Caca, seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di London, terpaksa bekerja sebagai pengasuh anak CEO kaya, Logan Pattinson, untuk mencukupi biaya hidup yang mahal. Seiring waktu, kedekatannya dengan Logan dan anaknya, Ray, membawa Caca ke pusat perhatian publik lewat TikTok. Namun, kisah cinta mereka terancam oleh gosip, kecemburuan, dan manipulasi dari wanita yang ingin merebut Logan. Ketika dunia mereka dihancurkan oleh rumor, Caca dan Logan harus bertahan bersama, menavigasi cinta dan tantangan hidup yang tak terduga. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengalahkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah surrey
...Jangan lupa klik like dan komentar ya teman-teman! Mohon dukungannya untuk cerita ini! Terimakasih banyak semua! ❤️❤️...
...****************...
Sudah seminggu berlalu sejak perjalanan Caca ke Surrey, tetapi kenangan itu masih segar di ingatannya. Ia mengingat detil demi detil perjalanan mereka, mulai dari jalanan yang membentang panjang hingga lanskap Surrey yang menawan. Perjalanan itu seakan menghidupkan kembali impiannya semasa kecil—impian yang tak pernah ia duga akan menjadi kenyataan. Udara London semakin dingin seiring dengan mendekatnya akhir November. Menurut prakiraan cuaca, salju pertama diperkirakan akan turun dalam beberapa hari ke depan. Perasaan antusias seperti anak kecil selalu memenuhi hati Caca setiap kali ia membayangkan salju. Sejak tinggal di London, menikmati salju adalah salah satu keajaiban yang ia syukuri setiap tahunnya.
Namun, setelah perjalanan itu, hidup kembali ke rutinitas seperti biasa. Hari-hari berlalu tanpa kejadian besar, kecuali sahabatnya, Yeji, yang tampak lebih bersemangat dari biasanya. Yeji terus membombardir Caca dengan pertanyaan-pertanyaan tak berujung, terutama tentang perjalanan ke Surrey dan—tentu saja—Logan Pattinson.
“Apa yang kau lakukan di Surrey dengan Logan Pattinson? Ceritakan lagi!” seru Yeji dengan mata berbinar, seperti anak kecil yang menunggu cerita dongeng.
Caca menghela napas pendek sambil tersenyum kecil. Ia sudah menceritakan semua detil perjalanan itu berkali-kali, tapi Yeji selalu menemukan cara untuk menggali lebih banyak.
“Logan tidak ada hubungannya dengan perjalanan itu, Yeji,” jawab Caca dengan nada tegas, meski rona merah di pipinya sedikit mengkhianati.
“Tentu saja ada!” balas Yeji dengan semangat. “Dia mengantarmu, kan? Dan dengan Rolls-Royce pula! Semua orang di asrama iri setengah mati!”
Caca terkekeh mengingat betapa hebohnya suasana di asrama ketika ia kembali dari perjalanan. Rolls-Royce hitam berkilau milik Logan memang mencuri perhatian, membuat penghuni asrama berbisik-bisik penuh rasa penasaran. Siapa yang bisa santai diantar mobil seperti itu? pikirnya. Tapi setelah hari itu, Logan sulit ditemui. Kesibukannya menelan seluruh waktunya, dan Caca harus mengakui bahwa ia sedikit merindukan kehadirannya.
Ketika Caca mulai melamun, Yeji kembali memancing dengan pertanyaan yang lebih berani.
“Apa ada perkembangan, soal kau dan Tuan Pattinson?” tanyanya, sambil menyengir nakal.
Caca langsung memalingkan wajah. “Yeji, berhenti membuat gosip aneh!” katanya kesal. “Gara-gara kau, aku jadi takut melihat Tuan Pattinson.”
Yeji memiringkan kepala, pura-pura bingung. “Kenapa takut? Kau takut jatuh cinta, ya?” godanya.
“Yeji!” teriak Caca sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.
Yeji tertawa keras, puas melihat sahabatnya kebingungan. “Astaga, kau ini lucu sekali. Kalau Tuan Pattinson menyukaimu, aku tidak akan heran sama sekali. Kau benar-benar menggemaskan!”
