NovelToon NovelToon
My Stepbrother

My Stepbrother

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa / Bad Boy
Popularitas:12.1k
Nilai: 5
Nama Author: Heyydee

Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Mataku kembali terbuka melihat ada cahaya yang muncul.

Melihat keadaan mereka yang lemas dan lemah, Revandra segera menggendong tubuh mungilku dan membawaku. Erik juga menggendong Aura yang pingsan akibat kehabisan nafas.

Aku di letakkan di sebuah kamar hotel oleh Revandra. Dia membuka jasnya dan meletakkannya di atas nakas.

"Naura, sadarlah! Aku di sini," ucap Revandra khawatir.

"Revandra," aku tersadar.

"Aura gimana? Dia baik-baik aja kan?" aku langsung terperanjat duduk memikirkan keadaan Aura.

"Kau tenang saja, semuanya baik-baik saja," jawabnya.

Aku mengeluarkan nafas kasar. Kejadian tadi masih terbayang-bayang sempurna di pikiranku. Sepertinya aku menjadi trauma untuk naik lift lagi.

Aura di bawa oleh Erik ke kamar hotelnya dan segera memanggil dokter.

"Aku mau lihat keadaan Aura," ucapku.

Revandra membantuku untuk berdiri dan kami pergi ke kamar mereka. Aura masih belum sadarkan diri dan di pasang oksigen oleh dokter.

Aku mendekat ke arah Aura yang terbaring lemas.

"Erik, sebaiknya kita bicara di depan," ucap Revandra.

"Hmm," mereka pun pergi keluar kamar dan berbicara di depan.

"Rev, gue gak nyangka kalau kejadian terjadi," ucap Erik.

"Untungnya mereka masih selamat," ucap Erik dengan wajah sedih.

"Keliatannya ada yang gak beres," ucap Revandra.

"Apa maksudmu?" tanya Erik.

"Aku curiga jika ada yang sudah menyabotase semua ini," ucap Revandra.

"Karena ada beberapa hal yang terjadi begitu mendadak dan aneh," lanjutnya.

"Kalau di pikir-pikir benar juga!" ucap Erik.

Lalu ada telepon dari anak buah Revandra.

"Tuan, ternyata ada yang sengaja memotong kabel listrik bagian hotel," ungkapnya.

"Di bagian pengaturan lift juga ada yang membobolnya yang membuat lift nya berhenti," ungkapnya.

"Sudah aku duga. Cari orang itu sampai dapat! Aku yakin dia belum jauh dari sini," ucapnya yakin lalu mematikan telponnya.

Saat mereka berbicara di depan, aku diam-diam mengupingnya.

"Jadi ini semua di sabotase?" batinku heran.

"Tunggu, apakah mungkin yang tadi aku lihat itu adalah pelakunya?" batinku curiga.

"Tapi siapa yang melakukannya?" tanyaku heran.

Para tamu masih berada di bawah, mereka sama sekali tidak mengetahui tentang hal ini. Karina dan Nina memberitahukannya pada kedua orang Erik dan Aura. Mendengar hal itu mereka tampak kaget. Mereka juga langsung pergi ke atas melalui lift lain yang bisa di jangkau. Setelah lift terbuka mereka pun langsung masuk ke kamar untuk memastikannya.

***

Di sisi lain, tampak seseorang yang mengenakan jaket hitam juga masker untuk menutupi wajahnya. Dia berlari untuk menghindari kejaran dari para anak buah dan penjaga lainnya.

"Heii, berhenti kamu!!" teriak mereka.

Orang itu terus berlari menghindari mereka semua.

Karena di dalam kamar sudah ramai, aku keluar untuk berbicara dengan Revandra.

"Revandra, ada yang mau aku bicarakan," ucapku.

"Tentang apa?" tanyanya.

"Erik, lo kedalam gih! Kasian Aura," ucapku.

"Iya," Erik pun masuk kedalam.

"Revandra, kira-kira siapa yang nyabotase kejadian ini?" tanyaku.

"Tau dari mana?" tanyanya.

"Tadi aku nguping pembicaraan kalian," jawabku jujur.

"Wah, ternyata kau suka menguping ya?" ucapnya dengan senyuman miring.

"Bukan gitu, tapi....... sebenarnya sebelum kejadian itu aku melihat sesuatu," ucapku.

"Tadi pas aku lagi asik main hp di kamar Aura, aku gak sengaja ngeliat ada orang yang ngintipin kita berdua," ucapku.

"Tapi pas aku cek keluar ruangan, gak ada siapa-siapa," lanjutku.

"Aku kira itu hantu, tapi......aku curiga kalau itu adalah pelakunya," ucapku.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Seharusnya kamu segera memberitahukannya padaku?" Revandra marah.

"Lain kali, kalau melihat sesuatu yang aneh jangan diam saja! Segera beritahu aku, takutnya ada sesuatu yang membahayakan," ucapnya.

***

"Ah, sial! Mereka terus mengejarku! Aku harus bersembunyi," ucap orang misterius itu dengan suara laki-laki.

Orang itu mengambil kesempatan untuk masuk kedalam semak-semak dan bersembunyi disana. Mereka yang mengejarnya pun berhenti kala orang itu menghilang secepat kilat.

"Dimana dia? Kenapa bisa hilang begitu saja?"

"Sebaiknya kita berpencar ke berbagai arah," mereka membagi tim untuk melacak keberadaan orang itu.

Melihat mereka sudah pergi, orang itu segera keluar dari tempat persembunyiannya. Namun, ternyata dugaannya salah. Melihat orang misterius itu keluar, anak buah dari Revandra segera mengepungnya. Mereka membuat rencana untuk menipu orang itu agar keluar dari tempat persembunyiannya.

Orang itu tampak kebingungan setengah mati.

"Gawat, mereka menipuku! Sekarang mereka mengepungku," batinnya panik.

"Tangkap dia,"

Ternyata untuk menangkap orang misterius itu tidak segampang yang di pikirkan. Meskipun sudah di kepung, orang misterius itu memberi perlawanan keras. Dia sangat jago berantem dan hampir mengalahkan separuh dari mereka yang menyerbunya.

Namun untungnya itu tidak bertahan lama, Benny datang dan segera memberi pelajaran pada orang itu.

Bruk~

Satu tinjuan dan tendangan berhasil melumpuhkan orang itu. Orang itu tersungkur ke tanah dengan babak belur dan lemah.

"Sudah salah malah melawan," ucap Benny kesal.

"Bawa dia," mereka membawanya.

***

Di sisi lain, lampu akhirnya hidup total dan semua kerusakan sudah di perbaiki. Benny menelpon Revandra dan mengabarkan bahwa pelakunya sudah di tangkap.

"Tetap disana, aku akan kesana sekarang," ucap Revandra.

"Kenapa Rev? Kamu mau kemana?" tanyaku.

"Kamu tetaplah disini, aku akan keluar sebentar," Revandra pergi begitu saja.

Aku tidak menurut apa yang di katakan nya. Aku mengikutinya dari belakang. Aku naik lift lain menuju ke bawah. Setelah lift terbuka, Revandra segera keluar dari sana. Setelahnya lift ku juga di terbuka dan aku terus mengikutinya dari belakang.

Revandra menghampiri anak buahnya. Dia berhenti tepat di depan orang misterius itu. Aku mengintip dari balik mobil agar tidak ketahuan oleh Revandra.

"Itu....apa jangan-jangan dia pelakunya ya?" tanyaku saat melihat orang itu.

"Tapi siapa dia? Dan kenapa alasan dia membuat semua kejadian ini?" tanyaku.

Tanpa basa-basi, Revandra membuka masker yang di pakainya untuk menutupi sebagian wajahnya. Dia membuang masker itu dan terlihatlah seorang pria yang bisa dibilang cukup tampan untuk seorang penjahat.

"Siapa kamu?" tanya Revandra.

Saat aku memperhatikan wajah pria itu, wajahnya tampak tak asing.

"Kayak gak asing?" aku langsung teringat tentang suatu hal.

"Astaga, dia kan pria yang waktu itu nembak Aura?" tanpa pikir panjang, aku langsung menghampirinya.

"Woyy!!" teriakku lalu menampar pria itu.

Plak~

Satu tamparan mendarat di pipi pria yang bernama Arsen. Semu anak buahnya tampak kaget ketika aku tiba-tiba memberi tamparan keras padanya. Sedangkan Revandra hanya memberikan reaksi dingin dan wajah datarnya.

"Jadi lo yang buat gue sama Aura celaka?" tanyaku.

"Mau lo sebenarnya apa sih?" tanyaku kesal.

"Lo dendam karena Aura nolak cinta lo maka nya lo mau nyelakain kita berdua?" tanyaku dengan nada keras.

"Iya, gue ngelakuin ini karena gue sakit hati sama dia! Gue gak rela dia nikah sama Erik! Kalau gue gak bisa dapetin dia, maka siapapun gak ada yang boleh dapetin dia,"

"Lo harus sadar, cinta lo ke dia itu udah berubah jadi obsesi," ucapku.

"Lo gak seharusnya sampai kayak gini! Perempuan di luar sana masih banyak yang mau nerima lo bahkan lebih baik dari Aura! Lo harus berpikiran secara terbuka lagi! Gue yakin lo itu orang baik, hanya karena ego yang sulit di kendalikan jadinya lo berbuat nekat," ucapku.

"Lepaskan dia," pintahku pada anak buahnya.

Anak buahnya tampak ragu, mereka melihat Revandra. Revandra mengangguk kecil dan akhirnya mereka melepaskan pria itu.

"Arsen, dengarkan aku!" aku memegang kedua lengannya dan mencoba untuk menyadarkannya.

"Biarkan Aura bahagia dengan pasangannya! Carilah pasangan lain yang lebih baik darinya," ucapku.

"Lo kira gue peduli," perkataannya membuatku kaget.

Pria itu menatapku dengan tatapan dingin. Dia bahkan malah mendorongku hingga hampir terjatuh ke tanah. Namun, Revandra segera menangkapku. Anak buah pun segera menjeratnya lagi.

"Berani sekali kau mendorong Naura? Kau akan menyesal karena sudah berani menyakitinya," ucap Revandra dengan tatapan tajam.

"Bawa dia ke penjara," pintah Revandra dan mereka menurutinya. Pria itu tampak memberikan sedikit perlawanan.

Revandra memegang tanganku dengan erat dan menarikku untuk masuk ke dalam mobil.

"Ayo kita pulang," ajaknya.

"Tapi Aura-

"Jangan pikirkan orang lain lagi! Dia baik-baik saja dan banyak yang menjaganya," ucap Revandra.

Aku pun masuk ke dalam mobil dan kami pulang. Revandra mengendarainya dengan kecepatan sedang. Suasana menjadi hening dan sepi. Aku membuka kaca jendela mobil untuk merasakan udara malam.

"Kau bisa masuk angin jika kelamaan kena angin malam," ucap Revandra.

Revandra menutupnya secara otomatis dan menghidupkan penghangat di dalam mobil. Udara jadi lebih nyaman dari sebelumnya.

"Rev,"

"Ya,"

"Tadi...aku liat kamu di peluk sama cewek," ucapku penasaran dengan kedekatan mereka berdua.

"Kalian keliatannya dekat? Emangnya siapa cewek itu?" tanyaku.

"Kau melihatnya? Ternyata matamu sangat jeli," ucapnya.

"Aku hanya penasaran saja! Apa dia pacarmu?" tanyaku.

"Kau banyak bicara! Dia bukan pacarku, kami hanya sepupu jauh," ucapnya.

"Sepupu?"

"Ya, sudah lama kami tidak jumpa," ucapnya.

"Ya ampun, jadi cewek gatel itu sepupunya? Siapa sangka?" batinku kesal.

"Kenapa bengong?"

"Hah, enggak kok!"

"Sepertinya kau harus di beri hukuman," ucapnya membuatku kaget.

"Apa? Hukuman? Emang aku salah apa?" tanyaku.

"Kesalahanmu? Tadi aku menyuruhmu untuk tetap di dalam hotel tapi kau diam-diam mengikuti ku dari belakang?"

Aku terdiam sejenak.

"Kau semakin berani untuk membantah! Semakin hari semakin nakal dan susah di atur," ucapnya.

"Heii, aku tuh punya kehidupan sendiri! Jadi gak usah atur-atur hidupku dong," ucapku kesal.

Tiba-tiba saja Revandra dengan sengaja membuat mobilnya melaju dengan kecepatan full.

"Revandra!! Pelanin mobilnya!!" omelku.

"Bukankah ini seru?"

"Seru? Yang bener aja? Nanti kalau kita kecelakaan gimana?"

"Tidak akan,"

"Revandra, jangan gil4 deh!!"

"Revandra!!" teriakku kala Revandra terus melajukan mobilnya secara ugal-ugalan. Dia bahkan dengan berani menyalip mobil-mobil yang lain dengan kecepatan penuh tanpa di rem sedikitpun.

Aku yang ketakutan hanya bisa berteriak keras dan tidak bisa menghentikan aksi gil4 Revandra. Aku memejamkan kedua mata dan memegang besi pegangan dengan kuat.

Dalam hitungan menit, kami pun sampai di rumah. Aku merasa sangat tenang saat sudah sampai. Jantungku terasa mau copot dan berdegup kencang. Nafasku jadi tersenggal-senggal dengan badan yang lemas.

"Revandra, lo kesambet apa sih?" batinku kesal.

Mobil berhenti tepat di depan rumah utama. Revandra tersenyum tipis kala melihatku ketakutan setengah mati.

Aku keluar dari mobil dan kepalaku terasa pusing juga sedikit mu4l. Aku langsung jongkok karena tubuhku sedikit terhuyung.

Huek~

Huek~

Revandra turun dari mobil dan berdiri di depanku. Aku mendongak ke atas dengan wajah yang kesal.

"Revandra, awas aja lo! Gue bakal ngasih pelajaran buat lo!!" batinku kesal.

"Cih, hanya segitu kemampuanmu? tanya Revandra.

"Padahal itu belum seberapa. Lain kali aku akan mengajakmu balapan," ucapnya.

"Gak mau," aku berdiri dan langsung berlari kedalam rumah.

Aku mengunci kamarku dengan rapat.

"Revandra, dia itu sebenarnya manusia apa sih?" tanyaku kesal.

"Kadang baik, kadang gil4, kadang mesvm?" tanyaku heran.

"Udah bener gue harus jauh-jauh dari dia biar dia gak berbuat seenaknya! Tapi kenapa gak bisa sih?" tanyaku heran.

