Pelabuhan Cinta Sang Pangeran Es
"Ini adik Gayen?"
Galen yang menginjak usia tiga tahun terlihat menggemaskan. Tubuhnya masih sangat bulat. Matanya yang bulat, berbinar indah. Ekspresinya begitu menggemakan saat pertama kali melihat Arabella.
"Nama adik Gayen ciapa, Mama?" tanya Galen.
"Arabella, Sayang," jawab Aluna lembut.
"Ayabeya?" Galen mengulang perkataan Aluna.
"Arabella, Galen."
"Iya, Mama. Ayabeya."
Semua orang yang ada di tempat itu tertawa mendengar celotehan Galen. Memang anak itu bicaranya masih cadel.
"Sini, Sayang. Biarin Arabella bobo." Elgar duduk di sofa, menyuruh Galen untuk mendekat.
Tidak membantah, Galen berlari ke dekat Elgar, lantas Elgar mengangkat tubuh Galen, mendudukkan putranya di atas pangkuannya.
"Galen senang punya adik?" tanya Arleta tangannya terulur mengusap kepala Galen.
"Cengang, Oma. Gayen cengang punya adik cantik kaya Ayabeya," jawab Galen polos.
"Nanti kalau Galen sudah besar, jagain adenya ya," pinta Aluna pada putranya.
"Otey, Mama," seru Galen.
"Anak Mama memang paling pinter," puji Galen.
"Mama," panggil Galen.
"Iya, Sayang," sahut Aluna.
"Gayen boleh minta cucu?"
Aluna terkekeh begitu juga yang lainnya.
Galen lantas turun dari pangkuan Elgar, lantas melompat-lompat di ruangan rawat VVIP itu.
"Hoye, Gayen punya adik. Hoyee," seru Galen sambil melompat-lompat membuat semua orang tertawa.
Bayi perempuan yang ada di box bayi tiba-tiba menangis membuat tawa mereka berhenti. Juga fokus semua orang teralihkan.
Galen berlari ke dekat box bayi melihat adiknya menangis. "Sssttt, jangan belicik!"
Semua orang kembali dibuat tertawa oleh tingkah menggemaskan Galen.
Hingga empat belas tahun berlalu begitu cepat, anak kecil gendut yang sangat menggemaskan itu telah berubah. Usianya sudah hampir delapan belas tahun. Galen tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan, mewarisi ketampanan dari Elgar, ayahnya. Sorot matanya begitu tajam, hingga mampu membuat musuh-musuhnya menunduk. Tubuhnya tinggi dan tetap, otot-otot tubuhnya terbentuk dengan sempurna. Tidak salah tempat tinggalnya memiliki fasilitas gym pribadi, Galen memanfaatkan tempat itu dengan sangat baik.
Di usianya itu Galen sudah memiliki perasaan terhadap lawan jenis. Ia menyukai seorang gadis bernama Safira Nadira. Anak sahabat dari kedua orang tuanya. Tumbuh dari kecil membuat rasa cinta itu tumbuh dalam diri Galen, tetapi tidak dengan Safira. Perempuan itu menganggap hubungan mereka hanya sebatas kakak beradik. Padahal usia mereka hanya terpaut beberapa bulan saja.
Safira tahu perasaan Galen padanya? Jawabannya, Iya. Safira tahu, tetapi Safira memilih laki-laki lain. Seorang siswa dari sekolah lain.
-
-
Saat jam istirahat, Galen memilih ke rooftop, bisa dibilang tempat itu menjadi tempat favorit dirinya dan juga tiga temannya, Zayn, Alden, dan Sam.
Galen berdiri di dekat pembatas rooftop sekolahnya. Jangan ditanya bagaimana penampilannya, jauh dari kata rapih. Dua kancing atas seragam Galen sudah terbuka, jas sekolah dan dasinya entah ke mana. Di jarinya juga terselip satu batang ber nikotin yang menyala. Sekolahnya memperbolehkan siswanya merokok?
Jelas tidak!
Mereka sembunyi-sembunyi. Tetapi jika ada teman sekolah yang melihatnya pun mereka tidak akan berani menegur. Jika ketahuan oleh guru maupun kepala sekolah, mereka hanya akan mengatakan 'iya' dan besoknya mereka ulangi lagi.
"Sial!" Galen mengumpat dalam hati, manakala mata elangnya menangkap sosok Safira di bawah sana.
Sedang apa perempuan itu. Dia bukan lagi siswa di Astrea Highschool. Dia sudah lulus.
Mata elangnya menangkap tajam pria yang baru saja berlari menyusul Safira. Jangan ditanya seberapa gelap aura Galen saat itu.
