Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau akan mati
Saat pagi Fatur sedang membantu para tahanan lainnya menanam di kebun penjara. Seorang tahanan berbadan besar menghampiri Fatur. Pria itu bernama Rudi.
"Kau Fatur yang bikin para polisi terkapar ya? Hebat juga ya kamu," ucap Rudi menyeringai.
"Saya rasa itu hanya kebetulan saja." suaranya terdengar seperti ejekan.
Melihat itu, para tahanan lain mulai berkumpul. Fatur hanya diam dan menoleh sekilas, tanpa menanggapi ocehan bang Rudi. Namun bang Rudi terus mengoceh merendahkan Fatur.
"Mana mungkin ada yang bisa ngalahin polisi. Beraninya cuma sama orang yang tak berdaya ya?" katanya mendorong bahu Fatur. Fatur akhirnya berdiri, menatap tajam bang Rudi.
"Aku nggak mau cari masalah. Tapi kalau abang mau mencoba, jangan salahkan aku jika kau menyesal." tahanan lain bersorak. Mereka menantikan perkelahian itu.
Rudi langsung melayangkan pukulan pada Fatur, tapi Fatur bisa menghindar dan menangkap tangan bang Rudi dan memutar tubuhnya. Laki-laki bertubuh kuat itu tersungkur ditanah. Sambil menahan tangan Rudi. Fatur berbisik dingin.
"Sudah kubilang aku tidak mau cari masalah. Jadi jangan coba lagi. Ini bukan pertama kalinya aku masuk penjara, aku pernah masuk penjara di umur 18 tahun karena membunuh. Jadi jangan salah jika kamu pikir aku tidak bisa membunuhmu. Aku tidak mau saja." Fatur mendorong tubuh Rudi dengan kasar.
"Jangan ada yang berani cari masalah dengan saya. Karena saya bisa saja membunuh kalian semua. Saya pernah membunuh. Jadi mudah saja, bagi saya membunuh kalian." teriak Fatur menunjuk satu-satu para tahanan yang menonton perkelahian.
Rudi mengerang kesakitan, sementara para tahanan hanya diam melihat Fatur yang nampak marah. Pengawas penjara datang melerai. Sejak kejadian itu Fatur semakin ditakuti oleh para tahanan. Tidak ada yang berani menggangunya secara terang-terangan. Meski beberapa masih ada yang tidak suka dengan Fatur. Tapi mereka hanya diam, tak berani membuat masalah dengan Fatur.
Namun meski ditakuti di penjara, Fatur tidak merasa bangga. Dia tetap merasa hancur karena memikirkan lahan yang di ambil Joni.
Dipenjara, Fatur menjadi sosok yang bisa diandalkan. Selain bisa memotivasi para tahanan untuk berubah dan giat dalam meraih cita-cita, dia juga bisa di andalkan dalam pekerjaan seperti mengangkat barang berat atau membantu membangun fasilitas di penjara.
"Selain kuat, kamu pinter juga ya." ujar Andi. Seorang tahanan yang dihukum karena kasus penipuan.
"Apa rencanamu setelah keluar nanti?" tanya Andi lagi. Fatur tersenyum kecil.
"Aku belum tahu. Tapi satu hal pasti, aku nggak akan diam saja. Aku akan ambil kembali hakku yang telah diambil." ujarnya pelan. Andi dan tahanan lainnya hanya menangguk.
Obrolan Fatur dan Andi, terhenti saat seorang polisi memanggil Fatur.
"Ada yang mau bertemu denganmu." ujarnya polisi tersebut membuka pintu penjara.
Fatur keluar dan bertemu dengan Halimah dan Agus. Keduanya bergantian memeluk Fatur.
"Ada berita buruk Fatur." ujar Agus membuka percakapan. Fatur hanya diam menatap Agus. Sedangkan Halimah hanya menghela napas berat.
"Lahanmu dan hasil panennya dikuasai oleh ibu tirimu. Kami di Pasir, sering melihat Eva memerintahkan Joni dan lainnya memanenkan hasil kebunmu." Fatur menghela napas pendek. Dia udah curiga dari awal, pasti perempuan itu yang ada dibalik masalahnya.
"Nanti kamu foto dan videokan saja saat mereka memanen hasil kebunku." ujar Fatur penuh dengan dendam.
"Sabar ya nak. Pasti ada hikmah di balik ini semua." ujar Halimah mencoba menguatkan Fatur. Fatur hanya tersenyum.
"Aku punya rencana." ujar Fatur kemudian. Lalu membisikkan rencananya kepada Agus dan Halimah. Setelah itu Fatur kembali masuk ke penjara membawa rantang nasi, yang dibawa oleh Halimah dan Agus.
Fatur membawa dua rantang itu masuk kedalam sel. Setelah dia meletakkan rantang, dia meninju sel, hingga membuat darah merembes dari tangannya. Sikap Fatur membuat orang yang satu tahanan sama dia ikut terkejut.
"Ada apa Fat?" tanya Andi mencoba menenangkan Fatur.
"Pelacur itu merebut lahan dan memanen hasilnya." desis Fatur geram.
"Siapa itu pelacur?" tanya Andi lagi.
"Ibu tiriku!" ujarnya pelan.
Mendengar kegaduhan itu, seorang polisi datang dan menanyai Fatur. Fatur semakin emosi menarik krah baju polisi dari balik jeruji.
