Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB EMPAT BELAS
"Ish, dimana? Kapan? Kok bisa sih?" ucap Hera tidak sabar ingin mendengar penjelasan Udin. Akhirnya mereka bertiga mengobrol dimeja dapur.
"Kalau jaga Kios, biasa ku lihat dia dengan kawan-kawan bancinya ke arah cafe yang dekat dari Kios. Kalau gak percaya coba deh kesana." ucap Udin semangat. Realita yang ada teman-teman Aldo memang sebagian banci tapi apakah Aldo juga seperti itu?
"Jangan langsung percaya begitu saja, coba selidiki dulu. Sempat hanya teman-temanya yang begitu tapi Aldo normal? Apa kita tahu kan?" usul Aldi bijak. "Sudah sana tidur sudah malam." perintah Aldi pada Hera.
"Iya deh." jawab Hera bangkit dari kursinya menuju kamarnya. Aldi berkata seperti itu karena melihat perubahan dari raut wajah Hera yang terlihat kecewa tapi dia mencoba menenangkan supaya tidak gegabah dalam bertindak.
"Betul kata kak Aldi, aku harus selidiki dulu. Mungkin saja kan mereka hanya rekan bisnis. Katanya Aldo punya bisnis Klinik sama temannya!" batin Hera bertanya-tanya.
Hera masuk kamar langsung duduk dimeja rias. Dia memandang wajahnya yang memang cantik, ada keturunan darah Arab dari nenek moyangnya. Wajah cantik, hidung mancung, kulit kuning lansat, tinggi 170 cm, berat badan sekitar 60 kg.
Pagi menjelang, Putri sudah bangun terlebih dahulu. Dia melihat sekeliling, dia menatap lekat tante Hera. Saat dia akan menangis dia baru teringat jika dia bermalam di rumah Oma dan Opanya.
"Tante, bangun." panggil Putri, ketiga kalinya baru Hera terbangun betul-betul.
"Hai sayang, sudah bangun ya?" tanyanya. Hera mengambil ponsel di atas nakas. Ternyata masih jam 04.00, anak kecil cepatnya bangun. "Ada apa nak?" tanya Hera lembut dia masuk menguap sesekali.
"Mau kencing tan." ucapnya lirih. Hera duduk kemudian mengajak Putri ke kamar mandi. Usai buang Hajat, Putri mengajak main.
"Wah tante masih ngantuk sayang, Putri main sendiri ya!" tolaknya halus. Kembali menemui kasur dan bantalnya. "Nanti subuh baru bangun." dia merasa lelah.
"Ya tante kok gitu sih." gerutu Putri. Akhirnya dia main di kamar Hera sendiri. Untung Hera memiliki boneka, jadi bisa dipinjam Putri.
Saat subuh pukul 04.50 Hera bangun karena terdengar suara adzan. Begitu juga di luar ibu dan ayahnya sudah pada bangun.
"Oma sudah bangun?" tanya Putri keluar dari kamar Hera.
"Sudah sayang. Putri kok sudah bangun?" tanya sang Oma lembut. "Tante mana?" imbuhnya.
"Dari tadi Putri bangun Oma, tadi juga tante sudah bangun tapi tidur lagi. Kayaknya masih ngantuk. Tapi padahal gak baik tidur subuh!" Oceh Putri menemani sang Oma di dapur.
"Begitu ya!" ucapnya tersenyum manis. Hera ke kamar mandi buang hajat dan berwudhu. Usai sholat, Hera ke dapur bantu ibu. Waktu menstruasi Hera tempo hari hanya empat hari saja jadi sekarang sudah bersih.
"Masak apa bu?" tanya Hera baru selesai sholat lalu duduk dimeja makan bersama Putri.
"Mau bikin peyek ikan kecil, dengan sayur labu siam tumis. Itu saja bahan yang ada, ibu belum belanja." ujarnya sambil mengupas labu siam.
"Ini kah ikan kecil mau digoreng, dengan tepung bu?" tanya Hera. Dia menyiapkan bahan masakan untuk sarapan pagi.
