NovelToon NovelToon
Mythtopia, Creatures From The Six Realms

Mythtopia, Creatures From The Six Realms

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College
Popularitas:332
Nilai: 5
Nama Author: Fredyanto Wijaya

Kejadian pada masa lalu diramalkan akan kembali terjadi tidak lama lagi. Tuan kegelapan dari lautan terdalam merencanakan sesuatu. Enam sisi alam dunia mitologi sedang dalam bahaya besar. Dari seratus buku komik yang adalah gerbang penyebrangan antara dunia Mythopia dan dunia manusia tidak lagi banyak yang tersisa. Tapi dari sekian banyak kadidat, hanya satu yang paling berpeluang menyelamatkan Mythtopia dari ramalan akan kehancuran tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fredyanto Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3: Recurring Dream(Part 3)

Di ceknya... ada seseorang yang baru saja mengirim pesan kepadanya.

Entah dari siapa itu. Melody tidak mengenalnya dan bahkan nomor dan akunnya tidak terbaca. Tapi Melody tetap bisa melihat apa yang dikirimnya.

Pesan teks yang berisi...

"All Creatures Unite! Six World Must Be Protected. For The Mighty Icarus, And For Mythtopia !"

Orang asing itu juga mengirimi gambar kepadanya. Terlihat seperti sebuah buku komik dengan judul Mythtopia tertulis pada kover depannya. Seperti pada kalimat yang dikirimkannya.

"?!" Menurunkan alisnya bingung. Melody tidak paham apa maksudnya.

Tapi saking terlalu fokusnya pada pesan itu, Melody, sampai tidak peka terhadap sekitarnya. Karena ada yang sedang berjalan menghampirinya.

"Ini terakhir kalinya, Melody! Kau bisa ambil lagi ponsel mu ketika jam pelajaran kelas ku selesai!" Ujar Tuan Albert. Dia langsung merebut paksa ponsel miliknya itu dari tangannya dan di taruhnya di atas meja guru.

Melody hanya terdiam pasrah.

Kutu buku tapi hampir tidak permah fokus dalam pelajaran. Mungkin itu yang sedang dipikirkan oleh Tuan Albert saat itu. Padahal Melody hanya suka membaca dan bukannya berarti pintar dalam berbagai macam pelajaran. Dan dia adalah gadis yang mempedulikan penampilan.

Nyatanya... Dia menjadi salah satu dari lima gadis tercantik di sekolahnya. Tapi sayangnya Melody dianggap beban karena sifat pergaulannya.

Begitulah...

Sampai bel setelah tiga jam penuh kebosanan pun selesai, dan Melody sudah boleh mengambil ponsel miliknya yang tadi sebelumnya disita. Tapi karena ulahnya, yang lain juga harus ikut terkena masalah.

Mereka semua diminta untuk membersihkan halaman sekolah sebelum boleh pulang sekolah.

Setelah Tuan Albert berjalan keluar kelas, "Luar biasa sekali Melody! Bagus, dan terimakasih berkatmu!" Teresa langsung beranjak berdiri tegak dari bangkunya. Kaki belakangnya mendorong kursi mundur dengan kuat_ membuat Kaki kursi berdecit keras pada lantai seperti jeritan banshee. Dia kemudian pergi keluar meninggalkan kelas sambil terus menggumam tidak jelas.

Kebanyakan yang lain juga satu persatu langsung keluar dari kelas, tapi dengan tatapan mereka yang sempat mengarah pada Melody sambil lalu. Tatapan kesal tersirat di wajah mereka.

Melody sudah terbiasa dalam kondisi seperti itu. Dan lagi... Dia hanya menanggapinya santai dan tidak terlalu dipusingkan. Tapi Melody berharap tidak selamanya begitu.

Saat di kelas, para murid hanya menunggu waktu jam pelajaran usai. Tapi saat jam istirahat, mereka akan membentuk grub kecil dan berkumpul di sudut tempat terpisah. Di kafetaria, ruang kelas yang sepi untuk menyiapkan perangkap aksi prank, atau juga bermain beberapa jenis permainan olahraga. Sebagai contohnya permainan American Football yang tempatnya tersedia di lapangan belakang sekolah.

Sebagian juga ada yang membuang waktunya percuma dengan menunggu di depan tempat toilet sekolah yang tersedia di halaman luar sekolah. Biasa golongan grub yang suka membuat onar.

Mereka akan meminta uang bagi siapa saja yang ingin masuk ke dalam kamar mandi sana. Atau juga sekedar mengerjai yang lain dengan memberikan beberapa teka-teki menyebalkan ala troll penjaga jembatan.

Preman sekolah yang menjengkelkan!

Beberapa murid yang lain terutama yang adik kelas rela untuk berusaha menahan rasa buang air kecil mereka, atau juga terpaksa menggunakan toilet menyeramkan yang berada di dalam sekolah. Lebih tepatnya yang berada di sudut ruang atau ujung lorong yang jarang sekali dilalui penghuni sekolah.

Dan seperti yang sudah dikatakan sebelumnya... Melody lebih memilih menyendiri di ruang perpustakaan.

Di jam istirahat, Melody biasa pergi ke perpustakaan. Menghabiskan waktu untuk membaca_ apapun yang dianggapnya menarik. Tapi bukan itu tujuan utamanya kali ini. Dia mengajak Abigail bersamanya untuk menunjukan kiriman pesan misterius yang membuatnya terkena masalah tadi.

Abigail akan menyusulnya. Dia lebih dulu mengambil laptop dari loker miliknya. Hampir tidak pernah pergi tanpa membawa benda yang paling diandalkan dalam hidupnya. Tapi dia harus diam-diam. Kali itu tidak mudah baginya berjalan di tengah lorong. Jelas sekali, itu karena pengumuman langsung dari Delphine, si ketua OSIS dan juga sekaligus menjadi ketua kelas setingkat dengan Melody.

Tapi dia menempati ruang kelas kedua dari tiga ruang kelas untuk pelajar tingkat sepuluh.

Jadi dia berada di kelas berbeda saat pelajaran berlangsung tadi.

"Hyuh! Hampir saja!" Abigail baru tiba di perpustakaan. Menutup pintu rapat dari dalam.

"Baiklah... Jadi apa yang mau kau katakan kepadaku?" Melangkah menghampiri meja yang ditempati Melody.

"Pesan ini!" Menunjukan isi pesannya. Menghadapkan layar ponsel kepada Abigail yang baru saja menaruh laptop miliknya di atas meja. Dan Abigail mengambil ponsel dari tangan Melody.

Menarik kursi duduk di sebelah Melody... Matanya fokus.

"Aku juga tidak mengerti," Ucapnya. Abigail sama sekali tidak paham apa maksud dari pesannya. Tapi Abigail berusaha mencari tahu gambar yang ada bersama teks pesan yang ada di ponsel Melody itu.

Mencarinya dengan Laptop miliknya.

"Tunggu sebentar... Aha! Ini dia!" Abigail akhirnya menemukan sesuatu. Hanya satu hasil dari penelusurannya di internet.

Abigail sedikit memutar laptopnya menghadap Melody, dan Melody ikut memperhatikan. Itu gambar juga beserta info lengkap dari buku komik yang serupa seperti yang dikirim bersama pesan misterius itu. Mythtopia.

Tertulis pada satu-satunya situs web yang menyinggung buku tersebut... Kalau buku itu hanya diproduksi seratus jumlahnya. Menjadikannya buku langkah dan tidak sembarangan orang dapat memilikinya.

Dan tertulis di sana... Kalau buku itu bukanlah buku biasa. Si pembuat situs web juga mengatakan ada dunia lain yang tersembunyi di dalamnya. Dunia penuh makhluk-makhluk mitologi ajaib. Dari yang mengagumkan... sampai yang golongan mengerikan.

Orang itu mengaku pernah ke sana. Dan dia juga sedang mencari buku lain yang serupa. Tapi orang-orang yang berkomentar di kolom komentar tidak percaya dan menganggapnya gila.

Melody memang tertarik dengan yang berbau cerita fiksi atau fantasy negeri dongeng. Tapi dia hanya sekedar menyukai dan bukannya percaya. Dan mungkin orang pembuat situs web itu memang gila.

Tidak mungkin ada yang semacam itu.

"Apa mungkin orang ini yang mengirim pesan kepadamu?!" Abigail hanya mengira. Tapi tidak yakin. Lagipula bagaimana orang itu tau atau mengenal Melody.

"Aku tidak yakin dengan itu," Sahut Melody. Abigail kembali menutup laptopnya.