"Kau bersengkongkol kan sama Eva?" teriak Fatur nampak emosi. Kilatan matanya membuat polisi menatapnya ngeri.
"Kupastikan, kau akan menerima akibatnya jika benar kau bersengkongkol dengan pelacur itu." bentak Fatur semakin kuat menarik krah baju polisi yang bernama Arlan itu. Hingga membuatnya semakin terpojok dibalik jeruji. Polisi lainnya mencoba melepaskan Arlan, dan menenangkan Fatur.
"Kupastikan hidupmu akan hancur..." teriak Fatur bergema dikamar sel. Polisi lain mendatangi sel dan mengobati luka ditangan Fatur.
Setelah suasana menjadi lebih tenang. Fatur membuka rantang, dan menyuruh teman satu selnya makan, makanan yang dibawakan oleh Agus dan Halimah. Mereka makan dengan lahap.
Di rumah Eva. Eva sedang menghitung uang hasil panen kebun Fatur. Dia sangat senang. Tapi rasa senangnya itu berubah menjadi ketakutan, saat dia menemukan tulisan berupa ancaman di kaca cerminnya.
"Kau akan mati." kalimat yang ada dicermin itu. Eva heran siapa yang berbuat iseng itu padanya.
Eva duduk di ruang tengah rumahnya, ditemani segelas teh hangat. Di depannya terdapat uang hasil panen kebun Fatur. Nampak dari wajahnya, dia sangat bahagia. Bahkan dia memikirkan hendak berbelanja baju dan lainnya. Eva menghitungnya lembar demi lembar.
Namun kebahagian itu tidak berlangsung lama. Karena dia mendengar sesuatu jatuh dari kamarnya. Eva bangkit hendak melihat, dia membawa uang hasil panen kedalam kamar. Saat tiba dikamar, dia terkejut melihat ada tulisan di cermin. Bibirnya bergetar saat membaca tulisannya.
"Kau akan mati." tulisan itu berwarna merah.
Tubuhnya mendadak menjadi dingin. Eva berusaha mencari tahu siapa yang sedang berbuat iseng padanya. Namun rumahnya hening, dia tidak melihat atau mendengar ada orang lain dirumahnya.
"Siapa yang melakukan ini?" gumamnya.
Tiba-tiba dia merasa ruangan gelap dan sempit. Dia mencoba mengingat siapa saja yang bisa masuk kerumahnya? Apakah ini ulah Fatur? Tapi Fatur dipenjara. Bagaimana mungkin bisa melakukan hal itu. Tangannya mengambil hp dari tas kecilnya, lalu hendak menelpon polisi. Namun tiba-riba lampu padam, membuat Eva semakin ketakutan.
Tiba-tiba dia kembali mendengar dari arah dapur, seperti ada yang jatuh. Dia mengenggam hp nya erat dan mengkunci kamarnya. Dia naik keranjang dengan wajah ketakutan, dia menyelimuti sebagaian badannya. Namun kembali ketakutan itu menghantuinya. Saat pintu kamarnya di ketuk tanpa henti. Eva hanya diam, bersembunyi dibalik selimut. Dia sangat kaget, saat mendengar jendela juga diketuk dengan keras.
Detik berikutnya jendela kamarnya pecah di lempari batu. Eva berteriak ketakutan. Dia keluar dari jendela, melihat siapa yang memecahkan jendela. Namun dia tidak melihat siapa-siapa. Lalu dia berlari keluar dari rumah dengan ketakutan.
Ditengah jalan dia di hadang oleh seseorang berpakaian putih, rambut panjangnya menutupi wajahnya, dan terlihat jelas diwajahnya ada seperti darah yang merembes.
Eva semakin ketakutan, dia berlari. Namun ditengah jalan dia bertemu, seseorang seperti pocong berbaring ditengah jalan. Eva berteriak dan menangis, dia berlari meninggalkan orang itu.
Kembali dia mendapatkan kejutan, dia dilempari boneka yang penuh dengan tinta merah seperti darah dibagian perutnya, dan disana tertancap sebuah pisau. Eva menangis dan berteriak minta tolong. Beberapa warga keluar dari rumahnya, melihat apa yang terjadi. Dua orang pria mendekati Eva.
"Ada apa? Kenapa berteriak? Ada masalah?" tanya mereka.
Eva pun menceritakan apa hang terjadi padanya. Beberapa warga mengerutkan keningnya dan para ibu-ibu menghela napas panjang.
"Ya tuhan, sekarang kita sudah bebas dari psikopat gila itu selama beberapa bulan terakhir ini, ini datang lagi masalah baru. Kapan desa kita ini bisa damai?" keluh sang ibu-ibu.
Seorang ibu-ibu menenangkan Eva dan mengajaknya bermalam dirumahnya. Dua pria tadi memeriksa rumah Eva. Ternyata memang benar, jendelanya pecah. Di batu itu ada kertas yang bertulisan.
"Kau akan mati." dua pria itu bergidik ngeri. Akhirnya mereka keluar dari kamar Eva.
Surat itu diberikan sama Eva. Eva menerimanya dengan tangan gemetar. Malam itu para warga mulai patroli lagi seperti malam-malam desa mereka diserang psikopat dan sekarang kena teror.