NovelToon NovelToon
Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi Wanita
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: monoxs TM7

Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.

"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.

Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"

Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."

Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13: Mencari Petunjuk

Langit masih gelap ketika Elarya dan Kael melanjutkan perjalanan mereka, langkah kaki mereka terdengar teratur di tengah sunyi hutan yang menyelimuti. Setelah berpisah dengan Lysander, mereka tahu bahwa misi mereka semakin jelas—mereka harus menemukan tempat yang terlupakan itu, tempat di mana segel cahaya Elarya pertama kali tercipta. Namun, meski tahu tujuannya, perjalanan ini tetap penuh dengan ketidakpastian. Tidak ada peta, tidak ada petunjuk jelas selain kata-kata Lysander yang membingungkan.

Elarya menggigit bibir bawahnya, memikirkan semua yang baru saja terjadi. Apa yang dimaksud Lysander dengan "tempat terlupakan"? Apa yang sebenarnya harus dia temukan di sana? Cahaya dalam dirinya terasa semakin kuat, namun ada rasa cemas yang menggelayuti pikirannya. Kekuatannya bisa menyelamatkan dunia, tapi bagaimana jika kekuatan itu justru akan menghancurkannya?

Di sampingnya, Kael melangkah mantap, tubuhnya tampak lebih tegap daripada biasanya. Ia tahu betul apa yang ada di pikiran Elarya—keraguan yang sama yang pernah ia rasakan dulu. Namun, dengan setiap langkah mereka menapaki perjalanan ini, Kael merasa semakin yakin bahwa mereka akan menemukan jawabannya. Dengan Elarya di sampingnya, ia merasa ada sesuatu yang luar biasa dalam diri mereka, kekuatan yang lebih besar daripada sekadar cahaya atau kegelapan.

"Elarya," kata Kael, suaranya rendah namun penuh keyakinan. "Aku tahu ini tidak mudah, tapi kita tidak bisa berhenti sekarang. Kita sudah terlalu jauh."

Elarya mengangkat wajahnya, menatap Kael dengan tatapan yang penuh harapan dan sedikit keletihan. "Aku tahu, Kael. Tapi... bagaimana jika aku tidak cukup kuat? Bagaimana jika aku kehilangan kendali lagi? Aku takut jika segel ini semakin kuat, aku justru akan menghancurkan segalanya."

Kael tersenyum lembut, menyentuh bahunya dengan lembut. "Kamu tidak akan sendirian, Elarya. Aku akan selalu ada di sini, di sampingmu, mendukungmu. Kamu bukan hanya kekuatan itu. Kamu lebih dari itu."

Elarya merasa hati kecilnya bergetar mendengar kata-kata Kael. Selama ini, ia merasa seperti beban yang harus ditanggung seorang diri. Namun, saat Kael berbicara, ia merasakan bahwa beban itu menjadi lebih ringan, seolah ada seseorang yang siap menghadapinya bersama.

Mereka berjalan lebih jauh, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi oleh pepohonan tinggi yang tumbuh rapat. Malam semakin larut, namun mereka terus berjalan, berharap bisa menemukan petunjuk lebih lanjut. Saat mereka melewati sebuah lembah yang sepi, tiba-tiba Elarya merasakan sesuatu yang aneh—sebuah energi yang berbeda, sebuah kekuatan yang tidak berasal dari dirinya, namun terasa familiar.

“Kael…” Elarya berhenti sejenak, menyentuh lengan Kael dengan lembut. “Ada sesuatu di sini. Aku merasakannya… sebuah aura.”

Kael menoleh, matanya menyapu sekitar mereka. “Apa yang kamu rasakan?”

Elarya mengerutkan keningnya, mencoba untuk lebih fokus. “Entah kenapa aku merasa... seperti ini sudah pernah aku alami sebelumnya, atau lebih tepatnya, seperti ada sesuatu yang memanggilku.”

Kael menatapnya lebih dalam, lalu mengangguk. “Kita harus mencari tahu. Apa pun itu.”

Mereka melangkah lebih dalam menuju lembah yang terasa semakin misterius. Langit yang sebelumnya gelap perlahan mulai memudar, digantikan oleh cahaya yang datang entah dari mana, menerangi jalan setapak di hadapan mereka. Cahaya itu tidak berasal dari bulan, tetapi seperti ada energi lain yang membimbing langkah mereka.

