Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#10. Ledakan Amarah•
#10
Danesh berbelok ke tikungan terakhir menuruti petunjuk dari si pemilik rumah, akhirnya mobil yang Danesh kendarai parkir mulus di pekarangan sebuah rumah mungil.
Dhera heran, kenapa Danesh bisa tahu rumahnya sementara ia belum menunjuk rumah mana yang ia tempati. “Dari mana kamu tahu ini rumahku?”
“Tak ada yang tak Aku tahu tentangmu,” jawab Danesh, sementara tangan kirinya mematikan mesin mobil.
Danesh membuka pintu mobil, dan tak lama kemudian bibi Manda berjalan cepat menghampirinya. “Kalian sudah datang?” tanya wanita baya tersebut.
Danesh mengangguk, “Kamu tak kenapa-napa kan? Bibi dengar lenganmu terluka.”
“Hanya luka kecil, Bi, untunglah Saudaraku seorang dokter, jadi Dialah yang mengobatiku.” Meskipun di belakang layar mereka kerap adu mulut, namun disisi lain hati kecilnya, Danesh sangat bangga dengan kakak sulungnya.
Danesh membuka pintu mobil tempat Dhera berada, “Nona Dhera, syukurlah Anda juga baik-baik saja,” ucap Bibi Manda penuh rasa syukur.
“Bibi mengenal pria ini?” tanya Dhera heran, menanggapi pertanyaan bibi Manda.
Bibi Manda mengangguk dengan wajah berbinar, “Sudah cukup basa-basinya, ayo masuk, terik matahari panas sekali.” Danesh menyela pembicaraan bibi Manda dan Dhera.
“T-tunggu dulu,” protes Dhera, ketika Danesh kembali menggendong tubuhnya.
“Apa lagi?”
“Ini rumahku, bukankah seharusnya Kamu minta izin dulu dariku?”
“Minta izin, untuk apa? Aku bahkan sudah meminta pemilik rumah mengganti kunci pintunya.” Jawaban itu kembali membuat Danesh tercengang.
“Pemilik Rumah?”
“Iya, Bibi Manda dan Paman Eric adalah pemilik rumah yang Kamu tinggali?”
“Apa?! Tapi, walau demikian, rumah ini sudah ku tandatangani sebagai tempat tinggalku, Kamu gak bisa seenaknya gitu donk,” protes Dhera.
Bibi Manda membuka pintu depan, wanita paruh baya itu tersenyum simpul, seolah menikmati perdebatan Dhera dan Danesh. “Benar-benar pasangan yang manis,” gumamnya.
“Adakah cara membuatmu diam?” tanya Danesh.
“TIDAK ADA!! KARENA ITU JAWAB PERTA … “
Kalimat Dhera menggantung di udara, ketika Danesh membungkam bibirnya dengan kecupan singkat. “Good.”
Dhera terbelalak, pria ini ya Tuhan, ternyata Danesh lebih lancang dari yang ia duga selama ini. Berani-beraninya Danesh melakukan hal-hal yang tak pernah dilakukan pria lain padanya. Segala macam makian, umpatan, bahkan amarah berperang sengit di kepala Dhera.
Tapi, sejak kejadian malam itu, Dhera merasa tak bisa melakukan apa-apa di hadapan Danesh. Bahkan menjauh pergi pun sudah, tapi rupanya tempat pelariannya salah, karena kini Dhera justru masuk kedalam wilayah kekuasaan Danesh.
kejadian malam itu memang tak bisa ditolak atau dilawan, karena hal itu memang terjadi diluar kendali dirinya. Dhera sendiri tak bisa mengingat semua yang terjadi. Apa mungkin itu juga efek dari jelly liquid? membuat penggunanya kesulitan mengingat apa yang telah terjadi.
Jadi bisa dibayangkan jika Danesh tak datang tepat waktu untuk menolongnya. Adipati Auriga pasti benar-benar sukses menghancurkan hidup dan masa depannya. Karena tak mungkin jika Adipati hanya mencekokinya dengan obat, pria kejam itu, pasti juga memerintahkan beberapa pria menidurinya.
Hingga kini, Dhera masih merinding kala mengingat kekejaman pria itu.
Danesh menurunkan Dhera di kursi meja makan, “Karena Kamu adalah calon Istriku, maka sebelum Aku meresmikan hubungan Kita, Aku harus memastikan tangan dan kakimu terikat kuat, agar tak bisa lagi melarikan diri.”