Galen menghisap rokoknya dalam-dalam, sebelum mengepulkan asap rokok yang terbang bersama kemarahannya. Ia kembali dibuat frustrasi oleh keberadaan Safira. Padahal dirinya sudah bersusah-payah untuk bisa melupakan juga menghindari gadis itu.
Diamnya Galen memancing rasa ingin tahu salah satu temannya. Temannya bernama Zayn mendekat ke arahnya.
"Liatin apa sih?" Zayn merasa penasaran dengan apa yang dilihat oleh Galen, hingga membuat sahabatnya itu tidak bergeming. Pertanyaan Zayn terjawab dengan sendirinya ketika melihat Safira sedang berjalan di bawah sana. Zayn melipat bibir untuk menahan tawanya.
"Cantik ya dia," puji Zayn yang langsung mendapatkan tatapan horor dari Galen, membuat Zayn meringis. "Tapi sayangnya, tipe dia itu bukan kaya kamu yang berandalan. Tipe dia tuh kaya itu." Zayn menunjuk seorang laki-laki seumuran dengan mereka, yang berjalan di samping Safira. "Anak pinter, meskipun kamu juga pinter bahkan lebih pinter, tapi tuh anak kalem."
Ya Safira memilih seorang siswa dari sekolah lain. Mereka bertemu di acara olimpiade. Namanya Evan. Sikap Galen dan Evan memang sangat bertolak belakang.
Keduanya masih fokus memerhatikan Safira dan Evan di bawah sana. Marah itu jelas, tetapi Galen memilih untuk biasa saja, meskipun ekspresi wajahnya menunjukkan ada rasa tidak rela, juga kemarahan. Terlihat dengan jelas amarahnya bagai bom waktu yang bisa meledak kapan pun.
"Mau berhenti? Tidak ingin dikejar atau direbut gitu?" tanya Zayn terkesan sedang mengejek Galen.
Zayn tidak mendapatkan jawaban, justru ia mendapatkan tatapan yang begitu tajam dari Galen.
"Sorry, aku pergi saja." Zayn memilih menjauh dari mara bahaya. Tapi kembali berhenti dan berbalik menghadap Galen. "Masih banyak gadis diluaran sana. Jangan gara-gara ditolak satu gadis, dunia kamu seakan berhenti."
Zayn adalah satu-satunya teman yang tahu akan perasaan Galen pada Safira, tetapi ia juga tahu bagaimana Galen. Dia bukan tipe pemaksa. Jika Safira lebih memilih Evan maka itu yang akan terjadi.
"Shut up!" hardik Galen membuat Zayn terkekeh geli.
BRAK
Pintu rooftop terbuka, memunculkan Safira dan Evan dari baliknya.
"Anj*ng!" umpat Sam yang terkejut karena pintu rooftop terbuka dengan keras bahkan minuman di tangannya sampai tumpah.
Semua orang menoleh ke arah pintu, terkecuali Galen. Tanpa melihat, Galen tahu yang baru datang itu Safira. Semilir angin memberitahu lewat aroma parfum yang biasa Safira pakai.
"Pergi! Aku mau bicara sama Galen, berdua!" tekan Safira.
Tidak membantah ataupun berkomentar, Zayn, Alden, dan Sam pergi dari rooftop.
"Safira bilang berdua. Kamu gak mau jadi setan, 'kan?" Tanpa meminta izin lebih dulu, Zayn juga menarik Evan pergi dari tempat itu.
"Galen—"
"Cepet bicara! Jangan basa-basi!" Galen menukas ujaran Safira.
"Galen!" Safira menarik lengan Galen, memaksa laki-laki itu melihat ke arahnya.
"Apa?"
"Kamu kenapa? Telepon aku gak kamu angkat, chat aku gak kamu bales?" tegur Safira.
"Itu yang kamu mau, 'kan," ucap Galen. "Kamu yang suruh aku untuk lupain perasaan aku ke kamu."
"Tapi gak begini caranya?" ucap Safira.
"Terus bagaimana?" tanya Galen marah membuat Safira bungkam seketika.
Galen memilih untuk pergi, tetapi kembali terhenti kerena ucapan Safira.
"Aku besok ke berangkat ke Paris. Aku mau lanjut study di sana," ucap Safira.
Galen berbalik, "Ya sudah pergi saja. Itu mau kamu dari dulu, 'kan?"
Tidak ada kata apapun yang Galen ucapkan. Ia langsung pergi dari rooftop, meninggalkan Safira begitu saja. Tidak peduli, itu yang Galen lakukan agar perasaannya terhadap Safira cepat hilang.
Galen berniat kembali ke kelasnya, tetapi di tengah jalan langkahnya terhenti karena seseorang menabrak tubuhnya. Tubuhnya yang tegap tidak bergeser sedikitpun. Justru orang yang menabraknya terjatuh ke lantai.
"Aww!" pekik orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments