Lima tahun lalu, Liliane Lakovelli kehilangan segalanya ketika Kian Marchetti—pria yang dicintainya—menembak mati ayahnya. Dikhianati, ia melarikan diri ke Jepang, mengganti identitas, dan diam-diam membesarkan putra mereka, Kin.
Kini, takdir mempertemukan mereka kembali. Kian tak menyadari bahwa wanita di balik restoran Italia yang menarik perhatiannya adalah Liliane. Namun, pertemuan mereka bukan hanya tentang cinta yang tersisa, tetapi juga dendam dan rahasia kelam yang belum terungkap.
Saat kebenaran terkuak, masa lalu menuntut balas. Di antara cinta dan bahaya, Kian dan Liliane harus memilih: saling menghancurkan atau bertahan bersama dalam permainan yang bisa membinasakan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caesarikai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Negosiasi
Setelah mengakuisisi Titanium Industries milik keluarga Lakovelli sebelumnya, Kian berniat akan memperluas jaringannya melalui kemitraan dengan perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan teknologi di Jepang.
Hoshikawa Tech Group merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan teknologi seperti AI, keamanan siber dan robotik militer milik keluarga Kaneshiro. Kaneshiro secara resmi membantu pemerintah Jepang dalam keamanan siber dan robotik militer, hal itulah yang membuat keluarga Kaneshiro sangat disegani di Jepang. Dan ini tentunya akan sangat menguntungkan bagi Kian sendiri apabila berhasil bekerjasama dengannya.
Dalam sebuah ruang pertemuan eksklusif di Hoshikawa Tower, dikelilingi jendela kaca besar yang memperlihatkan gemerlap kota. Takeshi Kaneshiro duduk di belakang meja kayu mahoni yang mewah, dengan secangkir teh hijau di hadapannya. Kian, berpakaian elegan dengan setelan hitam khas old money Italia, duduk di kursi seberangnya. Mereka saling menatap dengan ketegangan yang terselubung.
"Kian Marchetti... nama besar yang kini menggenggam salah satu bisnis industri terbesar di Italia. Aku sudah lama mendengar tentangmu." Ucap Takeshi dengan nada tenang.
Kian tersenyum tipis. "Sebuah kehormatan mengetahui bahwa Tuan Kaneshiro juga mengenalku. Dunia bisnis memang kecil, bukan?"
Takeshi menyesap tehnya perlahan. "Dunia bisnis... atau dunia yang lain?"
Kian menaikkan alisnya. Nadanya tetap terdengar tenang, meski dirinya tak mengerti arah pembicaraan Takeshi. "Aku di sini murni untuk urusan bisnis, Tuan Kaneshiro. Aku ingin membahas kemungkinan kerja sama antara Hoshikawa Tech Group dengan Titanium Industries."
Takeshi meletakkan cangkirnya, menatap Kian dengan tajam. "Kerja sama atau akuisisi? Karena aku tahu, sesuatu yang masuk dalam genggaman Marchetti jarang bisa lepas begitu saja."
Kian tertawa kecil. "Aku lebih suka menyebutnya simbiosis. Kita sama-sama memiliki sesuatu yang saling melengkapi."
Helaan napas terdengar, Takeshi menyandarkan diri ke kursinya. "Kau mengambil sesuatu yang dulunya milik seseorang yang kukenal... John Lakovelli."
Wajah Kian mendadak dingin, ia menatap Takeshi dengan tajam. "Aku hanya mengambil kembali apa yang sudah menjadi hakku."
Takeshi tersenyum samar, namun matanya berkilat tajam. "Kau begitu yakin bahwa itu hakmu?"
Kian mengatupkan jemarinya di atas meja. "Aku yakin bahwa John bukan pria suci. Sama seperti aku yakin bahwa dunia ini penuh tipu daya. Aku hanya memastikan warisannya tidak jatuh ke tangan yang salah."