"DRAAP...," Suara derap pintu besar perpustakaan terbuka. Mendengarnya... Abigail sontak langsung bergegas bersembunyi dibalik meja. Tapi dia menyembulkan intip sedikit kepalanya untuk mengecek siapa yang datang.

Mengira itu Delphine tapi ternyata bukan. Itu hanya Theo_ yang disebut Melody sebagai si jenius bermata empat.

"Oh, ternyata hanya kau," Tatapannya berubah datar. Abigail merinding untuk sesaat. Kembali keluar dari persembunyiannya.

"Sepertinya ada seseorang yang sedang diincar," Ucapnya sambil melangkah ke arah meja yang ditempati Melody dan Abigail. "Delphine tadi bertanya kepadaku dimana Kau!"

"Dan kau jawab apa?!" Abigail fokus dengan jantungnya yang berdebar.

"Aku menjawab aku tidak tahu," Jawabnya. Membuat Abigail menurunkan bahu lega. "Fiuh! Baguslah!"

"...Dan... aku juga bilang... Hey! Coba periksa di perpustakaan. Mungkin dia ada di sana! Dan dia bilang kepadaku, Oh! terimakasih sayang!" Lanjut kalimat dari Theo.

"Apa?!!" Respon melonjak si Melody dan Abigail bersamaan. Tapi keduanya merespon dalam arti yang berbeda.

Abigail terkejut karena Theo benar-benar membongkar tempat persembunyiannya. Sedangkan Melody terkejut karena Delphine menyebut Theo dengan sebutan sayang?!

Dan tak lama setelah Theo baru saja mengatakan itu...

...DRAAP!...

Terdengar suara pintu perpustakaan lagi.

Mereka bertiga sontak serentak menoleh pada arah pintu. Dan dari kejauhan... ada kepala mengintip miring dari sela sebelah pintu yang terbuka sebagian.

Dan ternyata kali Itu sungguh Delphine. Ekspresinya langsung berubah ketika melihat keberadaan Abigail di sana. Tersenyum miring dengan tatapan menyipit tajam.

"Disitu kau rupanya!" Serunya. Dia memiliki gaya penampilan rambut panjang bergelombang dengan sedikit warna cat merah maroon.

"Abigail... Aku dataaang!" Delphine lalu menerobos masuk. Berjalan cepat kearah keberadaan Abigail sambil memainkan gunting itu lagi.

Chap Chap!... Chap Chap!...

Ketahuan... Abigail lagi-lagi menjerit kencang. Terjadilah aksi kejar-kejaran seperti kucing dan tikus. Mereka berlarian di antara lorong barisan rak-rak buku. Untung saja si pengawas perpustakaan sedang tidak ada disana. Kalau tidak, mereka pasti akan dihukum tidak boleh meminjam apapun buku dari perpustakaan selama satu semester.

"Kau tidak bisa lari dariku Abigail! Rambutmu miliku!" Serunya sambil tak henti mengejar dan memainkan gunting.

Melody melipat kedua tangan di depan dadanya sambil menggeleng. Samar tersenyum miring di bibirnya. Sedangkan Theo tertawa lepas sambil memperhatikan Abigail terus dikejar oleh Delphine. Dia sepertinya benar-benar menikmati kesialan Abigail.

"Sampai bertemu lagi di kelas ya Melody!" Selip Abigail cepat, sambil mengambil kembali laptopnya dari atas meja dan lekas lanjut berlari menjauh keluar dari ruang perpustakaan. Dan Delphine menyusulnya keluar.

Duduk di tempat kursi yang tadi ditempati Abigail "Aku beruntung terlahir sebagai laki-laki!" Theo menyenderkan punggungnya, sambil menyantaikan kedua tangan di belakang kepalanya.

"Memangnya kenapa?!"! Melody menoleh. Pandangannya fokus.

"Dengan begitu aku tidak akan berurusan dengan gadis seperti Delphine," Jawab Theo terlalu pede.

"Sebaiklah kau lebih hati-hati dengan perkataanmu! Biasanya jika kita terlalu membandingkan dan menyindir kehidupan orang lain dengan milik kita, itu akan berbalik," Jelas Melody memperingatkannya.

"Puff!" Melepas nafas masa bodo. Theo tetap santai dan tidak memikirkan ke arah situ.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!