Caca mendesah panjang. Sejujurnya, ada benarnya apa yang dikatakan Yeji. Perasaan aneh itu memang mulai tumbuh di hatinya sejak perjalanan ke Surrey. Bagaimana mungkin ia tidak terpengaruh? Logan selalu bersikap tenang, karismatik, dan—jujur saja—terlalu menawan. Namun, Caca merasa tidak layak membiarkan perasaannya berkembang lebih jauh.
“Logan hanya bosku, Yeji. Itu saja,” ujar Caca setengah meyakinkan dirinya sendiri.
Yeji mengangkat alis, menatap Caca dengan pandangan penuh makna. “Tentu saja. Bos yang mengantarmu ke asrama dengan Rolls-Royce pribadi. Ya, masuk akal sekali,” katanya sarkastik sambil terkekeh.
Caca menggelengkan kepala sambil menahan tawa. Ia tahu percakapan ini tidak akan berakhir, terutama dengan Yeji yang selalu penuh rasa ingin tahu. Meski begitu, ia harus mengakui bahwa ada sesuatu tentang Logan yang membuat hatinya berdebar.
Malam itu, saat angin dingin berhembus membawa aroma musim dingin yang khas, Caca berdiri di depan jendela asramanya. Di luar, lampu jalanan bersinar redup, memantulkan suasana khas London di penghujung November. Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan pikirannya mengembara.
Mungkinkah perasaannya pada Logan adalah awal dari sesuatu yang lebih? Atau hanya ilusi kecil yang muncul di tengah kesibukan hidupnya? Ia tidak tahu pasti. Tapi satu hal yang ia yakini, musim dingin ini akan menjadi salah satu musim yang paling ia ingat seumur hidup.
-
Logan menatap layar ponselnya dengan pandangan kosong yang perlahan berubah hangat. Di sana terpampang foto dirinya bersama Caca dan Ray, putranya dan seorang pengasuh yang diam-diam memberi warna baru dalam kehidupannya. Wajahnya yang biasanya dingin terlihat melunak saat melihat senyum lebar mereka bertiga, seperti potret sebuah keluarga kecil yang harmonis.
Senyum itu, tanpa disadari, membawa hatinya kembali pada kenangan di Surrey. Perjalanan sederhana yang tidak ia duga akan mengubah dirinya. Logan, yang selalu hidup dalam bayang-bayang duka, menemukan sesuatu yang berbeda dalam diri Caca—kesederhanaannya, kepolosannya, dan caranya memandang dunia dengan lensa kameranya. Gadis itu tidak hanya mengisi waktu Logan, tapi juga hatinya tanpa ia sadari.
Dia rindu. Seminggu tanpa bertemu membuat dadanya terasa kosong. Tangannya tergerak untuk membuka aplikasi TikTok, ingin melihat video-video konyol Caca yang telah diceritakannya. Tapi saat ia mencari aplikasi itu di ponselnya, Logan baru sadar: ia bahkan belum memasangnya. Senyuman kecil muncul di wajahnya.
Tanpa ragu, ia segera mengunduh aplikasi itu. Saat akun TikTok-nya selesai dibuat, jemarinya langsung mengetik nama akun yang disebutkan Caca sebelumnya. Namun, sebelum ia berhasil menemukannya, pintu ruangannya terbuka lebar.
“Pak, ada tamu,” suara Megan, sekretarisnya, terdengar tegas namun dengan sedikit nada ragu. Wajahnya terlihat menegang, seperti tahu bahwa kedatangannya akan mengganggu Logan.
Logan mengerutkan kening. “Siapa?”
Megan menelan ludah. “Nona Anastasia Johnson,” ucapnya pelan, dengan nada meminta maaf. Sebelum Logan bisa merespons, suara nyaring menyusul masuk ke ruangannya.
“Logan!” seru Anastasia dengan nada ceria yang terkesan dibuat-buat.
Logan menutup matanya sejenak, menarik napas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Hari ini benar-benar bukan hari yang tepat. Ketika ia membuka matanya lagi, Anastasia sudah berdiri di hadapannya, mengenakan gaun merah ketat dengan potongan dada rendah. Sorot matanya berbinar penuh percaya diri, seperti yakin kedatangannya akan membawa perubahan dalam hidup Logan.
