Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Apa Dengan Sikap Galen?
Mobil memasuki pekarangan Mansion, Johan keluar lebih dulu dari dalam mobil dan membukakan pintu untuk Tuannya itu. Galen keluar dari dalam mobil, melihat mobil kekasihnya sudah berada disana.
Langkah kaki Galen terhenti saat sudut matanya tidak sengaja melihat seseorang yang duduk di bangku Taman.
"Jo, kau masuk duluan"
Johan menatap Tuannya dengan kening berkerut, sampai dia melihat kemana arah tatapan Galen itu. Dan Johan hanya menghela nafas pelan saat mengerti apa yang akan dilakukan oleh Tuannya ini.
"Hati-hati Tuan, jangan bermain api jika tidak ingin semuanya terbakar dan hancur"
Galen sama sekali tidak menghiraukan ucapan Asistennya itu. Dia melanjutkan langkah kakinya ke arah berbeda, tidak lagi ingin masuk ke dalam Rumah. Tapi dia pergi ke arah Taman, menghampiri seorang gadis yang duduk sendirian di bangku Taman.
"Ah, dingin sekali, tapi aku tidak mau kembali ke dalam. Lebih baik disini saja"
Nirmala memeluk dirinya sendiri karena rasa dingin yang menusuk sampai ke tulang. Sesekali menggosok hidungnya yang memerah karena udara dingin di sekitarnya. Sebuah jas yang tiba-tiba tersampir di tubuhnya membuat Nirmala terkejut, dia menoleh dan melihat Galen yang berdiri tepat di belakangnya sekarang.
"Tuan?"
"Kenapa kau berada disini? Membiarkan angin malam membuat tubuhmu beku" ucap Galen yang membukakan tubuhnya, membenarkannya agar menutupi tubuh Nirmala yang kedinginan.
Sementara Nirmala hanya diam saja, dia melirik wajah Galen yang berada beberapa centimeter saja di dekat wajahnya. Hampir saja pipi mereka saling menempel. Ya Tuhan, semakin dia seperti ini maka aku semakin terjerumus dalam perasaan ini. Kata hati yang sedang menyadarkan jika perasaannya sudah terlanjur ada hingga akan sulit untuk menghindarinya.
"Em, terima kasih Tuan" ucap Nirmala yang langsung membenarkan jas yang dipakaikan Galen padanya.
Galen tersenyum, dia mengelus lembut kepala gadis itu. Lalu dia duduk disampingnya. Menatap hidung Nirmala yang memerah, Galen memegang hidung gadis itu tanpa memberikan aba-aba. Nirmala sampai terlonjak kaget, dia ingin menghindar, namun bisa menghindar kemana sekarang?
"Sudah tahu alergi dingin, kenapa diam disini dengan pakaian tipis seperti ini. Nakal banget sih"
Apa? Apa maksud dari ucapannya itu? Kenapa Nirmala mendengar nada khawatir dan perhatian dari ucapan Galen barusan. Tidak ... Itu tidak mungkin 'kan? Nirmala tidak boleh berharap sejauh itu, karena takutnya dia malah harus lebih sakit saat menerima kenyataan yang ada.
"Em, saya tidak nyaman berada di dalam. Jadi sebaiknya saya menunggu disini saja. Em, sebaiknya Tuan juga segera masuk. Pasti yang lainnya mencari Tuan" ucap Nirmala dengan memalingkan wajahnya, agar tangan Galen yang mengelus hidungnya terlepas.
"Kau pulang saja kalau begitu, masalah Laura biar aku yang antar dia pulang nanti. Aku tidak mau kau sakit karena kedinginan disini" ucap Galen.
Nirmala menatap pria disampingnya, sedikit ragu untuk pergi pulang lebih dulu, karena takut Laura akan marah. Tapi jika Galen sudah memastikan jika dia akan mengantarkan Laura, maka Nirmala bisa tenang sekarang.
"Baiklah, saya akan pulang duluan"
Nirmala berdiri dari duduknya, dia membuka jas yang menempel di tubuhnya dan memberikan pada Gale. "Terima kasih untuk jasnya Tuan"
Galen berdiri, mengambil jas dari tangan Nirmala, tapi bukan membawa untuk dirinya sendiri. Dia kembali memakaikan jas itu di tubuh Nirmala, bahkan kali ini dia memasukan kedua tangan Nirmala agar benar memakai jas, tidak hanya menyampirkan di bahunya.
"Pakai ini! Kau kedinginan, hidungmu sudah merah begitu"
Nirmala hanya mengangguk saja dengan suara penuh nada perintah dari Galen itu. Dia menunduk dengan wajah yang memanas, perhatian Galen yang seperti ini mana bisa membuat Nirmala biasa saja. Jantungnya bahkan selalu berdebar kencang ketika dia dekat dengan pria ini. Apalagi dengan perlakuannya yang seperti ini.
"Terima kasih Tuan, nanti saya kembalikan jasnya setelah saya cuci"
"Hmm" Galen menyalipkan rambut Nirmala ke belakang telinga. Mengelus pipinya lembut. "... Cepatlah, pipimu bahkan sudah dingin. Segera ganti baju dan minum minuman hangat"
Nirmala mengangguk, dia segera berjalan ke arah mobilnya terpakir. "Saya pulang duluan"
"Iya, hati-hati mengemudinya"
Galen bahkan membantu Nirmala masuk, seolah gadis itu tidak bisa masuk sendiri saja. Nirmala segera melajukan mobilnya, meninggalkan pekarangan Mansion keluarga Austin ini.
Nirmala melihat jas yang dipakainya, dia bahkan tidak pernah membayangkan akan memakai jas mahal pria itu.
"Kenapa sikapnya seperti itu? Membuat aku semakin kacau saja"
*
Galen kembali ke dalam Rumah, melihat semuanya sudah berkumpul di meja makan. Galen langsung bergabung saja, menarik kursi disamping Laura yang sengaja kosong dan pastinya disiapkan untuknya.
"Kamu darimana saja, Galen? Laura menunggumu sejak tadi" ucap Mama.
"Hanya ada urusan sebentar"
"Sudahlah, sekarang kita langsung makan" ucap Kakek.
Dan mereka semua mulai makan dengan porsi makanan masing-masing. Di saat keheningan terjadi karena makan malam ini. Laura baru sadar dengan Nirmala yang belum juga kembali.
"Nirmala kemana ya? Kenapa belum juga kembali? Apa dia tidak bisa menemukan toilet" ucap Laura, dia menggeser kursi dan berdiri. "... Aku harus cari Nirma dulu"
"Dia sudah pulang duluan" ucap Galen yang bahkan tidak menoleh sama sekali pada Laura. Dia tetap fokus pada makanannya.
Laura kembali duduk, dia menatap kekasihnya dengan bingung. "Loh kenapa pulang?"
Galen berdecak pelan, dia menjatuhkan sendok ke atas piring hingga berdenting. Lalu, menoleh dan menatap Laura dengan lekat, terkesan sedikit dingin.
"Kau membiarkan dia sendirian di Taman kedinginan. Lain kali, kalau mau bawa dia kesini, kau jangan biarkan dia pergi sendirian"
"Loh, aku tidak tahu. Tadi dia izin ke toilet"
Galen tidak menjawab, dia hanya berdecak kesal. Dia juga tidak tahu kenapa dia bisa kesal seperti ini hanya karena mengetahui Nirmala diam sendirian di Taman dengan kedinginan. Dan semua orang di dalam Rumah ini tidak pedulikan dia.
"Sudah! Kenapa kamu marah pada kekasihmu, Galen! Dia tidak salah apapun. Lagian kau tidak perlu memikirkan gadis itu, dia sendiri yang memilih keluar sendirian" ucap Kakek.
Tangan Galen mengepal kuat di bawah meja, hatinya tidak terima ketika semua orang tidak pedulikan Nirmala sama sekali.
"Tapi dia datang bersamanya, seharusnya kau sadar sejak tadi jika dia tidak ada disini. Lain kali, tidak perlu ajak dia kesini kalau hanya akan kau abaikan" ucap Galen dengan menatap dingin pada Laura.
Laura sampai kebingungan, tidak mengerti dengan sikap Galen saat ini. Tidak biasanya pria itu seperti ini.
"Baiklah, aku minta maaf karena mengabaikan Nirma" ucap Laura dengan menundukan kepalanya.
"Sudah, sudah! Galen, kamu jangan kasar seperti itu pada kekasihmu!" tekan Papa.
Galen tidak menjawab, dia berdiri dari duduknya tanpa melanjutkan makannya yang masih tersisa di atas piring.
"Aku mau mandi dulu" ucap Galen yang berlenggang pergi begitu saja.
Ada apa dengan Galen? Bahkan Laura saja merasa bingung dengan sikap pria ini. Menatap punggung Galen yang berlalu dari hadapannya.
"Sudahlah Laura, mungkin Galen sedang capek. Jadi moodnya sedang tidak bagus" ucap Mama.
Laura hanya mengangguk saja, meski dia masih bingung dengan sikap Galen kali ini.
Kenapa dia terlihat begitu khawatir dan perhatian pada Nirma?
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