Aku terpikirkan ide konyol di otakku.

"Gue tau harus berbuat apa," ucapku dengan senyuman nakal.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.45 malam. Aku segera menghapus make up dan membersihkan diri yang sudah lengket karena keringat. Setelah selesai, aku pakai baju tidur bermotif panda. Aku duduk sambil menunggu waktu tengah malam tiba. Setelah pukul 12 malam, aku memakai sendal imut dan keluar dari kamar. Melihat dan mengawasi sekitar yang sudah tampak sepi.

"Bagus, pasti dia udah tidur!" ucapku.

Aku langsung pergi keatas dengan tangga. Aku berlari kecil agar cepat sampai ke atas.

Berjalan perlahan ke depan pintu Revandra. Saat aku membuka kenop pintunya ternyata tidak terkunci.

"Bagus, pasti di lupa ngunci," ucapku pelan.

Aku masuk perlahan tanpa mengeluarkan suara dan menutup kembali pintunya dengan pelan agar tidak menimbulkan suara.

Saat aku melihat ke ranjang Revandra, ternyata dia tidak ada di tempat tidurnya.

"Loh, dia kok gak ada di tempat tidur?" tanyaku.

Aku mendekat ke ranjang dan memeriksanya.

"Beneran gak ada? Terus dia dimana?" tanyaku heran.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari dalam kamar mandi.

"Ya ampun, kayaknya dia lagi mandi! Gawat nih," ucapku pelan.

Ceklek~

Saat pintu terbuka aku panik dan langsung bersembunyi di salah satu lemari pakaiannya.

"Haduh, salah momen nih! Lagian udah jam segini dia kok belum tidur sih? Dari tadi ngapain aja baru mandi tengah malam gini?" batinku heran.

Aku mengintip sedikit dari celah sempit lemari tersebut.

Tatapanku terpaku kala melihatnya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan bertelanj4ng dada dengan memakai handuk sepinggang. Aku langsung membuang pandangan.

"Ya ampun, mata gue ternodai lagi!" batinku kesal.

Aku kembali di buat kaget, kala Revandra mendekat ke arah lemari.

"Mampus, gue bisa ketauan nih," batinku panik.

"Rev, jangan kesini dong!" batinku dengan was-was.

Revandra berhenti tepat di depan lemari. Ia membuka lemarinya. Untungnya dia membuka yang sebelahnya jadi aku masih aman.

"Syukurlah dia gak buka yang ini," batinku lega.

Revandra mengambil piyama putih dari dalamnya. Meletakkan piyama itu ke atas ranjang. Dia melepaskan handuknya dan terlihatlah pakaian dalamnya yang tampak sexy. Ia memakai piyama putihnya lalu memakainya. Setelahnya dia menyangkutkan handuk ke rak. Lalu, ia menuju pintu kamarnya dan mengunci pintunya dengan rapat.

"Huh, dia kok kagak tidur-tidur sih?" batinku.

"Mau sampai kapan gue ada di dalam sini?" tanyaku.

"Haduh, nyesel banget deh! Salah nih gue," batinku kesal.

Revandra benar-benar belum tidur. Bahkan ia mengambil rokok dan duduk di sofa sambil menghisapnya.

"Si4l bener hidup gue!" batinku.

"Aduh, badan gue rasanya udah encok," batinku.

Aku juga sudah mulai mengantuk. Mataku rasanya sudah berat dan ingin segera tidur.

"Niat mau ngerjain dia, eh....malah begini jadinya," batinku kesal.

Setelah beberapa menit berlalu, dia meletakkan rokoknya yang sudah habis ke asbak. Ia berdiri dan berjalan menuju ranjangnya.

"Bagus, kayaknya dia udah mau tidur," batinku.

Revandra duduk di pinggir ranjang lalu mengambil hp nya sebentar. Setelahnya barulah ia mulai berbaring di atas king size empuknya. Fia tidak menyelimuti dirinya dan memejamkan matanya.

"Yes, akhirnya dia tidur juga," batinku.

"Tapi, gue gak bisa keluar sekarang! Tunggu dia terlelap dulu baru gue keluar," batinku.

Aku menunggu beberapa menit sampai dia terlelap. Bahkan aku juga hampir tertidur di dalam lemari.

Hoam

Aku menguap lebar dan segera keluar dari lemari itu.

Berjalan mengendap-endap mendekat ke arah Revandra yang tengah tertidur lelap. Aku melihat nya lebih dekat untuk memastikannya.

"Huh, dia tidur!" batinku.

Aku berjalan lagi menuju pintu keluar. Namun saat aku akan membukanya ternyata pintu kamar terkunci.

"Loh, kok ke kunci sih?" tanyaku panik.

Aku mencoba membukanya dengan sekat tenaga tapi tetap tidak bisa. Aku mencari kuncinya ke berbagai area. Setelah beberapa menit, akhirnya aku menemukannya.

"Tunggu! Kalau gue keluar, sia-sia dong usaha gue?"

"Gue harus ngasih pelajaran dulu sama nih orang," ucapku.

Aku mengeluarkan sesuatu dari kantung. Sebuah botol kecil yang di dalamnya berisi cairan kental berwarna hitam.

Hihihihihi

Aku masuk ke dalam kamar mandi, lalu mengoleskan cairan hitam itu ke handuk. Naura menutupinya dengan handuk lain agar tidak terlalu keliatan.

Aku langsung membuang botol yang sudah kosong itu ke tempat sampah. Segera keluar dari kamar mandi dengan perlahan-lahan.

Saat mau keluar, tiba-tiba kuncinya hilang.

"Loh, mana kuncinya?" tanyaku.

"Aduh, ceroboh banget sih?" aku kesal.

Kunci itu terjatuh di ranjang Revandra. Aku diam-diam mendekat dan mencoba mengambil kuncinya. Naura pun berhasil mengambilnya dan berencana pergi dari tempat itu.

Namun baru saja ingin melangkah, tiba-tiba ada yang menarik bajuku. Aku langsung menoleh ke belakang dan melihat Revandra terbangun dari tidurnya. Dia bahkan tersenyum miring ke arahku.

"Mampus gue," batinku panik.

"Ngapain kamu ada di sini?" tanyanya dingin.

"A-aku.....anu....itu...aku....

Aku bingung mau jawab apa jadinya tergagap.

"Cih, mau menyerahkan diri padaku?" tanyanya membuat mataku melotot tajam ke arahnya.

"Heh, lepasin bajuku!!" ucapku.

Aku mencoba untuk kabur tapi tidak bisa.

"Revandra, lepasin dong! Gue mau balik ke kamar," ucapku.

"Balik? Sudah masuk sembarangan ke kamar orang dan kau mau balik begitu saja?" tanya Revandra.

"Rev, gue.....gue.... sebenarnya gue mau ngasih tau sesuatu sama lo," ucapku.

"Aduh, apa ya? Gue lupa mau bilang apa tadi," ucapku panik.

"Apakah kau tau bahaya memasuki kamar orang lain apalagi laki-laki di tengah malam begini?" tanya Revandra dengan nada yang menakutkan.

"Kalau sudah masuk, tidak mungkin kamu bisa keluar dari sini," ucapnya dengan senyuman smirk.

"E-eh,"

Revandra menarik bajuku ke belakang hingga aku terjatuh ke pangkuannya. Tatapan kami saling bertemu satu sama lain.

"Sepertinya kau sangat suka dekat-dekat denganku," ucapnya.

"Apa? Revandra, lepasin!!"

"Tidak,"

"Revandra, kamu jangan macam-macam ya!" ancam ku.

"Biarin aku keluar, tolong!" ucapku memelas padanya.

"Sayang sekali jika aku melewatkan kesempatan ini," ucapnya sambil menyelipkan rambutku ke samping telinga.

"Tatapan ini.....

Benar saja, Revandra melakukan aksinya yang nakal. Dia menc1umku habis dengan disertai lum4tan yang cukup li4r. Aku memukul-mukul pundaknya agar dia segera melepaskan tautannya.

"Kali ini gue yang salah ambil langkah," batinku.

"Sekarang gue jadi mangsanya lagi," batinku kesal.

Untungnya dia segera menyudahi aksinya itu.

"Revandra, lo......

"Ssstt...

Revandra menaruh jari telunjuknya di bibirku.

"Jangan banyak bicara lagi! Jika tidak mau aku melakukan sesuatu yang lebih terhadapmu," ucapnya membuatku merinding.

"Tidurlah bersamaku malam ini," pintahnya.

"Apa? Tidur bersama?" aku kaget.

Revandra membaringkan tubuh mungilku di sampingnya. Dia bahkan berbaring sambil memelukku. Aku hanya bisa terdiam tanpa perlawanan.

"Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu," bisiknya di telingaku.

Aku berupaya keras untuk melepaskan tangannya dari tubuhku tapi tetap tidak bisa. Lama kelamaan mataku mulai satu dan tanpa sadar aku tertidur pulas di samping Revandra.

Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi. Aku segera melepaskan tangannya yang masih merekat di pinggangku. Akhirnya aku bisa terlepas darinya dan segera pergi dari sana sebelum dia bangun dari tidurnya.

Namun, ternyata Revandra tau kalau aku buru-buru pergi. Dia membuka matanya lalu tersenyum miring.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Aku sudah bersiap untuk kuliah. Aku pergi lebih awal dari jam kuliah yang seharusnya untuk menghindari Revandra.

"Gue harus buru-buru pergi nih sebelum Revandra turun,"

Aku menuruni tangga menuju lantai bawah. Aku bahkan tidak sarapan karena takut Revandra keburu keluar. Padahal pelayan sudah berteriak-teriak agar aku sarapan dulu tapi aku langsung pergi begitu saja tanpa menyapa mereka.

Aku langsung bergegas naik ke mobil dan menyuruh supir untuk segera mengantarku ke kampus.

Di sisi lain setelah selesai mandi, Revandra mencuci mukanya agar lebih keliatan sehat dan segar. Dia memakai sabun pencuci muka khusus yang sering ia pakai sebelumnya. Dia lalu membilasnya lalu mengambil handuk kecil lalu mengelapnya tanpa melihat ada apa di handuk itu. Saat selesai mengelap, Revandra baru menyadari sesuatu yang aneh di handuk kecil itu.

"Tunggu, apa ini?" Revandra melihat handuknya yang menjadi hitam.

Saat melihat ke cermin, dia sangat kaget kala melihat seluruh wajahnya yang berubah jadi hitam.

"Shitt!! Muka gue!" ucapnya panik.

Dia mencoba membersihkannya dengan menggunakan berbagai sabun pencuci muka tapi warna hitam di wajahnya tidak bisa hilang.

"Si4l, siapa yang sudah berani melakukannya?" tanyanya kesal.

Revandra menyipitkan matanya kala tertuju pada satu orang.

"Cih, apakah ini perbuatannya?" tanyanya kesal.

"Huh, benar-benar di luar dugaan! Dia membuatku kesal," ucapnya marah.

Dia keluar dari kamar mandi dan segera memakai jasnya dengan rapi.

"Awas saja kamu! Aku akan memberimu pelajaran," ucapnya kesal.

Padahal pagi ini dia harus meeting dengan klien pentingnya tapi aku malah membuat kekacauan pada dirinya. Perasaan kesal dan marah ada di hatinya yang dingin.

Cat yang aku berikan itu adalah cat permanen dan dikit untuk di hilangkan. Aku bahkan tidak mengetahui tentang itu.

Dia mengambil topeng dari laci. Sebuah topeng yang dapat menutupi seluruh wajahnya. Dia terpaksa memakai itu untuk menutupi wajahnya yang tercoreng.

Dia turun ke lantai bawah. Para pelayan kaget setengah mati di buatnya. Mereka mengira kalau Revandra adalah penyusup atau penjahat. Bahkan mereka hampir menggebuki Revandra.

"Aku Revandra,"

"Hah, tuan? Maafkan kami tuan! Kamu kira tadi tuan penyusup,"

"Lagian kenapa tuan pakai topeng begitu? Tuan menakuti kami,"

"Hah, dimana Naura?" tanya Revandra.

"Nona sudah berangkat sejak tadi,"

"Dia pasti sengaja menghindari ku," batinnya.

"Cih, dasar bocah nakal," batinnya.

Revandra pun pergi ke kantornya.

***

Aku dan Nina menelpon Aura. Karina hari ini tidak datang karena ada urusan keluarga.

"Hai Aura!"

"Hah,"

"Gimana, lo udah baik kan?" tanyaku.

"Udah kok,"

"Syukur deh,"

"Eh Aura, gagal dong malam pertama lo sama Erik," ucap Nina.

"Nina, bisa-bisanya lo masih mikirin itu?" tanyaku heran.

"Sorry ya si Nina emang kebiasaan!" ucapku.

"Hahahaha, udah gak heran kalau di Nina ngomong kayak gitu," jawab Aura.

"Oh iya, lo lagi dimana?" tanyaku.

"Lagi di rumah,"

"Hah? Suami lo mana?" tanyaku.

"Ada, dia lagi angkatin barang gue ke mobil,"

"Mau kemana?" tanya Nina.

"Mau ke rumah Erik lah! Kan sekarang gue sama dia udah nikah, gimana sih?"

"Ya siapa tau mau bulan madu ke luar negeri," ucap Nina.

"Gue sama Erik belum mikirin kesana," jawab Aura.

"Oh iya, Karina mana? Kok gak keliatan?" tanya Aura.

"Dia ada urusan sama keluarganya, jadi untuk beberapa hari ke depan dia gak masuk," jawab Nina.

"Lo kapan masuknya?" tanyaku.

"Hmm gak tau! Gue kan pengantin baru jadi butuh waktu berduaan sama mas suami," ungkapnya.

"Iya deh, enak ya kayaknya udah punya suami," ucapku sedikit iri.

"Maka nya buruan nikah biar ngerasain rasanya gimana," ucap Aura.

"Eh udah ya teleponnya, gue udah mau berangkat nih,"

"Iya, iya,"

"Gue matiin ya,"

"Iya,"

Sambungan di matikan.

"Sepi ya gak ada Aura sama Karina," ucapku.

"Iya, jadi agak garing ya?"

"Garing apaan? Lo kira lagi jemur ikan asin?" tanyaku.

"Ya kan jadi gak banyak yang bisa kita omongin! Biasanya mereka tuh terutama Aura yang sering bawa gosip," ucap Nina.

"Huh, udah deh! Masuk yuk, entar kita terlambat masuk kena hukuman lagi sama dosen kesayangan lo," ucapku.

"Ih apaan sih? Dosen kesayangan apaan? Ogah banget gue," Nona tampak kesal.

"Ck, kesel lo? Udah ah, gue mau masuk," aku pergi duluan.

"Naura, tunggu dong! Main tanggal-tanggal aja sih," teriaknya lalu menyusul.

Setelah pelajaran di kampus selesai, semua mahasiswa pulang ke rumahnya. Naura dan Nina berjalan bersama menuju pintu keluar.

"Eh, Nina lo pulang duluan aja deh,"

"Lah kenapa?"

"Gue ada urusan,"

"Urusan apaan?"

"Ada deh,"

"Ya udah, kalau gitu gue pulang luan ya,"

"Hati-hati ya,"

"Oke," Nina berjalan menuju pintu keluar kampus.

Aku menghampiri pak Didi di ruang dosen pribadi.

Tok

Tok

Tok

"Permisi pak," ucapku.

"Siapa?"

"Naura pak," jawabku.

"Oh masuk Naura, buka aja pintunya!" pintah pak Didi.

Aku membuka pintu lalu menutupnya lagi kemudian mendekat ke pak Didi.

"Silahkan duduk," ucapnya.

"Ada urusan apa?" tanyanya.

"Gini pak, waktu itu bapak pernah nawarin ke saya tentang guru pembimbing, apakah masih bisa pak?" tanyaku.

"Oh, kamu beneran mau!" tanyanya.

"Iya pak! Saya mau secepatnya buat nyelesain skripsi biar bisa tamat dari sini," jawabku.

"Ya udah, kalau gitu kamu saya kasih nomornya aja ya! Kamu harus ngomong sendiri ke dia," ucapnya.

"Iya pak,"

"Nomornya sudah saya kirim di WhatsApp. Namanya Ellen, dia orangnya baik kok! Pasti kamu bakal nyaman kalau belajar sama dia," ucapnya.

"Oh iya pak, terima kasih! Kalau gitu saya pamit dulu ya pak," ucapku lalu pergi.

***

"Huh, semoga aja guru ibu bisa bantu aku sampai selesai," ucapku.

"Apa aku telpon sekarang aja ya?" tanyaku.

Aku pun memutuskan untuk menelpon nomor orang yang akan jadi guru privatku. Hp nya berdering tapi tidak kunjung di jawab. Aku mencobanya lagi hingga beberapa kali tapi belum ada jawaban.

"Kok gak di angkat sih? Padahal kan hp nya nyambung?" tanyaku heran.

"Apa orangnya lagi sibuk ya?" tanyaku.

"Ah coba lagi deh," aku menghubunginya lagi. Kali ini berdering cukup lama sebelum akhirnya di jawab oleh Ellen.

"Halo, maaf ini siapa ya?" tanya perempuan cantik bernama Ellen.

"Oh, maaf mengganggu waktunya buk! Jadi gini, saya di kasih rekomendasi sama pak Didi buat cari guru pembimbing,"

"Oh, Naura ya?" tanyanya.

"Iya bu, saya Naura! Kira-kira ibu mau gak buat jadi guru privat saya?" tanyaku sopan.

"Hmm, kalau ngomongnya lewat hp gak enak deh! Gimana kalau kita ketemuan biar bahas soal ini?"

"Oh boleh bu! Kapan dan dimana bu?" tanyaku.

"Nanti sore kamu bisa?"

"Bisa kok bu,"

"Ya udah, kita ketemuan di cafe carrent dekat taman? Kamu tau kan tempatnya?"

"Oh iya bu, saya tau kok!"

"Ya udah, kalau gitu sampai jumpa nanti disana ya! Maaf gak bisa lama-lama nelponnya, soalnya saya lagi banyak kerjaan,"

"Oh iya bu," telpon di tutup.

Setelah menelpon barulah aku pulang dengan naik taksi yang sebelumnya aku pesan. Beberapa saat kemudian aku sampai di depan gerbang dan turun.

Aku berjalan dengan santai sambil tersenyum. Saat aku pulang, para bodyguard menunduk dengan hormat.

"Selamat siang nona," mereka berucap dengan sopan.

"Om, kalian tuh gak usah nunduk kayak gitu kalau aku datang! Biasa aja, bawa santai!" ucapku.

"Tidak bisa nona! Anda adalah nona kami, kami harus selalu menghormati nona dan juga tuan muda,"

"Ya baiklah, terserah kalian saja!" aku masuk kedalam rumah.

Saat masuk, aku langsung mencium aroma masakan yang sangat enak.

"Hmmm, harum banget!" aku langsung menuju dapur.

Benar saja, susah banyak makanan enak yang tersedia di atas meja.

"Selamat siang nona!" sapa para pelayan.

"Wah, pasti makanannya enak banget nih," ucapku.

"Silahkan dinikmati makanannya nona," ucap Mutia.

Aku duduk dan meratapi berbagai makanan yang tersaji di atas meja.

"Eh gak usah bi, biar aku aja yang ngambil nasinya," ucapku mengambil piring.

