Bams yang berpikir. Aira menunjukan jalan pada Bams. Hanya itu kata kata yang keluar dari mulutnya.
“aku turun disini aja” ia meminta berhenti di dekat sebuah gang
“kamu tinggal daerah sini?” tanya Bams menatap Aira yang sudah terlihat tenang
“hemm..” angguknya
“disini sepi banget ..” Bams melihat sekitar lingkungan itu
Aira hanya tersenyum dipaksa menanggapi kata kata Aira
“aku antar kamu sampai rumah” Bams melepaskan seat beltnya
“gak usah B..” larang Aira
“gak papa kok..” senyum Aira dipaksa
“tapi sepi banget...” Bams melihatnya dengan khawatir
“aku dah biasa..” jelasnya lagi
Aira membuka pintu
“makasih ya...” tolehnya sejenak pada Bams dengan senyuman.
Bams menarik lengan Aira dengan cepat. Menahan Aira yang ingin keluar dari mobil.
“kamu gak ngehindarin aku lagi kan?” tanya Bams mengingat kejadian kemarin kemarin.
Aira menutup lagi pintu mobil dan duduk kembali. Ia menarik nafas panjang dan berat
“sebenarnya...” ucapnya lagi
Aku cerita gak ya? Benak Aira ragu
Bams mulai cemas melihat reaksi Aira yang tiba tiba seperti itu.
“aku orangnya introvert” lanjut Aira
“aku hampir gak punya teman” ia berhenti lagi
Bams hanya menyimak kata kata Aira. Ia Menunggu kata kata Aira selanjutnya
“waktu kecil ketika papa ku bangkrut. Kami sering di cemooh orang orang” Aira menceritakan itu dengan tidak bernafas. Tangannya mulai berkeringat dan ia terus menggenggam kedua tangannya dengan kuat berusaha melawan dirinya sendiri.
“aku sering dibully teman temanku” matanya berkaca kaca
“Sejak itu, aku selalu tertutup dan gak pernah menceritakan masalah ku pada siapapun. Karena kalau ada yang tahu masalah ku, aku selalu ketakutan aku akan diejek, diolok, dihina atau dikucilkan” Aira berkaca kaca menunduk. setelah bercerita itu. Aira menghempas nafas seperti lega
“aku selalu malu dan takut jika ada seseorang yang ku kenal tahu aku melakukan hal hal yang dianggap mereka rendah” tatapnya pada Bams yang dari tadi menatapnya. Bams hanya menanggapinya dengan ekspresi lega
“aku hidup dalam kekurangan, miskin, dan berusaha memenuhi kebutuhanku dengan mengais kerjaan apapun” jelasnya berat
“barusan aku dari salah satu apartemen di gedung itu. aku kerja sebagai ...” Aira memejamkan matanya untuk menyebutnya
“pembantu panggilan” lanjutnya dengan menutup matanya
\~\~\~\~\~\~\~\~