Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berakhir Menjadi Teman
Usai salat maghrib Inayah dan Pak Hasan kembali ke meja mereka. Inayah akhirnya mengalah, dia harus menuntaskan apa yang terjadi hari ini dengan bosnya. Tak apa harus pulang lebih malam, dia sudah menghubungi sahabatnya Rina.
"Silakan Pak, jika ada yang mau Bapak sampaikan?" Inayah membuka obrolan, dia tidak mau menunda-nunda.
"Sepertinya kamu tidak betah ya duduk sama saya? Apa ini juga bagian dari penolakan cinta?"
"Bukan seperti itu Pak, sejujurnya saya merasa ..." Inayah menghentikan ucapannya, dia merasa sudah terlalu lancang. Walau bagaimana pun laki-laki di hadapannya adalah atasannya. Andai di hadapannya adalah Irfan, Fikri atau teman laki-laki yang lainnya dia pasti tidak akan sungkan untuk mengatakan apapun yang ada di pikirannya.
"Lanjutkan, kenapa berhenti?" tanya Pak Hasan heran.
"Maaf Pak kalau saya terlalu lancang dan tidak sopan pada Bapak."
"Ckk" Pak Hasan kembali berdecak, lagi-lagi Inayah berbicara formal padanya.
"Inayah, saat ini saja, bisakah kamu bersikap biasa pada saya? Tidak formal bahkan kaku seperti ini? Bisakah kita berteman? Kalau pun pernyataan cinta saya ditolak, rasa hati saya tidak terbalas, bisakah kita menjalin hubungan baik sebagai teman?" Inayah tercenung, berpikir dalam. Pikirannya menerka, benarkah bosnya itu mengajak berteman setelah penolakannya?
"Maksud Bapak?"
"Saya tahu, tidak mudah untuk kamu menerima orang baru dalam hati kamu. Saya tahu sebelumnya kamu pernah hampir akan menikah, dan gagal ."
Deg ...
"Hah? Benarkah? Bapak tahu itu?" Inayah membulatkan matanya.
"Ya, saya tahu banyak tentang kamu, semua tentang kamu. Kamu harus tahu jika saya tidak akan sembarangan menyatakan cinta pada seorang wanita. Sebelumnya saya harus tahu dulu wanita seperti apa dia."
Deg ...
"Maksudnya Pak ..."
"Saya tahu ayah kamu sudah meninggal, ibu kamu seorang pedagang di pasar, kedua adik kamu. Dan bahkan mantan kekasih kamu yang lebih memilih menikahi wanita lain di hari pernikahannya dengan kamu, padahal kalian sudah bertahun-tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih." jelas Pak Hasan panjang lebar membuat Inayah semakin membulatkan matanya.
"Dan saya tahu seperti apa kamu kalau berbicara dengan teman-teman kamu? Yang pasti tidak formal dan kaku seperti saat kamu berbicara dengan saya." tegas Pak Hasan, menekan kalimat terakhirnya, Inayah bahkan meringis, malu sendiri setelah mendengar perkataan panjang atasannya itu.
"Jadi tolong, jangan menyembunyikan diri kamu yang sebenarnya di hadapan saya. Saya ingin melihat kamu menjadi dirimu sendiri, bukankah kepergianmu ke Jakarta untuk kembali menjadi diri kamu sendiri? Ceria dan energik." Pak Hasan masih terus berbicara semua hal yang dia ketahui tentang Inayah. Gadis itu sampai tidak menyangka jika atasannya mengetahui tentang dirinya sampai sejauh itu.
"Saya tahu basic pendidikan kamu cukup tinggi, kamu juga berprestasi di pekerjaan sebelumnya. Kenapa tidak di sini kamu kembali mengembangkan diri kamu sendiri." pungkas Pak Hasan.
Sejenak tak ada suara di antara mereka berdua, hanya alunan musik yang mulai terdengar. Band yang tampil live di kafe itu memulai aksi panggungnya.
"Baiklah Pak, terima kasih sudah profesional saat berhubungan dengan urusan hati. Jadi Bapak tidak akan memecat saya?"
"Kenapa saya harus memecat kamu?" Pak Hasan balik bertanya.
"Karena saya menolak untuk menerima dan membalas perasaan Bapak." jawab Inayah lugas.
"Ishh ...kami itu ya, emang kamu pikir saya anak baru gede yang kalau cinta ditolak langsung frustasi dan pingin balas dendam?"
"Saya itu laki-laki dewasa Inayah, ya kalau cinta saya ditolak, perasaan saya tak terbalas, sudah selesai, saya kan gak bisa memaksa orang yang saya cintai untuk mencintai saya juga." Pak Hasan berbicara begitu santainya, tak ada raut kecewa atau sakit hati di wajahnya. Membuat Inayah bernafas lega.
"Sebenarnya saya juga heran, kata orang ditolak cinta itu sakit hati. Tapi kok saat kamu menolak cinta saya, saya kok gak merasa sakit hati ya?"
"Lalu apa yang Bapak rasakan?"
"Saya merasa jika saya ingin lebih dekat dengan kamu. Menjadi teman kamu, tempat kamu bercerita dan kita saling mendo'akan."
"Alhamdulillah, saya senang mendengarnya. Dan sungguh saya tenang untuk itu. Sekarang saya yakin kenapa kedua orang tua Bapak memberikan kepercayaan besar pada Bapak untuk menjadi pemimpin utama perusahaan di usia Bapak yang masih terbilang muda."
"Kenapa?"
"Karena manajemen diri Bapak begitu hebat. Bapak mampu tetap profesional dalam segala situasi. Saya bangga menjadi bawahan Bapak."
"Hehe ...maaf Pak." Inayah mengacungkan dua jarinya, telunjuk dan jari tengah saat Pak Hasan berubah raut wajah tidak senang jika Inayah menyebut dirinya bawahan.
"Nay, kita teman di luar kantor. Deal?!" harusnya itu sebuah pertanyaan, tapi terdengar menjadi sebuah keharusan bagi Inayah.
"Sebenarnya ..."
"Kenapa lagi?"
"Sebenarnya saya tidak cukup percaya diri untuk menjadi teman Bapak. Teman-teman Bapak kan yang kemarin berkumpul di ruangan Bapak keren-keren, dari penampilan saja semua orang bisa menilai seperti apa Bapak dan lingkungan pertemanan Bapak. Kalau tiba-tiba saha menjadi teman Bapak ..."
"Cukup. Saya mengerti kemana arah omongan kamu. Dan kamu ingat ya, kalau saya dan teman-teman saya tidak pernah memandang orang dari penampilan atau latar belakangnya. Kalau dia mau berteman dengan tulus dan kita cocok kenapa tidak." tegas Pak Hasan. Inayah tak melanjutkan ucapannya, dia hanya menatap Pak Hasan yang bicara menggebu-gebu dengan tersenyum canggung. Sejujurnya Inayah tidak cukup percaya diri untuk masuk ke pergaulan sang atasan.
"Pak, saya mau tanya."
"Apa?" Pak Hasan menusuk pie yang ada di hadapannya.
"Apa ke semua karyawan yang membuat Bapak tertarik Bapak ajak jadi teman juga?"
"Tidak. Kan sudah saya katakan saya itu pertama kali jatuh cinta Inayah, dan saya tertariknya sama kamu. Sayangnya kamu menolak saya. Saya kan juga sudah bilang kalau setelah ditolak entah kenapa hati saya justru merasa ingin semakin dekat dengan kamu, ingin melindungi kamu." Pak Hasan kembali mempertegas perasaannya untuk menjawab pertanyaan Inayah.
"Apakah terlihat menyedihkan Pak?"
"Tidak, justru kamu keren, kuat dan tegar."
"Kata orang juga begitu Pak, katanya saya adalah hadis yang kuat dan tegar. Mungkin efek jadi anak sulung Pak merasa termotivasi saja untuk selalu kuat dan tegar."
"Keren, saya suka kamu yang seperti itu."
"Terima kasih atas pujiannya Pak."
"Tapi saya harap kamu tidak terlalu lama hiatus dari dunia percintaan. Kamu harus tahu jika tidak semua laki-laki itu sama. Percayalah masih banyak laki-laki baik yang menjunjung tinggi kesetiaan. Yaa ...salah satunya saya." narsis Pak Hasan sambil tergelak, Inayah yang sempat terharu mendengar nasihat atasannya itu berubah mencebik mendengar kenarsisan Pak Hasan.
"Saya percaya Bapak adalah laki-laki yang setia. Buktinya sampai usia segini Bapak masih jomblo. Hhe ..." nyengir Inayah, interaksi antara mereka semakin mencair. Terutama Inayah, dia sudah tidak lagi bersikap formal dan kaku. Setelah mendengar permintaan dan penjelasan Pak Hasan Inayah memutuskan untuk menjalin pertemanan dengan bosnya itu. Kendati pun demikian, Inayah sangat faham batasan, dia tahu bagaimana harus bersikap saat bertemu Pak Hasan dalam berbeda situasi tentunya.
"Sudah ah ngobrol terus, sekarang kita makan lalu saya antar kamu pulang. Anak gadis gak boleh terlalu malam berada di luar rumah."
"Siap Bos!" Inayah memberi tanda hormat pada Pak Hasan, diperhatikan demikian dia merasa Pak Hasan seperti seorang kakak baginya.
Inayah jg harus tegas, kl suka bilang suka jgn merendah trs,, kamu jg berhak bahagia nay
kak Laila jgn jahat2 ya dg menjodohkan Inayah dg yg lain😡😅