"Tapi non-

"Bibi sama pelayan semuanya udah makan? Kalau belum mending makan bareng aku yuk," ajakku.

"Tidak nona, kami hanya seorang pelayan! Kami tidak pantas duduk di samping nona apalagi sampai makan bareng sama nona,"

"Siapa yang bilang begitu?" tanyaku.

"Itu-

"Udahlah, yuk makan bareng aku aja! Lagian aku nisan kalau makan sendiri! Gak ada yang bisa di ajak bicara, yang ada malah suara jangkrik doang," ucapku.

"Tapi nona-

Aku berdiri dan menarik mereka satu per satu untuk duduk di kursi. Mereka hanya bisa pasrah karena jika mereka menolak tawaranku aku tidak mau makan. Aku mengambilkan mereka piring dan nasi, lalu aku berikan ke mereka. Aku juga mengambilkan mereka lakukan pauknya. Kami pun makan bersama. Suasana jadi lebih ramai karena ada para pelayan yang menemaniku makan.

***

Sore harinya, aku bersiap untuk bertemu dengan Ellen. Membawa tas mungil kesukaanku, lalu segera pergi dengan di antarkan oleh pak supir pribadi dan diikuti oleh satu mobil di belakang yang berisi anak buah Revandra. Kalau tidak, aku tidak di bolehin buat keluar rumah.

Sesampainya disana, cafe tampak cukup ramai. Aku segera masuk kedalam karena aku sudah agak terlambat dari jadwal yang di tentukan. Aku melihat kesana-kemari untuk mencari Ellen. Aku menelponnya karena bingung. Dia memberitahukan kalau dirinya berada di outdoor belakang cafe karena indoor ruangannya penuh. Aku segera menyusulnya kesana dan mataku langsung tertuju pada seorang wanita cantik berambut panjang lurus yang tampak sendirian sambil memainkan laptopnya.

"Itu orangnya gak sih?" aku mencoba mendekat kearahnya.

"Permisi, Mbak Ellen ya?" tanyaku.

"Naura?"

"Iya, saya Naura!"

"Oh oke, silahkan duduk," ucapnya.

Aku terpesona kala melihat kecantikannya dari jarak yang dekat. Hidung mancung, dagu yang lumayan lancip, bibir berbentuk love, leher yang jenjang, mata tajam, wajah kecil, tubuh ramping, dia tampak sangat sempurna seperti seorang model kelas atas.

"Waw, cantik banget! Gue sampai minder dibuatnya," batinku terpesona.

"Dia kayak kayak keturunan China atau Korea gitu ya?" batinku.

"Hmm, maaf karena saya agak terlambat,"

"Gak papa kok,"

"Gimana, kamu beneran mau saya jadi guru pembimbing kamu?"

"Iya bu. Sebenernya sebelumnya saya udah ada beberapa guru pembimbing, tapi mereka semua gak ada yang tahan buat ngajarin saya,"

"Kenapa?"

"Karena saya sudah buat diajari! Dulu tuh saya sering buat masalah, jadinya saya paling malas kalau berurusan dengan guru pembimbing, maka nya gak ada yang tahan,"

Setelah berbicara panjang lebar, akhirnya bu

Ellen dan Naura sepakat untuk saling bekerja sama. Bu Ellen menolak untuk dibayar atau digaji.

"Tidak usah, saya akan membantu kamu sampai skripsi kamu selesai dengan cepat,"

Dia tampak sangat baik dan perhatian padaku. Ellen mencoba membuat suasana menjadi santai agar tidak terlalu serius dan kaku. Mereka juga menikmati suguhan beberapa makanan kecil dan minuman. Walaupun batu pertama kalinya bertemu, mereka bisa akrab dengan cepat.

"Naura, ibu ada urusan di kantor! Kalau gitu cukup sampai disini dulu ya hari ini,"

"Oh iya bu,"

"Oh iya kamu pulang sama siapa? Kalau mau bjar ibu antar aja,"

"Gak usah bu, saya pakai mobil pribadi kok,"

Kami keluar dari cafe secara bersamaan. Kami berpisah di area parkiran mobil. Ellen pulang lebih dulu di banding aku.

Aku masuk kedalam mobil dan kembali kerumah utama.

"Ternyata bu Ellen baik juga! Terus orangnya ramah, murah senyum, suaranya lembut, sopan, cantik, wanita karir, perfect banget deh!" batinku.

"Kalau aku jadi cowok, pasti aku bakalan kepincut sama bu Ellen. Eh, tapi tadi aku lupa nanya tentang status bu Ellen? Kira-kira dia udah punya pacar apa belum ya?" tanyaku penasaran.

1
Bunda Abi
bikin Ravendra bucin thor
Windy Hapsarini
Hmmm .. Revandra cari kesempatan dalam ketakutan /Smile/
All
bagus
Ira
bgs
Bunda Abi
semangat up Thor 🔥🔥🔥
Anonymous
ok
Ira
bgs
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!