“Aku baru kembali dari Lancaster,” katanya sambil tersenyum centil. “Dan aku baru ingat, minggu lalu itu peringatan kematian Diana.”
Nama itu—Diana. Sejenak, ruangan terasa lebih dingin. Kenangan akan mendiang istrinya yang hangat dan penuh kasih kembali menghantam dirinya. Namun, ia tidak menunjukkan emosi apa pun di hadapan Anastasia. Baginya, wanita ini hanya pengganggu yang tidak diinginkan, seseorang yang terlalu sering muncul tanpa alasan jelas.
“Kudengar kau pergi ke Surrey,” Anastasia memulai lagi, mencoba menggali informasi. “Dengan pengasuh baru, ya?”
Logan menatapnya datar, matanya yang tajam menancap pada Anastasia. “Itu perjalanan pribadi,” jawabnya singkat, nada suaranya dingin.
Namun, Anastasia tidak menyerah. Dia mendekat, duduk di atas meja Logan dengan gerakan yang disengaja untuk memamerkan lekuk tubuhnya. “Yah, aku tentu tahu. Maaf, aku tak bisa menemanimu. Tapi kau tahu, aku selalu ada untukmu.”
Logan hanya diam, tidak tergerak sedikit pun oleh sikap menggoda Anastasia. Pikirannya melayang kembali ke Caca—gadis yang polos dan ceria, yang senyumnya tidak pernah dibuat-buat. Perjalanan ke Surrey mengingatkan Logan pada keindahan sederhana dalam hidup, sesuatu yang tidak pernah ia temukan dalam kemewahan atau hubungan yang rumit seperti ini.
Sebuah senyum kecil kembali muncul di wajah Logan, kenangan akan tawa Caca memenuhi pikirannya. Anastasia, yang tidak melewatkan perubahan ekspresi itu, mengerutkan alisnya. “Kau tersenyum?” tanyanya, nada suaranya bercampur antara penasaran dan cemburu.
Logan segera menghapus senyumnya, menyadari kesalahan kecil itu. Ia berdiri, mengambil dokumen-dokumen di mejanya, dan mengenakan jasnya. “Kau pergilah. Aku ada rapat,” katanya dingin, tanpa sedikit pun menoleh ke Anastasia.
Anastasia berdiri kaku, menatap Logan dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada api cemburu yang menyala di dalam dirinya, menciptakan kabut gelap di pikirannya. Gadis pengasuh itu, Calista Ruby, Anastasia tahu satu hal pasti: dia tidak akan membiarkan dirinya kalah.
Sementara Logan meninggalkan ruangan, pikirannya tetap terfokus pada satu nama—Calista Ruby. Dia tahu bahwa kehadirannya telah membawa warna baru dalam hidupnya, sesuatu yang bahkan Diana mungkin akan setujui. Tapi apakah ia cukup berani untuk mengakuinya? Hanya waktu yang akan menjawab.
Dan di belakangnya, Anastasia berdiri sendiri, cemburu dan penuh rencana. Suasana kantor terasa seperti medan perang kecil, di mana cinta, dendam, dan rahasia saling bersaing untuk menguasai hati semua orang yang terlibat.
Logan melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah cepat, berharap suasana segar di luar dapat menghapus sisa ketegangan yang ditinggalkan Anastasia. Namun, pikirannya tetap penuh dengan bayangan Caca—suara tawanya, caranya memiringkan kepala saat ia sedang memotret sesuatu, bahkan ekspresi seriusnya yang langka ketika ia bercerita tentang mimpinya.
Logan tidak bisa mengelak lagi. Kehadiran Caca telah mengisi celah kosong dalam dirinya yang selama ini ia pikir tidak akan pernah terisi. Tapi bagaimana ia bisa mengungkapkan semua ini? Sosok dingin seperti dirinya, yang terbiasa dengan kesendirian dan jarak, tidak pernah tahu cara mengungkapkan perasaan seperti ini.
