Cantik, cerdas dan mandiri. Itulah gambaran seorang Amara, gadis yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Amara yang seorang perawat harus dihadapkan pada seorang pria tempramental dan gangguan kejiwaan akibat kecelakaan yang menimpanya.
Sanggupkah Amara menghadapi pria itu? Bagaimanakah cara Amara merawatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHIRLI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden di mini market
"Terima kasih ya, mbak. Aku pinjam sebentar," ucap Amara saat menerima kunci motor dari Perawat senior yang juga temannya.
"Iya, pakai saja," jawab Perawat yang bernama Mila itu ramah.
Amara lantas mengendarai motor matic itu menuju pusat perbelanjaan bersama dua orang teman yang berboncengan satu motor. Mereka memang sepakat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di minimarket terdekat dari rumah sakit.
Setelah memarkirkan motor, ketiga wanita itupun segera masuk ke dalam. Setelah beberapa lama memilah-milih sesuatu yang akan mereka beli, ketiganya lantas berjalan menuju kasir untuk menyelesaikan pembayaran.
Tiga dara berpakaian putih-putih itu lantas keluar dari mini market dengan menenteng kantong belanjaan di tangan. Amara yang saat itu belanjaannya paling banyak merasa kantong yang ia pakai tak muat untuk menampung, hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dalam untuk membeli kantong lain.
"Bang aku tinggal masuk dulu sebentar nggak apa-apa ya. Mau beli kantong lagi," pamit Amara pada tukang parkir yang sudah hampir sebulan ini ia kenal.
"Iya nggak apa-apa." Jawab abang parkir itu santai. Dan akhirnya Amara pun meninggalkan motor pinjamannya yang sudah berada di luar garis parkir. Sementara kedua temannya masih setia menunggu di sana.
Namun ketika Amara sudah berada di dalam, ia mendengar suara dentuman keras dari arah luar dan terang saja hal itu menarik perhatian semua orang yang ada di sana.
"Eh ada kecelakaan di luar!" ucap seorang pengunjung mini market pada temannya, lantas berhambur keluar dengan wajah terlihat panik.
Mendengar kata kecelakaan membuat Amara secara spontan ikut berlari keluar dari sana. Padahal ia belum mendapatkan apa yang dicarinya.
Sampai di luar pandangan Amara langsung bersirobok dengan kerumunan orang-orang yang mengelilingi sebuah mobil. Pikirannya langsung teringat pada dua temannya yang semula berada tak jauh dari sana.
Pandangannya mengedar mencari dua sosok gadis itu, dan ia akhirnya menghela napas lega. Rupanya dua temannya itu tengah berjalan menghampirinya. Namun Amara merasa aneh sebab mereka datang dengan ekspresi wajah panik.
"Mar, motor yang kamu bawa ditabrak orang!" ucap keduanya langsung tanpa basa-basi.
"Apa!" Amara yang terkejut segera berlalu melewati kedua temannya untuk memeriksa kondisi motor itu.
Benar saja, motor matic berwarna merah itu sudah ambruk terkapar dengan kondisi kerusakan yang lumayan fatal. Dan tak jauh dari motor itu nampak mobil mewah berwarna merah muda tampak tergores akibat gesekan dengan motor pinjamannya.
Pintu mobil di bagian kemudi tampak terbuka, dan seorang gadis cantik mengenakan mini dress warna maroon keluar dari sana. Gadis itu langsung melihat bagian depan mobil mewahnya, dan langsung berang begitu melihat kondisinya.
"Mobil gue!" teriaknya itu histeris sembari mengusap goresannya. Pandangannya langsung terarah pada motor Amara dengan wajah memerah padam. "Motor siapa ini!" jerit gadis itu sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Amara mendesah pelan sebelum akhirnya melangkah maju dengan penuh keberanian.
"Motor aku." Amara menjawab dengan suara tegas.
Seketika pandangan semua orang tertuju pada Amara, tak terkecuali pemilik mobil itu.
"Oh, jadi ini motor lo!" bentaknya pada Amara. "Gue minta lo ganti rugi!" pintanya dengan suara yang meninggi.
"Nggak bisa gitu, dong! Bukannya justru kamu yang nabrak motor ini, Gladys. Terus kenapa harus aku yang ganti rugi?" protes Amara tak terima.
Dua teman Amara sontak terperangah mendengar Amara memanggil gadis itu dengan nama. "Kamu kenal dia, Mara?" tanya gadis yang bernama Hana itu kemudian dengan ekspresi wajah tak percaya.
"Iya. Dia pacar sahabat aku," jelas Amara yang sontak membuat dua temannya itu tercengang.
"Heh nggak usah sok kenal untuk menghindari ganti rugi, lo! Lagian, siapa elo. Males banget gue kenal sama perebut pacar orang kayak elo, ih amit-amit!" papar Gladys dengan ekspresi jijik.
Tak ingin menanggapi, Amara hanya mendesah pelan sambil menggelengkan kepala.
"Buruan sini duitnya!" tangan Gladys menadah dengan jemari yang bergerak-gerak, seolah-olah mengisyaratkan agar Amara memberikan apa yang ia minta. "Gue minta ganti rugi! Motor butut lo ini, udah menghalangi jalan gue! Jadi elo yang salah! Lo nggak lihat mobil gue yang mahal ini lecet akibat motor murahan lo itu!" teriaknya penuh penekanan.
"Aku nggak mau." Amara membantah tegas. Ia pun menatap Gladys tanpa berkedip.
Ya ampun mbak, situ yang salah kenapa situ yang minta ganti rugi si?! Aneh deh." Hana pun menimpali.
"Diam Lo!" bentak Gladys pada Hana dengan pandemi penuh peringatan. Lalu perhatiannya kembali pada Amara. "Oh, jadi kamu nggak mau?" Tersenyum sinis, gadis dengan kaca mata di atas kepala itu berjalan mendekati Amara. Ia bersedekap dada dan memindai tubuh gadis perawat itu dari kaki hingga ujung kepala.
"Oh, iya. Kamu, kan miskin. Jadi mana ada duit buat ganti rugi, ya nggak sih!" tutur Gladys pula dengan nada menyindir. Bibirnya pun menunjukkan seringai kemenangan tak terbantahkan. "Eh, kamu kan bisa minta duit sama cowok hasil rebutan kamu yang tajir itu--"
"Gladys!" potong Amara penuh kemarahan. "Sudah kukatakan berulang-ulang, aku dan Juan tidak ada hubungan apa-apa!"
"Cih! Siapa yang percaya!" sahut Gladys dengan nada menyangkal. Wanita bersurai pirang itu kemudian mengarahkan pandangan ke semua orang. "Oh ya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, perkenalkan ini Amara, dan dia ingin merebut pacar saya!"
"Gladys!"
"Apa! Nggak suka? Kalau gitu jangan gangguin pacar orang, dong!"
Tak bisa berkata-kata, Amara hanya bisa menundukkan kepala dan mengepalkan tangannya. Ia telah kehilangan muka di depan orang-orang yang ada di sana. Tidak akan ada orang yang membela perebut pacar orang meskipun yang Gladys katakan bukanlah kenyataan yang sebenarnya.
"Heh, nggak baca tuh tulisan di larang parkir sembarangan. Mau diciduk polisi?! Gue bisa laporin ya!"
Dan begitulah seterusnya. Gladys memang pintar berkilah. Amara yang tak mau urusan menjadi panjang akhirnya memilih jalan damai. Ia juga tak mau berurusan dengan gadis itu, karena pada akhirnya akan turut menyeret Juan masuk ke dalamnya.
Mengingat bahwa Gladys adalah kekasih Juan. Amara tak mau menghadapkan sahabatnya itu dalam dilema saat harus memilih antara membela kekasih atau sahabatnya.
Namun gilanya, kenapa dia harus menyanggupinya, padahal Amara sendiri tak memiliki tabungan yang cukup untuk ganti rugi. Terlebih Gladys mengklaim kerusakan mobilnya sebesar lima juta.
Belum lagi Amara juga harus mengganti kerugian kerusakan dari motor yang dipinjamnya itu. Entah keputusan macam apa ini, hanya karena tak ingin menyeret Juan ke dalam masalahnya, ia harus mengorbankan diri dalam persoalan pelik semacam ini.
Saat itu juga Amara bingung harus meminta bantuan pada siapa. Sebab selama ini hanya Juanlah satu-satunya orang yang selalu menolongnya. Laki-laki itu selalu datang di saat yang tepat, Juan selalu hadir dalam kesusahan Amara bak malaikat penolong saja.
Namun jelas berbeda dengan masalah yang sedang dialaminya saat ini, yang justru ingin Amara tutupi dari lelaki itu.
Dan Amara seperti mendapatkan oase di tengah gurun pasir saja saat Diana datang dan menawarkan bantuannya. Seniornya itu pun membantunya terbebas dari jerat hutang yang Amara rasa ini adalah sebuah jebakan.
Diana tak membebankan agar Amara secepatnya mengembalikan uang itu. Ia memberi senggang waktu sampai Amara benar-benar mampu untuk mengembalikannya.
"Huh nyesel deh tadi mbak nggak jadi ikutan sama kamu! Harusnya mbak bisa bantuin kamu dengan mengancam cewek itu menggunakan profesi suami mbak yang polisi andai Mbak jadi saksi! Ini benar-benar enggak adil buat kamu, kamu mengalah hanya karena urusan pribadi kamu! Kamu yang dirugikan disini, Mara!" geram Diana kesal.
"Sudahlah mbak, ini sudah jadi keputusan aku. Aku nggak apa-apa kok."
Diana hanya bisa menghela nafas dalam untuk menetralkan rasa sesak di dadanya. Amara yang di rugikan tapi kenapa justru dia yang merasa kesal.
Bersambung
kasih bonus dong 😘😘😘
😨😨