“Ayo, makan dulu, Bayi kalian perlu nutrisi, Bibi sudah memasak sup daging, dan jangan lupa makan buah-buahan.”
Bibi Manda menyodorkan semua hidangan yang ia masak kehadapan Dhera. “Bibi juga, ayo makan bersama Kami.”
Bibi Manda menarik satu kursi kemudian ia duduk disana. “Bibi tak tahu kalau ternyata Nona adalah kekasih pria tengil ini, kalau tahu, pasti Bibi sudah meminta Paman Eric menjemputnya agar datang kemari.”
Kalimat bibi Manda membuat Dhera terkejut, “Tidak, Bi, Kami benar-benar bukan sepasang kekasih, kami … “
“Hehehe, Nona pikir Bibi akan percaya, bukan pasangan kekasih, tapi Nona bisa sampai mengandung anak pria ini.”
Kalimat bibi Manda membuat Danesh tersenyum simpul, entah kenapa ia senang jika kesalahpahaman ini terus berlanjut. Sementara Dhera manyun, karena ia sendiri sulit menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
“Bibi ingat pesanku semalam kan?” Tanya Danesh.
Bibi Manda mengangguk, “Oh iya uang deposit Nona, sudah Bibi transfer kembali ke rekening Nona, karena rumah ini akan segera ditempati penyewa baru.”
Pernyataan bibi Manda laksana bom yang dijatuhkan tepat pada sasarannya, “Bi … apa maksud Bibi? Apa Mengusir Saya?”
Bibi Manda menggeleng, anehnya wanita itu tetap tersenyum. “Bibi Manda tidak mengusirmu, karena mulai besok Kamu akan tinggal di rumahku.”
Dhera tak tahu lagi harus apa, ia sungguh benci jika dirinya dalam posisi lemah, dan tak bisa melakukan apa-apa, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri. “Aku tak mau.” Dhera menjawab singkat, kemudian berdiri dari kursinya.
“Yaakk!! Kamu gi^la?!” sentak Danesh, ketika melihat Dhera berdiri dengan kakinya sendiri.
“AKU AKAN LEBIH GI^LA, JIKA HANYA DIAM DAN MENURUTI SEMUA KATA-KATA DAN PERINTAHMU!!”
Akhirnya Dhera tak bisa lagi diam, seumur hidup Dher menanamkan prinsip hidupnya sendiri, dan secara tidak langsung, prinsip hidup tersebut yang menjaga dan melindungi dirinya.
Danesh pun terkesiap, ini kali pertama ia melihat Dhera bereaksi keras, mungkin jalannya menaklukkan Dhera akan sedikit berliku.
“Aduh, aduh, sudah … jangan bertengkar, kasihan bayinya pasti terkejut.” Bibi manda, mendekati Dhera, mengusap lengan wanita itu, dan mencoba menenangkannya.
“Biarkan saja Bi, Aku tak peduli, karena Pria ini sudah seenaknya sendiri mencari gara-gara denganku. Sejak kemarin Aku diam, tapi ternyata … Dia hanya menganggapku lemah.” Segetir apapun masalah Dhera, wanita itu tak pernah menangis, tapi kali ini tanpa sadar air matanya luruh begitu.
Tak lama setelah mengakhiri kalimatnya, Dhera meminta bibi Manda memapahnya, hingga ke kamar. Mendadak Dhera kehilangan selera makannya, karena Danesh membuat mood nya semakin buruk.
Setelah Bibi Manda menutup pintu kamar, wanita itu kembali duduk di sisi Danesh. “Jangan selalu mengatur dan memaksakan kehendakmu, hargai juga dia,” tutur bibi Manda, seraya mengusap lengan Danesh.
“Aku hanya takut, dia kembali lari dariku, Bibi tak tahu saja wanita seperti apa Dhera.”
“Baiklah, anggap saja Bibi tak mengerti. Tapi yang Bibi tahu, sebagai sesama wanita, Dhera hanya butuh waktu, Ia tak ingin dipaksa, selain itu ia juga butuh seseorang yang mengerti dirinya. Karena selama ini ia hanya hidup sendiri, maka akan sangat sulit memulai kehidupan bersama orang yang baru ia kenal.”
Akhirnya Danesh mengalah, ia akui lemah jika berhubungan dengan mengenal perasaan perempuan. Karena itulah, menuruti nasihat bibi Manda menjadi jalan teramannya saat ini.