Tak lama kemudian, mereka sampai pada sebuah batu besar yang tampak tidak biasa. Batu itu dikelilingi oleh tanaman merambat yang menutupi sebagian besar permukaannya, namun di tengah batu tersebut, terdapat sebuah ukiran yang menyerupai simbol segel cahaya—simbol yang sama yang ada di dalam diri Elarya.

“Ini…” Elarya mendekat, matanya terbelalak saat melihat ukiran itu dengan jelas. “Ini... simbol segel yang sama.”

Kael melangkah mendekat, mengamati ukiran tersebut. “Apa maksudnya? Apakah ini petunjuk yang kita cari?”

Elarya menunduk, menyentuh ukiran itu dengan lembut. Seketika, sebuah rasa hangat mengalir melalui tubuhnya, dan cahaya di dalam dirinya berkilau, seperti merespons ukiran itu. Tiba-tiba, suara lembut terdengar di telinganya—seperti bisikan angin, namun penuh dengan makna.

“Cahaya dan kegelapan saling melengkapi. Temukan jalanmu melalui bayangan, dan hanya dengan keberanian kau akan menemukan kunci dari takdirmu.”

Elarya menahan napas, mencoba memahami pesan itu. Ia menoleh ke Kael, dan dalam tatapan mereka, ada pemahaman yang tak terucapkan. Ini adalah ujian mereka—untuk menemukan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan dalam diri mereka.

“Ayo,” kata Elarya, menatap batu itu dengan penuh tekad. “Kita harus melangkah lebih jauh.”

Kael mengangguk dan menggenggam tangannya dengan erat. Mereka tahu perjalanan ini baru saja dimulai. Cahaya yang ada dalam diri Elarya mungkin dapat mengalahkan kegelapan, tetapi untuk mencapai takdir mereka, mereka harus menemukan cara untuk menggabungkan keduanya. Mereka harus menemukan cara untuk mengatasi bayangan yang terus membayangi mereka—dan itu hanya bisa mereka temukan dengan bersama-sama.

Dengan langkah yang lebih mantap, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju kedalaman lembah, menuju tempat yang akan mengungkapkan rahasia lebih besar yang menunggu. Apa yang akan mereka temukan di sana? Bagaimana mereka akan menghadapi tantangan berikutnya?

Hanya waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal yang pasti: Elarya dan Kael siap menghadapinya bersama.

Langit mulai merangkak terang ketika Elarya dan Kael tiba di hadapan batu besar yang tampak asing. Ukirannya tampak seolah baru terukir, bercahaya dalam warna biru pudar yang menyilaukan. Di balik pepohonan tinggi yang mengelilingi lembah itu, suara angin berdesir keras, seolah-olah sedang mendesak mereka untuk maju. Elarya menggenggam tangan Kael dengan erat, merasakan detak jantungnya berdetak cepat di telinga. Kekuatan segel cahaya dalam dirinya terasa berdenyut, semakin kuat seiring dengan setiap langkah mendekati batu besar itu.

“El, ini pasti ada hubungannya dengan segel cahaya,” Kael bersuara, menyipitkan mata untuk memperhatikan ukiran di batu besar itu. “Simbol yang sama dengan yang ada dalam segelmu, kan?”

Elarya mengangguk, perasaan campur aduk memburunya. Di satu sisi, ia merasa bersemangat karena akhirnya menemukan petunjuk baru dalam perjalanan mereka, namun di sisi lain, ada ketegangan yang menggigit, mengingat pesan Lysander tentang takdir yang menanti. Jika segel ini adalah kunci untuk mengendalikan kekuatan yang belum sepenuhnya ia pahami, bagaimana jika ia tidak bisa mengendalikannya?

Sebelum Elarya sempat berpikir lebih dalam, suara gemuruh tiba-tiba menggema di sekeliling mereka. Seperti ledakan energi yang membara, cahaya yang tadinya tenang di dalam tubuh Elarya kini terangkat menjadi api yang berkobar-kobar. Setiap serat dalam tubuhnya terasa merespons, seperti bergetar mengikuti irama tak terlihat. Elarya mengerang pelan, merasa tubuhnya kaku, dan pemandangan di sekitar batu besar itu mulai mengabur dalam bayang-bayang.

“Kael!” teriak Elarya, suaranya terdengar kecil dalam raungan angin yang menderu. Kael berbalik, mata terbelalak dengan panik, namun dengan cepat ia mendekati Elarya, menggenggam lengannya.

“Jangan lepaskan aku, Kael! Aku... aku merasa... ada sesuatu yang mencoba mengambil kendaliku!” Elarya berteriak, berusaha menahan kekuatan yang semakin menggila di dalam dirinya. Cahaya di tubuhnya memancar terang, seolah ingin menerobos batas-batas tubuhnya, berusaha melepaskan diri.

Kael menatap Elarya dengan ekspresi serius, wajahnya setenang mungkin di tengah situasi yang tampak kacau. “Kita akan melewati ini bersama, El. Ingat apa yang Lysander katakan—kita harus saling melengkapi. Jangan biarkan kekuatan itu menguasaimu. Temukan pusat ketenangan dalam dirimu dan kendalikan cahaya itu!”

Elarya menelan ludah, menyadari bahwa Kael benar. Dalam ketegangan yang semakin memuncak, ia mencoba untuk fokus. Dia menarik napas dalam-dalam, menutup mata sejenak, dan membayangkan cahaya dalam dirinya seperti ombak yang bergerak lambat, berputar perlahan, hingga akhirnya bisa dikendalikan. Perlahan-lahan, denyut cahaya itu menurun, hingga akhirnya berhenti berdesir di sekelilingnya.

Kael melepaskan napas lega, menggenggam tangan Elarya dengan erat. “Itu lebih baik. Kau baik-baik saja?”

Elarya mengangguk, meski tubuhnya masih terasa lelah dan gemetar. “Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, Kael. Mungkin butuh waktu untuk benar-benar mengendalikan segel ini sepenuhnya.”

Kael tersenyum, melepaskan genggaman tangannya namun tetap waspada. “Kita bisa melakukan ini, El. Kita saling membantu, kan?”

Elarya mengangguk, sedikit tersenyum meski masih merasa terkejut dengan kejadian tadi. Dengan kekuatan yang ada dalam dirinya, ia tahu dia harus belajar mengendalikannya dengan bijak, dan itu hanya bisa dilakukan dengan bersabar dan tetap fokus.

Suara gemuruh yang sempat menggelegar mulai mereda, digantikan oleh keheningan yang mendalam. Elarya dan Kael kembali menatap batu besar dengan penuh tekad, mencoba menyerap energi yang ada di sekitarnya. Dengan hati yang tegang, Elarya mengulurkan tangan, merasakan permukaan batu itu dengan ujung jarinya. Tanpa diduga, sentuhannya memicu kilatan cahaya yang tiba-tiba, dan ukiran di batu itu tampak berkilau lebih terang dari sebelumnya.

“Lihat, El! Batu itu seperti bereaksi denganmu!” Kael berseru, matanya menyala penuh semangat. Elarya memperhatikan, menyadari bahwa cahaya di batu itu semakin terang dan berkilau, seolah sedang menyatu dengan kekuatan segelnya. Perlahan, kata-kata bisikan yang mereka dengar dari jauh tadi mulai terdengar lebih jelas, meskipun sayup-sayup.

Cahaya dan kegelapan saling melengkapi. Temukan jalanmu melalui bayangan, dan hanya dengan keberanian kau akan menemukan kunci dari takdirmu.

“Kael…” Elarya berbisik, wajahnya berseri-seri dengan pemahaman baru. “Mungkin inilah yang harus kita lakukan. Kita harus menemukan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan dalam diriku.”

Kael mengangguk, wajahnya bersinar dengan keyakinan. “Kita bisa melakukannya, El. Bersama, kita lebih kuat daripada segalanya.”

Mereka berdiri di hadapan batu besar itu, menghadap takdir yang terbentang di hadapan mereka. Walaupun ketegangan masih ada di antara mereka, namun dengan keyakinan baru yang tumbuh di dalam hati masing-masing, Elarya dan Kael tahu bahwa mereka akan menghadapi perjalanan berikutnya dengan berani. Takdir mereka belum sepenuhnya terungkap, namun mereka bersiap untuk mengungkapnya bersama—melangkah maju dengan kekuatan yang semakin besar, dalam pencarian untuk mengendalikan segel cahaya yang ada dalam diri Elarya.

Dengan langkah pasti, mereka melanjutkan perjalanan, memasuki jantung lembah yang menggelap, mengikuti suara bisikan yang memanggil dari dalam segel. Di sinilah perjalanan mereka menuju ke kegelapan—tapi juga ke cahaya—akan menentukan nasib seluruh dunia.

Kael dan Elarya terus melangkah memasuki lembah yang semakin gelap. Cahaya dari batu besar di belakang mereka kini hanya menyisakan sebuah garis tipis, sementara hutan yang semakin rapat menutupi langit. Suasana berubah menjadi lebih berat, dengan kabut yang mulai menyelimuti tanah di bawah kaki mereka. Setiap langkah yang mereka ambil terasa semakin berat, dan udara terasa kian padat, penuh dengan tekanan yang tak terlihat. Elarya merasakan jantungnya berdegup kencang, sementara segel dalam dirinya masih berdenyut dengan kekuatan yang tak terukur.

Elarya menggenggam tangan Kael lebih erat, merasa tak berdaya dalam keheningan yang mencekam. “Kael, aku merasa ada yang salah,” katanya pelan, suaranya teredam dalam kabut yang menguar di sekitar mereka.

Kael menoleh, wajahnya serius, matanya menyusuri hutan yang gelap di sekitar mereka. “Aku juga merasakannya. Tapi kita harus terus berjalan, El. Tak jauh dari sini, kita akan menemukan jawabannya.”

Sebuah rasa takut yang tidak bisa dijelaskan mulai menyelusup dalam diri Elarya. Sebagai seorang putri yang dibesarkan dengan berbagai ajaran tentang cahaya dan kegelapan, ia selalu mengira bahwa segel dalam dirinya adalah kekuatan yang hanya akan membantunya melindungi orang-orang yang ia cintai. Namun, semakin lama, ia mulai merasa bahwa kekuatan itu jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan. Ini bukan sekadar kekuatan untuk melindungi, melainkan juga untuk menghancurkan.

Tiba-tiba, di tengah keheningan yang menegangkan itu, sebuah suara keras memecah kesunyian. Gemuruh tanah terdengar dari bawah kaki mereka, dan kabut yang menyelimuti tanah mulai bergerak, seolah hidup. Elarya terkejut dan mundur sejenak, namun Kael menahannya, menggenggamnya dengan penuh ketegasan.

“Jaga dirimu, Elarya,” bisiknya, matanya penuh dengan tekad. “Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkanmu sendirian.”

Mereka berdua berdiri tegak di tengah kabut yang semakin pekat, dan seketika itu juga, tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Sekeliling mereka berubah menjadi kabut tebal yang menutupi segala arah. Elarya merasa segel di dalam dirinya mulai bergetar lebih kuat, seakan ada yang menariknya lebih dalam ke dalam kegelapan.

Kemudian, dari dalam kabut yang semakin pekat, muncul sosok yang sangat tinggi, tubuhnya kabur, hampir seperti bayangan yang hidup. Elarya terkejut, namun tidak bisa bergerak. Di hadapan mereka, berdiri seorang pria dengan jubah gelap yang berkibar di angin yang tiba-tiba berhembus kencang.

Pria itu tidak tampak menyerang, tetapi pandangannya yang tajam dan penuh kekuatan mengarah tepat pada Elarya. Sosok ini, meskipun tidak berbicara, membawa aura yang luar biasa—sebuah aura kegelapan yang seimbang dengan cahaya dalam diri Elarya.

“Siapa... siapa kamu?” Elarya memutuskan untuk bertanya meski suara gemetar.

Pria itu perlahan mendekat, langkahnya sunyi, seolah tanah di bawahnya tidak memberikan suara. “Aku adalah bayangan dari takdirmu, Putri Cahaya.” Suara pria itu menggelegar dalam pikiran Elarya, terasa dalam dan bergetar di jantungnya. “Kekuatanmu begitu besar, tapi tidak ada yang tahu kapan itu akan menghancurkanmu. Kau pikir bisa mengendalikan cahaya dalam dirimu, tetapi cahaya itu adalah kegelapan yang terpendam.”

Elarya merasa tercekik oleh kata-kata itu. Bayangan pria itu bergerak lebih dekat, dan Elarya bisa merasakan sesuatu yang mencekam merayapi tubuhnya. Cahaya dalam dirinya berkilat, dan ia merasa seolah energi dalam dirinya tak bisa dikendalikan. Ia melangkah mundur, tapi Kael berdiri di sampingnya, tetap tegak.

"Jangan dengarkan dia, Elarya," kata Kael, suaranya mantap, meski dia juga bisa merasakan ketegangan yang mengalir di udara. “Kamu lebih dari apa yang dia katakan.”

Pria itu tertawa sinis, suaranya menggema seperti gemuruh. "Kau pikir bisa melawan takdirmu dengan kata-kata kosong? Kau adalah penerus dari cahaya, tetapi di dalam dirimu ada kegelapan yang jauh lebih besar. Kegelapan yang kau coba tutup-tutupi. Tidak ada yang bisa menghindar darinya."

Cahaya di dalam diri Elarya mulai bergetar tak terkendali, dan pria itu tampak tahu betul bahwa dia sedang mengalami perjuangan dalam dirinya. Seketika, sosok pria itu mengangkat tangannya, dan kabut yang mengelilingi mereka bergerak semakin cepat, menyelimuti Elarya dan Kael dalam kegelapan.

"Kael!" Elarya berteriak, namun suaranya terselip dalam raungan angin yang tiba-tiba berputar dengan kencang. “Apa yang harus kita lakukan?”

Kael menatap Elarya dengan penuh keyakinan, meski kabut semakin pekat. “Jaga cahaya dalam dirimu, Elarya. Ini bukan tentang melawan kegelapan. Ini tentang menghadapinya dan menemukan keseimbangan.”

Elarya menggenggam erat tangan Kael, merasakan kekuatan yang mengalir di antara mereka. Cahaya dalam dirinya berkilat, bersaing dengan kegelapan yang mencoba menguasainya. Dengan keberanian yang baru ia temukan, ia menatap pria itu dengan mata penuh tekad.

“Kegelapan, aku tidak takut padamu!” Elarya berteriak, suara penuh kekuatan.

Pria itu berhenti, matanya menatap tajam ke arah Elarya. “Kau pikir begitu, Putri Cahaya? Kau belum tahu apa yang sebenarnya ada di dalam dirimu.”

Dengan tangan yang masih digenggam Kael, Elarya merasakan segel dalam dirinya mulai berkedip, seolah ingin menunjukkan jalannya. Cahaya yang ia bawa begitu kuat, dan di saat yang bersamaan, ia bisa merasakan kegelapan itu, bukan sebagai musuh, tetapi sebagai bagian dari dirinya yang harus ia peluk.

“Tidak,” katanya, suara kini lebih lembut namun penuh pengertian. “Kegelapan bukan musuh. Kegelapan adalah bagian dari diriku, dan aku akan menghadapinya. Aku tidak akan melarikan diri.”

Tiba-tiba, kabut itu mulai menghilang, dan sosok pria yang menakutkan itu pun menghilang, seolah tersapu oleh kata-kata Elarya. Di hadapan mereka, hanya ada kesunyian, dan udara terasa lebih ringan.

Kael menatap Elarya dengan kagum. “Kau luar biasa, El. Kau sudah melangkah lebih jauh daripada yang kau kira.”

Elarya mengangguk pelan, merasa sebuah kedamaian dalam dirinya. “Aku tahu sekarang, Kael. Kekuatan ini bukanlah kutukan. Ini adalah anugerah yang aku harus pelajari untuk kendalikan.”

Mereka berdua berdiri di tengah lembah yang sekarang terasa lebih damai, siap untuk melangkah ke depan. Mereka tahu perjalanan ini belum berakhir, tetapi satu hal yang jelas: mereka sudah menemukan kunci untuk menghadapinya bersama.

1
Murni Dewita
👣
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Amanda
Memberi dampak besar
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Odette/Odile
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Ainun Rohman
Karakternya juara banget. 🏆
Zxuin: bagus
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!