Saat ia tiba di ruang rapat, Logan menyapa beberapa kolega dengan anggukan singkat. Namun, pikirannya tetap melayang. Rapat berlangsung selama satu jam, tapi Logan hampir tidak mendengar apa pun yang dibicarakan. Dia hanya ingin menyelesaikan semuanya dan kembali ke pekerjaannya—atau mungkin, diam-diam mencari cara untuk menghubungi Caca.
-
Setelah rapat selesai, Logan berjalan kembali ke ruangannya. Ia menemukan meja kerjanya telah bersih dari gangguan Anastasia, tetapi bau parfum wanita itu masih samar-samar tercium. Ia mengerutkan dahi, merasa tidak nyaman. Sebelum duduk, ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi TikTok yang tadi ia pasang.
Namanya ada di sana: CacaLights. Akunnya dipenuhi video-video pendek yang sederhana namun menyentuh hati—pemandangan senja, hujan yang jatuh di jendela, tawa anak-anak di taman. Salah satu video menunjukkan sebuah padang rumput hijau di Surrey, dengan suara Caca terdengar di latar, berkata pelan, "Keindahan itu sederhana, seperti hal-hal kecil yang kita miliki setiap hari."
Logan tersenyum lagi, kali ini tanpa menyembunyikannya. Hatinya terasa hangat hanya dengan melihat video itu. Keindahan itu sederhana. Kata-kata itu menggema di pikirannya.
Namun, senyumnya tidak bertahan lama. Sebuah ketukan pelan di pintu ruangannya mengembalikannya ke kenyataan. Megan muncul dengan wajah penuh penyesalan.
"Pak, Anastasia memaksa saya untuk memberikan ini kepada Anda," katanya sambil menyerahkan sebuah amplop kecil.
Logan mengambil amplop itu dengan enggan. Isinya adalah undangan makan malam mewah yang diadakan Anastasia, dengan catatan kecil bertinta emas: "Aku berharap kau datang. Kita perlu bicara lebih banyak. Dengan cinta, Anastasia."
Logan menghela napas panjang. Rasanya, hidupnya seperti sedang dimainkan oleh dua dunia yang bertolak belakang—kehangatan Caca yang sederhana dan nyata, serta obsesi Anastasia yang mengikatnya dalam lingkaran tak berujung.
Ia menaruh undangan itu di sudut mejanya tanpa niat untuk membalas. Megan, yang masih berdiri di ambang pintu, menatap bosnya dengan ragu. "Apakah ada yang perlu saya lakukan, Pak?"
Logan menggelengkan kepala. "Tidak, Megan. Itu saja. Terima kasih."
Ketika Megan pergi, Logan kembali duduk. Dia tahu, cepat atau lambat, ia harus membuat keputusan. Dunia Caca begitu jauh dari dunia yang selama ini ia kenal—tidak ada kemewahan, tidak ada kepalsuan, hanya kehidupan yang sederhana namun penuh makna. Tapi dunia Anastasia adalah jebakan lama yang terus menariknya kembali, penuh dengan intrik dan permainan.
Malam itu, Logan mengambil ponselnya lagi. Dia membuka kolom pesan dan mulai mengetik. Hanya satu kalimat:
"Caca, apakah kau punya waktu untuk makan malam? Aku rindu berbicara denganmu."
Namun, sebelum ia sempat mengirim pesan itu, keraguan muncul. Apa yang akan Caca pikirkan? Apa dia akan menganggapnya aneh? Logan mendesah, menghapus pesan itu, dan meletakkan ponselnya kembali di meja.
Di ruangan lain, Anastasia duduk di mobilnya yang diparkir di luar gedung Logan. Wajahnya yang cantik terlihat dingin, matanya menatap jendela gedung itu dengan penuh amarah. Ia tidak akan membiarkan gadis biasa seperti Caca merebut posisi yang ia perjuangkan bertahun-tahun. Jika Caca tidak tahu tempatnya, maka Anastasia akan memastikan gadis itu belajar dengan caranya.
oh ya cerita ini menurut aku sangat menarik. apalagi judul nya jangan. lupa dukung aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia