NovelToon NovelToon
No Khalwat Until Akad

No Khalwat Until Akad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Spiritual / Beda Usia
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Nikah itu bukan penyelamat hidup, tapi pergantian fase. Dari yang semula melajang menjadi berpasangan. Bukan pula sebagai ajang pelarian agar terbebas dari masalah, justru dengan menikah trouble yang dihadapi akan semakin kompleks lagi.

Tujuan pernikahan itu harus jelas dan terarah, agar menjalaninya terasa mudah. Jangan sampai menikah hanya karena desakan orang tua, dikejar usia, atau bahkan ingin dicukupi finansialnya.

Ibadah sepanjang masa, itulah pernikahan. Diharapkan bisa sekali seumur hidup, tidak karam di pengadilan, dan berakhir indah di surga impian. Terdengar sederhana memang, tapi pada prakteknya tidak semudah yang diucapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21-Di Luar Kendali

"Mau sampai kapan Abang menyimpan dendam? Mau sampai kapan Abang memusuhi ayah kandung sendiri? Mau sampai kapan, Bang?!"

"Jangan pancing emosi Abang Kirania."

Nada suaranya sangat amat dingin dan tegas. Raut wajah Bang Fariz pun tidak bersahabat. Emosinya selalu berapi-api jika membahas perihal masalah ini.

Kuelus punggungnya dengan lembut, berharap bisa memberi Bang Fariz ketenangan. Namun, Bang Fariz menepisnya dengan kasar. Aku cukup tersinggung dan mulai merasa jengkel. Tapi sebisa mungkin aku menahannya.

"Seburuk apa pun beliau di masa lalu, statusnya akan tetap sama. Tidak akan pernah berubah. Abang menghakimi beliau hanya karena satu kesalahan, seolah beliau tidak pernah berlaku baik pada Abang. Seharusnya yang Abang ingat itu yang baik-baik, bukan malah sebaliknya."

"Kamu bisa ngomong seperti itu karena kamu gak pernah merasakan ada di posisi Abang, Kirania!" Matanya berkilat marah, bahkan kedua tangannya pun mengepal kuat.

Aku menghela napas singkat sebelum akhirnya berucap, "Apa yang Bang Fariz katakan memang benar. Tapi tidak bisakah Abang bersikap dewasa dan berlapang dada untuk memaafkan, sebagaimana yang Mama lakukan?"

Tanpa kata Bang Fariz bangkit dari duduknya. Dengan cepat pula aku mencekal tangan Bang Fariz, menahan laju langkahnya yang entah akan pergi ke mana.

"Kita selesaikan masalah ini sekarang. Aku sudah cukup sabar selama ini, tapi sikap Bang Fariz masih tetap sama bahkan jauh lebih parah!"

Sorot netranya sangat amat tak bersahabat, aku cukup terkejut. Tapi, aku tak ingin kembali gentar dan membiarkan masalah ini terus berlarut-larut.

"Lepas, Kirania!"

Aku menggeleng kuat, yang kulakukan justru memeluknya dengan erat. Tubuhnya menegang hebat, berusaha untuk melepaskan diri, tapi aku takkan membiarkan itu.

Kuangkat wajahku agar bisa menatapnya seraya memberikan senyum termanis. "Aku tahu Abang marah dan kecewa, Abang gak bisa berdamai dengan masa lalu. Tapi, takdir hidup gak akan pernah bisa kita ubah, memang sudah jalannya seperti itu."

"Tanpa beliau Abang gak akan pernah ada di dunia ini, darah beliau mengalir di tubuh Abang. Saat ini Papa sangat ingin bertemu dengan Bang Fariz, sudah berapa lama coba kalian gak bertemu? Memangnya Abang gak rindu?" selorohku selembut mungkin.

Api tidak akan pernah padam jika ditambah dengan api pula, jadilah air agar bisa menenangkan kobaran tersebut.

Perlahan aku kembali membawa Bang Fariz untuk duduk. Tidak lagi ada penolakan, wajahnya pun tidak sekencang sebelumnya. Walau tak dapat dipungkiri, kilatan emosi masih menghiasi.

Kugenggam tangannya lembut, kami pun saling bertatapan. "Sudah sangat lama Papa mengidap penyakit ginjal, sekarang kondisinya semakin parah. Sudah beberapa kali aku mengunjungi beliau, terakhir kemarin sama Mama. Papa selalu menanyakan Abang, beliau sangat ingin bertemu dengan putra sulungnya."

Mataku tiba-tiba saja berair, selalu terbayang dengan tubuh ringkih Papa yang terbaring lemah di atas ranjang pesakitan.

Tanpa diduga Bang Fariz menghapus linangan air mataku. Dia tak berucap sepatah kata pun, tapi tatapannya jauh lebih bersahabat dan menenangkan.

"Abang mau yah ke rumah sakit, kita temui Papa sama-sama. Beliau pasti senang," kataku sehati-hati mungkin. Takut, emosinya kembali naik ke permukaan.

Belum sempat Bang Fariz menjawab, suara ketukan pintu terdengar sangat rusuh. Aku pun bergegas ke sana, dan betapa terkejutnya aku kala mendapati Mama beserta Mbak Rumi.

"Mama hubungi kamu dan Fariz berkali-kali, tapi gak ada satu pun panggilan yang dijawab. Kalian lagi ngapain sih?" sembur Mama.

Aku meringis dan menggaruk tengkuk kepalaku yang tidak gatal. "Hpnya aku silent, Ma, kalau hp Bang Fariz kayaknya di kamar. Kita lagi ngobrol di ruang keluarga, jadi gak kedengaran. Ada apa memangnya?"

"Mas Asnawi kritis, Mama harus bawa Fariz ke rumah sakit." Beliau menjawabnya seraya nyelonong masuk ke dalam.

"Masuk Mbak," kataku mempersilakan.

Mbak Rumi menggeleng dan tersenyum samar. "Mbak nunggu di sini aja."

Aku mengangguk paham.

"Maaf ganggu kamu malam-malam begini. Mbak sudah menghubungi kamu, tapi gak kunjung mendapat jawaban. Mbak nekad mendatangi rumah Tante Farah supaya tahu rumah kamu," terangnya.

Belum sempat aku merespons, kedatangan Mama yang tengah menyeret paksa Bang Fariz cukup mengejutkan.

"Mama jangan paksa Fariz!"

"Mama gak mau kamu menyesal di kemudian hari. Jangan banyak protes, cukup ikuti permintaan Mama."

"Fariz gak mau!"

"Bantu Mama, Nia. Suami kamu ini benar-benar keras kepala!" cetus Mama terlihat sudah kewalahan membawa putra semata wayangnya. Wajar saja, tenaga lelaki pasti jauh lebih besar dibanding perempuan.

"Kenapa dia ada di sini?!" tuntut Bang Fariz seraya menatap sengit ke arah Mbak Rumi.

"Jangan banyak tanya dan jangan banyak protes, bisa? Papa kamu lagi kritis di rumah sakit itu."

Terdengar helaan napas yang Bang Fariz keluarkan. "Ya."

Satu kata itu membuat kami lega, dan tidak perlu bersusah-payah menyeret Bang Fariz untuk masuk ke dalam mobil.

"Kenapa dia ikut masuk juga?!" protes Bang Fariz saat Mbak Rumi duduk di kursi penumpang, tepat di sisi Mama.

"Ini mobil Mama, kamu jangan banyak PROTES!"

Bang Fariz hendak turun dari mobil, tapi dengan cepat aku menahannya. "Nanti aku jelaskan, sekarang kita ke rumah sakit dulu."

"Jelaskan sekarang atau Abang gak mau mengikuti permintaan kalian."

Bukannya mendapat jawaban, Bang Fariz justru dihadiahi jeweran dari Mama. Aku hanya bisa meringis dan menahan tawa melihatnya.

"JALAN SEKARANG!"

Tanpa kata Bang Fariz segera melajukan mobilnya, sesekali dia memegang telinganya yang memerah akibat Mama.

"Nanti aku obati, sekarang Abang fokus nyetir dulu yah," kataku.

Bang Fariz melirik sekilas ke arahku dan mengangguk kecil.

Sekitar 30 menit kami berada di perjalanan, sampai akhirnya mobil yang kami tumpangi sampai di rumah sakit. Mbak Rumi dan Mama berlari menuju ruangan di mana Papa ditangani, sedangkan aku berjalan bak siput karena Bang Fariz yang kelewat santai.

Kutarik tangannya agar berjalan lebih cepat, Bang Fariz sempat memprotes tapi kuhadiahi pelototan tajam. Alhasil dia mau menurut juga.

Bang Fariz itu anti ribut di tempat umum, jadi kemungkinan dia akan mengalah jauh lebih besar. Beda cerita kalau di rumah, kami sama-sama keras kepala.

Bertepatan dengan kedatangan kami, dokter yang menangani Papa baru saja keluar. Dengan was-was kami menunggu penjelasan dokter tersebut.

"Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi mohon maaf pasien atas nama Bapak Asnawi Munawar tidak bisa diselamatkan. Beliau sudah berpulang."

Kakiku lemas bukan kepalang. Mataku pun rasanya sudah sangat siap meluncurkan cairan bening. "Innalillahi wa innailaihi raji'un."

Dengan kondisi  yang masih shock aku dan Mama membantu Mbak Rumi serta Tante Nadia yang tak sadarkan diri. Fokusku terpecah belah sampai tak sadar kalau Bang Fariz sudah tak lagi berdiri di sisiku.

1
aca
lanjut thor
aca
cerai aja klo masih pelit dasar bangsa t
aca
novelmu bagus kok like dikit bgt
aca
mending g usa lanjut mertua matre istri dokter g ada uang nya gk guna
aca
reza ngerepotin orag tua aja lo
aca
bodoh cerai aja punya suami gt
Novie Achadini
nggak usah nyesel fatiz bp jahat kaya gitu biar aja mati
Novie Achadini
yg sabar ya neng org sabar padti kesel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!