Hidup bergelimang harta, mempunyai istri yang cantik dan seorang putri yang manis tak membuat seorang Demian merasakan kebahagiaan hidupnya.
Rasa bersalahnya pada seorang wanita 8 tahun yang lalu selalu menghantui hidupnya. Wanita itu sudah berhasil mengubah hatinya yang hangat menjadi sedingin es, beku dan keras.
"Ariana, di mana kamu? aku merindukanmu sayang."
Disisi lain jauh dari ibu kota Ariana sedang bekerja keras seorang diri untuk menghidupi anaknya.
Anak yang tidak pernah mengetahui di mana sang ayah, karena 8 tahun yang lalu Ariana meninggalkan laki-laki yang sudah menyakitinya bersama janin yang tak pernah terucap.
Akan kah keduanya akan bertemu dan kembali bersama meski keadaan tidak seperti dulu lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part~22
Malam itu meski hujan, tak menyurutkan langkah Ariana menyusuri jalan menuju rumahnya.
Memang kenapa dia harus takut dengan hujan, bahkan jalan hidupnya yang menakutkan pun bisa ia lalui.
"Tidak apa-apa, kita pasti akan baik-baik saja sayang." terdengar gumaman Ariana sembari mengelus perutnya yang masih rata.
Sungguh ia masih tidak menyangka, laki-laki yang begitu ia cintai tega merenggut kesuciannya dan di saat dia sedang hamil justru sebuah penghianatan yang dia dapat.
Niat hati ingin meminta pertanggung jawaban atas kehamilannya, namun ia justru melihat Demian tengah asyik bermesraan dengan wanita lain.
Pada akhirnya ia mengurungkan niatnya, kemudian pergi membawa segala luka hatinya beserta janin yang tak pernah terucap.
Baru menginjakkan kakinya di halaman rumahnya, nampak seorang wanita berdiri angkuh bersama seorang laki-laki yang sedang memegang payung.
"Apa kamu yang bernama Ariana ?" ujar wanita tersebut dengan pandangan angkuh.
Ariana yang terkejut, hanya bisa menganggukkan kepalanya tak mengerti. Siapa gerangan wanita itu, di lihat dari penampilannya sepertinya orang kaya.
Bahkan di sampingnya nampak seorang pengawal dengan pakaian jas lengkap sedang memayunginya.
"Mulai detik ini jangan pernah lagi berhubungan dengan Demian putra saya lagi. Lihat dirimu, apa gadis miskin sepertimu pantas bersanding dengan putraku? bahkan menjadi pembantunya pun kamu tidak cocok." hujat wanita itu yang ternyata adalah ibu dari Demian, nyonya Anggoro.
Ariana hanya bisa menelan salivanya, suaranya seakan tercekat di tenggorokannya. Mungkin sepanjang perjalanan tadi ia terlalu banyak menangis.
"Demian akan segera menikah dengan wanita yang sepadan dan sederajat dengannya, jadi jangan pernah bermimpi untuk menemuinya lagi dan kalau perlu pergi sejauh mungkin dari kota ini. Kalau tidak, saya tidak menjamin kamu akan baik-baik saja." ancam nyonya Anggoro.
Ariana nampak memejamkan matanya, lukanya masih sangat basah karena ulah Demian dan sekarang ibu dari laki-laki itu seakan menyiramnya dengan air garam.
Sakit dan perih ia rasakan, namun tidak berhak kah orang miskin membela sedikit harga dirinya?
"Maaf nyonya asal anda tahu, selama ini yang mengejar-ngejar saya adalah anak anda sendiri. Tapi anda tenang saja, tanpa anda suruh pun saya pasti akan pergi dari kota ini dan saya harap suatu saat anda tidak akan pernah menyesal. Karena jika itu terjadi, maka saat itu mungkin hati saya sudah sekeras batu." tegas Ariana.
"Menyesal ?" nyonya Anggoro nampak tertawa mengejek.
"Bagi kami orang miskin sepertimu adalah kuman dan kami sangat senang jika bisa menyingkirkan kuman." imbuhnya lagi dengan angkuh.
Dan setelah itu wanita paruh tersebut langsung meninggalkan tempat tersebut.
Ariana nampak menghela napasnya, mengingat bagaimana peristiwa 8 tahun silam dan ia sudah bertekad tidak akan berhubungan lagi dengan Demian maupun keluarganya.
Bagi mereka dirinya adalah kuman dan ia sadar diri akan hal itu, sampai kapanpun ia dan Demian tidak akan pernah bisa bersatu meskipun ada Ricko di antara mereka.
Sedangkan nyonya Anggoro nampak memasang wajah angkuhnya menatap Ricko, meski Olive bukan cucu kandungnya. Namun ia sudah mengasuh Olive sejak bayi.
Apalagi Monica ibunya Olive adalah menantu idamannya, selain mempunyai fisik yang sempurna. Monica juga mempunyai bibit, bebet dan bobot yang jelas.
"Dia teman sekolahnya Olive, Ma." ujar Demian agar ibunya itu tak salah sangka, karena wanita itu selalu mengatur pergaulan cucunya tersebut dengan siapa berteman.
"Benarkah ?" sahut nyonya Anggoro yang kini langsung merubah wajah angkuhnya menjadi sedikit lebih ramah.
"Ayah kamu juga pasti seorang pengusaha juga kan, di bidang apa ?" imbuhnya lagi.
Karena setahu nyonya Anggoro, sekolahnya Olive adalah sekolahan elit dengan biaya yang lumayan menguras kantong dan hanya pengusaha seperti keluarganya yang mampu bersekolah di sana.
Monica yang mengetahui Ayah Ricko adalah karyawan biasa di kantor suaminya, ia ingin membuka mulutnya namun Demian langsung menatap penuh intimidasi padanya.
"Maaf nyonya, anak saya harus kembali ke kamarnya sebelum dokternya datang." ucap Ariana, kemudian ia segera mendorong kembali kursi roda Ricko.
Beruntung ia memakai masker sore itu, kalau tidak mungkin wanita paruh baya itu pasti akan mengenalinya.
"Sombong sekali wanita itu, di lihat dari penampilannya saja sangat sederhana. Pasti suaminya pengusaha biasa yang levelnya jauh di bawah kita." gerutu nyonya Anggoro seraya melihat kepergian Ariana dan Ricko.
"Sudahlah Ma, ayo duduk lagi." bujuk Demian.
Demian terlihat gelisah, kini yang ada pikirannya hanya Ricko. Ingin sekali ia mengetahui keadaan Ricko, kenapa kedua kakinya sampai terluka.
Apa bocah kecil itu mengamen lagi dan kecelakaan? dan uang yang ia berikan pada Ariana sebagai kompensasi atas tubuhnya itu sebenarnya di gunakan untuk biaya Ricko.
Tak kuat lagi menahan rasa penasarannya, akhirnya Demian bangkit dari duduknya.
"Mas, kamu mau kemana ? tanya Monica.
"Aku harus pergi, ada urusan penting." sahut Demian.
"Tapi bagaimana dengan Olive, mas ?"
"Daddy mau kemana ?" Olive yang sibuk bermain sendiri langsung menghampiri Ayahnya.
"Olive berani kan suntik sendiri, Daddy janji kalau Olive berani dan jadi anak hebat. Daddy akan kabulkan apapun yang Olive inginkan." bujuk Demian.
"Benarkah? apapun itu ?" sahut Olive.
"Benar, sayang." sahut Demian meyakinkan.
"Baiklah Olive akan jadi anak hebat." seru Olive.
"Pintar, kalau begitu Daddy pergi dulu ya. Daddy ada urusan pekerjaan mendadak." dusta Demian.
"Baik, Dad."
"Dem, kamu mau kemana? kasihan Olive." teriak nyonya Anggoro ketika Demian berlalu pergi
"Ada pekerjaan penting, Ma." sahut Demian tanpa menoleh ke belakang lagi, ia nampak berjalan cepat mencari jejak Ariana.
Setelah mencari tahu di bagian informasi, Demian langsung menuju ruang perawatan Ricko yang berada di ruang bangsal khusus anak-anak.
Ruangan tersebut nampak sesak karena terisi oleh beberapa pasien anak-anak beserta keluarganya dan setiap ranjang hanya di sekat oleh gorden. Sungguh sangat tidak layak menurut Demian.
Ketika mendekati ranjang Ricko, samar-samar terdengar obrolan antara ibu dan anak tersebut.
"Nak, lain kali jangan begitu lagi ya. Teman kamu tadi kan hanya bertanya, jadi Ricko jangan marah seperti itu." nasihat Ariana.
"Tapi Olive pasti senang kalau Ricko tidak bisa jalan lagi." sahut Ricko.
"Kenapa begitu, sayang ?"
"Karena waktu itu nilai Ricko lebih tinggi dari pada Olive, jadi Olive marah dan bilang akan cari cara agar Ricko di keluarkan dari sekolah." adu Ricko.
"Benarkah dia bilang seperti itu, Nak ?"
"Hmm, apa anak miskin seperti Ricko tidak boleh pintar ya buk ?" ucap Ricko polos.
"Siapa bilang nak, tentu saja boleh dan itu hal yang sangat membanggakan." sahut Ariana menenangkan.
"Kalau Ayah tahu, apa Ayah juga akan bangga buk. Kadang Ricko suka iri sama Olive, dia mempunyai ayah yang begitu sayang padanya." ucap Ricko.
Ariana yang mendengar perkataan Ricko, langsung memeluk putranya tersebut.
"Sabar ya, Nak. Suatu saat nanti Ayah pasti akan pulang." ucapnya dengan menahan air matanya agar tidak terjatuh.
Sedangkan Demian nampak memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri, sungguh perkataan Ricko begitu menyayat hatinya.
Kemudian ia segera membuka pembatas gorden tersebut.
"Demian ?"
Ariana nampak terkejut ketika melihat Demian sudah berdiri tak jauh darinya dan sang putra.