Takeshi mengangguk pelan, lalu berkata dengan nada rendah tetapi mengancam. "Lalu... apa yang membuatmu berpikir bahwa aku akan menyerahkan bagian dari kerajaanku kepadamu, Marchetti muda?"
Kian tersenyum tipis, dari wajahnya terlihat penuh percaya diri. "Karena aku bisa menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditawarkan oleh siapa pun di Eropa. Koneksi, kekuatan, dan tentu saja... perlindungan."
Suara tawa terdengar dari Takeshi, suaranya dalam dan mengintimidasi. "Perlindungan? Dari siapa? Aku sudah bertahan lebih lama daripada yang kau bayangkan, anak muda."
Takeshi mengamati ekspresi Kian, lalu berbicara dengan nada yang lebih lembut tapi menusuk. "Aku ingin tahu, Kian. Apa yang sebenarnya kau cari di sini? Bisnis... atau sesuatu yang lebih personal?"
Meskipun sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi Kian tetap mempertahankan ekspresi netral. "Aku selalu memisahkan urusan pribadi dan bisnis, Tuan Kaneshiro."
Takeshi menyeringai, lalu menyodorkan sebuah dokumen tipis di atas meja. "Kalau begitu, tandatangani ini. Kita akan lihat sejauh mana keseriusanmu."
Kian mengambil dokumen itu, membaca sekilas, lalu mengangkat pandangannya kembali ke Takeshi. "Syarat yang cukup menarik... atau lebih tepatnya, jebakan?"
Senyum tipis tersungging pada bibir Takeshi. "Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau bisa melangkah sebelum kau mulai mempertanyakan siapa sebenarnya yang sedang kau hadapi."
Setelah menandatangani, Kian menutup dokumen itu dengan pelan, menatap langsung ke mata Takeshi. "Aku tidak takut menghadapi siapa pun. Tapi aku tidak suka bermain dalam kegelapan tanpa mengetahui aturan permainannya."
Mendengar itu, Takeshi pun tertawa pelan, lalu menatap Kian dengan intensitas tajam. "Kalau begitu, selamat datang di meja perundingan, Kian Marchetti. Mari kita lihat apakah kau cukup kuat untuk bermain dalam permainanku."
Walaupun negosiasi itu tak berjalan mulus, tetapi pada akhirnya Kian dapat mencapai kesepakatan bersama Kaneshiro Takeshi. Setelah pertemuan itu selesai, Kian berbalik dan berjalan keluar ruang pertemuan. Saat dia melewati lorong menuju lift, sesuatu menarik perhatiannya—seorang anak laki-laki dengan rambut brunette. Bocah itu sedang berbincang dengan salah satu pegawai Takeshi, mereka tampak akrab dan dekat.
Kian bergumam lirih. "Kin?"
Benar, anak itu adalah Kin. Kian juga merasa heran dengan keberadaan anak laki-laki itu di Hoshikawa Tower, terlebih lagi ini di area khusus dimana hanya orang-orang tertentu yang memiliki akses ke lantai ini. Namun, Kin terlihat nyaman di sini, seolah tempat ini bukan hal asing baginya.
Saat hendak menghampiri Kin, tiba-tiba saja Ashley datang dan membisikkan sesuatu pada Kian. Mereka pun segera pergi dari Hoshikawa Tower.
Sementara itu, dari balik ruangan kaca, Takeshi mengamati semua itu dalam diam, matanya penuh kewaspadaan. Pada akhirnya Kian mengetahui keberadaan cicitnya meski tidak mengenal dalam arti tertentu.
Takeshi menghela napasnya, kemudian dia mengangkat gawai genggamnya yang sebelumnya bergetar. Ada panggilan suara dari cucunya, Liliane.
"Halo, Yuri! Ada apa?"
"Kin masih di sini, Ryuu yang mengantarnya tadi."
"Kemarilah. Hati-hati di perjalanan."[]
***
seruny......
nyesel klo g baca karya ini