"Oke, aku mau menikah dengan Kiara," putus pria.
"Alhamdulilah, aku sangat bahagia Bang mendengar keputusan kamu. Kak Ara pasti sangat bahagia karena bisa menjadi istri Abang," balas gadis itu dengan senyum sumringah, ia bahagia karena Kakak sepupu kesayangannya bisa menikah dengan pria yang dicintainya.
"Tapi aku ada syarat yang harus kamu lakukan."
"Katakan apa syaratnya Bang, aku bakal ngelakuin apapun agar Abang mau menikah dengan Kak Ara."
"Aku mau kamu jadi istriku, aku mau kamu menjadi istri pertamaku. Kiara tetap akan aku nikahi, tetapi dia akan menjadi istri keduaku." Mendengar ucapan dari pria yang ia panggil Abang barusan, jelas gadis itu kaget sekali. Bagaimana bisa punya ide gila seperti itu.
"Aku mau, Bang," putus gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
"Iya, emang mendadak banget. Ada kerjaan penting soalnya, yang harus aku sendiri yang turun tangan."
"Yaudah, deh. Mau gimana lagi, kalau kamu enggak sibuk, kamu jangan lupa jenguk aku ya."
"Pasti aku jenguk Kak Ara kok."
"Kamu pulang ke Jakarta sendirian? Jauhloh Jakarta-Singapure, enggak kayak Jakarta-Bandung."
"Iya, aku sendiri. Enggak papa, aku udah biasa sendiri juga."
"Gimana kalau dianterin ke hotelnya sama ke bandaranya sama Mas Digo, biar enggak sendirian amat. Walau nanti di pesawat sendiri. Eh enggak deh, kan penumpang lainnya pasti banyak," usul Kiara.
"Enggak usah, aku bisa naik taksi kok. Aku bisa sendiri, tenang aja Kak." Manda berusaha meyakinkan Kiara, bahwa ia bisa sendiri.
"Mas enggak keberatan kan antar Manda sebentar, aku minta tolong ya," pinta Kiara pada suaminya, entah benar atau tidak yang ia lakukan. Kiara hanya berusaha bersikap baik pada Manda, apalagi Manda memang sangat baik padanya. Digo sendiri pasrah, ia tidak keberatan sama sekali mengantar Manda.
"Enggak usah Kak, Bang Digo kan harus nemanin Kakak. Beneran aku enggak papa sendiri." Manda tetap bersikeras menolak ide Kiara.
"Udah, enggak usah debat. Biar Bunda aja yang anterin Manda ke hotel sama ke Bandara, Bunda juga kan mau ke hotel buat istirahat sebentar. Lagian yang nemenin Kiara sudah banyak." Mereka semua setuju dengan ide Keira, Keira melakukan ini juga karena ingin agar punya waktu berbicara berdua dengan keponakkannya itu.
Digo tenang, jika Manda kembali ke hotelnya sama mertuanya. Digo percaya, Ibu mertuanya itu tidak akan berbuat buruk pada Manda. Kan Manda juga keponakkan Keira sendiri, mana mungkin bersikap buruk pada keponakkan kesayangannya.
Keira keluar kamar rawat Keira berbarengan dengan Manda. Keira mengajak Manda mengobrol sambil jalan.
"Kamu mau pulang ke Jakarta sekarang?" tanya Keira, Manda jadi kikuk. Ia bingung harus jujur atau tidak, tetapi kalau jujur pada Keira pun tidak akan masalah sebenarnya.
"Ehmm enggak Aunty, Manda sih enggak tau kapan pulang ke Jakartanya. Manda ikut keputusan Mas Digo aja, untuk kenapa Manda berbohong sama Kak Ara. Karena Manda disuruh Mas Digo, katanya demi kebaikan bersama," jelas Manda jujur. Keira mengangguk paham.
"Aunty paham dengan maksud Digo kok, Digo tidak ingin kalian bertiga dalam satu tempat. Karena baik Ara dan kamu sendiri bahkan belum benar-benar bisa mengendalikan rasa cemburu, memang ini pasti akan terjadi di dalam pernikahan poligami kalian. Sekarang Ara memang belum tahu, tetapi ya terkadang Kiara sudah merasa cemburu sama kamu dan Digo. Aunty bicara gini bukan untuk menyalahkan kamu atau apa, semua sudah terjadi tidak akan bisa disesali lagi. Aunty di sini bicara sebagai orang tua kamu dan Ara, Aunty sayang sama kalian berdua. Berharap dipernikahan poligami ini membawa kebahagiaan bagi kalian bertiga, semoga juga saat Kiara sudah tahu. Kamu dan Kiara bisa akur, layaknya adik kakak seperti biasanya. Digo sendiri Aunty lihat sudah berlaku adil terhadap kalian berdua, intinya baik kamu dan Kiara memang harus belajar menahan rasa cemburu. Memang sulit, tetapi kalau rasa itu bisa di kendalikan pasti semua akan lebih baik bukan," jelas Keira panjang lebar.
"Iya, Aunty. Terima kasih, Manda memang sedang berusaha mengendalikan rasa cemburu, Manda."
"Aunty percaya lama kelamaan kamu akan bisa mengendalikannya, walau Aunty sendiri belum bisa. Karena Aunty tidak sekuat kamu, mau melakukan poligami." Keira merasa dirinya memang tidak sanggup, tapi ia sangat yakin Manda, Kiara dan Digo bisa melakukannya.
Keasikkan ngobrol, sampai tidak sadar taksi yang mereka tumpangi sudah sampai hotel. Tempat mereka menginap.
***
Di kamar rawat Kiara tersisa Kiara dan Digo, karena Naina menunggu di luar. Sedangkan Aldo tidak tahu pergi ke mana.
"Mas Digo!" panggil Manda manja.
"Kenapa, Ki? Kamu mau sesuatu? Bilang aja, jangan sungkan aku ini suami kamu," titah Digo.
"Aku mau tanya, Mas. Kalau aku sudah sembuh, kita berdua akan tinggal di mana ya?" Kiara bertanya seperti itu, karena penasaran dengan jawaban Digo. Kiara sendiri saja, tidak tahu kapan dirinya bisa sembuh. Bisa benar-benar sembuh seperti sediakala.
"Aku terserah kamu, mau tinggal di rumah kamu boleh, tinggal di masion Revano boleh. Mau di manapun asal kamu nyaman, aku ikuti kemauan kamu," jawab Digo yakin. Memang Digo akan mengikuti kemauan Kiara, tetapi yang pasti ia akan memastikak kedua istrinya tinggal tidak dalam satu atap.
"Beneran?"
"Iya, Ki."
"Kalau aku maunya tinggal di rumah kita berdua gimana?"
"Boleh, kok. Do'ain aku ya, biar bisa bangunin rumah buat kita, di rumah itu nanti kamulah ratunya. Bebas kamu mau buat rumah kita berdua seperti apa, aku tidak akan melarangnya."
Kiara bahagia mendengarkan jawaban Digo, ia memang ingin jadi ratu di rumahnya kelak. Namun, tiba-tiba Kiara teringat sesuatu hingga membuatnya sedih.
"Loh kok tiba-tiba sedih, tadi seneng kok." Digo bingung melihat perubahaan ekpresi istrinya, yang tadi senang malah jadi sedih.
"Iya, aku sedih. Aku takut, kalau ternyata malah nanti aku enggak bisa sembuh gimana? Aku enggak mau terus-terusan jadi beban gini," kata Kiara sambil menangis, Digo tidak tega langsung mengusap air mata sang istri lalu membawanya ke pelukannya.
"Enggak usah ngomong gitu, kamu harus percaya Ki. Kamu bisa sembuh, aku yang bakal selalu semangatin kamu agar bisa cepet sembuh. Aku sih yakin, kamu bakal sembuh asal kamu mau melakukan semua pengobatan yang dokter katakan." Digo membelai rambut Kiara yang tertutup hijab dengan penuh kasih sayang, Kiara senang diperlakukan seperti itu oleh Digo. Kiara bahagia, ingin waktu berhenti sejenak. Agar bisa dalam posisi ini, tanpa ada yang menganggunya.
"Makasih ya, udah mau jadi suami aku. Suami dari wanita penyakitan sepertiku, yang hanya bisa menjadi bebanmu." Kiara merasa tidak layak menjadi istri Digo, dengan keadaanya yang seperti ini. Namum, Kiara lebih tidak rela sampai Digo menjadi suami wanita lain.
"Udah ngomongnya? Jangan pernah ngomong gitu lagi ya, aku enggak mau dengar sama sekali. Kamu bukan beban, kamu istriku. Pasangan hidupku, kamu harus ingat itu ya." Kiara mengangguk, Digo semakin mendekatkan wajahnya pada Kiara. Kiara sangat deg-degkan, Digo mencium bibir Digo sekilas. Walau hanya sekilas, Kiara sudah senang. Ia tidak berharap lebih, karena keadaannya sekarang.
"Tidur ya, kamu belum istirahat loh Ki," pinta Digo.
"Peluk," rengek Kiara manja. Digo lalu merebahkan diri di ranjang di samping Kiara, memang ranjang Kiara lumayan besar jadi bisa ditiduri berdua. Kiara memeluk erat tubuh suaminya, lalu memejamkan matanya. Digo tidak tidur, ia memikirkan suatu rencana untuk membuat Kiara bahagia.