"Iya nak. Nanti dicampur tepung terigu saja. Siapkan bahannya untuk bumbu juga." perintah sang ibu langsung Hera kerjakan. Usai dengan masak-masak, Hera mengajak seluruh keluarga sarapan kemudian melakukan aktifitas masing-masing.
***
Kini saatnya Aldi dan Putri pamit pulang. Aldi kembali bekerja di luar Kota P dan dia juga harus mengembalikan Putri pada mamanya atau mantan isterinya.
"Oma, Putri pulang ya! Opa, Putri mau pulang lagi ke rumah mama." pamitnya pada kedua kakek neneknya. Putri berada di rumah Oma Opanya selama dua malam. Esok dia harus kembali sekolah di Taman Kanak-Kanak di kampung sang mama.
"Iya nak. Jadi anak pintar ya, sholehah." ucap Oma penuh sayang. Dia peluk cucunya, diusap kepalanya dan diberikan uang saku sekitar 50 ribu rupiah.
"Terima kasih Oma." jawabnya sambil tersenyum senang.
"Anak pintar. Nurut apa kata mama ya nak." sahut Opa merentangkan tangan hendak memeluk sang cucu.
"Terima kasih Opa. Kalian sehat-sehat ya supaya kita bisa main lagi." jawabnya jujur. Sebenarnya masih ingin Putri berada dekat dengan Oma Opanya tapi harus bagaimana lagi jika dia juga harus pulang. Neneknya sudah menanti kedatangannya di rumah bersama sang mama.
Usai pamitan dan berpelukan pada Oma Opa, kini beralih pada Tante Hera dan Om Udin. "Terima kasih hadiahnya tante Cantik." ucap Putri senang. Dia mendapat hadiah tas sekolah dari Hera.
"Sama-sama sayang." ucap Hera memeluk kemenakannya. "Jadi anak pintar ya! Kalau libur main lagi okey." ucap Hera semangat. Putri mengangguk saja, kemudian beralih pada Om Udin.
"Anak pintar." ucap Udin menjabat tangan mungil Putri. Udin memang sedikit kaku dengan anak-anak. Berbeda dengan Aldi yang notabenenya sudah menjadi Papa.
"Ayo nak. Sudah siang ini." ajak Aldi. Sekarang sudah pukul 09.00, karena Aldi harus bekerja ba'da dzuhur. Mereka akhirnya berangkat menggunakan motor Aldi.
"Ya sunyi deh." gumam Hera pelan memeluk lengan kanan ibu manja. Hera anak bungsu jadi wajar jika dia manja-manja pada ibunya.
"Sana menikah biar ramai kalau punya anak kecil." celetuk ibunya asal. Pasalnya ibu Rosita ingin jika Udin segera menikah tapi nyatanya belum ada kemanuan. Padahal usianya juga sudah terbilang dewasa.
Hera saja sudah berusia 20 tahun, duduk dibangku kuliah semester enam. Sudah pantas lah buat menikah. Bagaimana dengan Udin? Anak pertama? Jelas saja sudah dewasa. Usia Udin sudah 30 tahun, dan Aldi 27 tahun.
"Nanti lah bu, aku mau wisuda dulu." jawab Hera. "Kalau sama tetangga boleh gak bu?" tanyanya sambil tersenyum malu-malu.
"Terserah kamu saja lah." jawab Ibu Ros pasrah. "Sama tetangga siapa? Hasyim, atau Rudi?" ledek ibu sambil tersenyum senang. "Kalau sama-sama cinta ya ibu setuju saja nak." jawabnya setuju.
"Tapi sayangnya gak ada yang mau sama Hera bu." ucapnya sendu. "Padahal bagus kalau dekat gak butuh modal banyak." imbuhnya.
"Kalau jodoh gak akan kemana Hera! Jangan maksa." sahut Udin ketus. Dia tahu jika sang adik suka dengan sahabatnya sendiri. Meski dia diam tapi dia pengamat yang baik. Tapi dia sendiri tidak berniat menikah.
"Kamu saja menikah duluan kak. Sudah tua juga!" seru Hera pada Udin sang kakak sulung. Dia geram pada kakaknya karena betah nge jomblo, padahal pacaran itu seru apalagi menikah. Pikirnya.
"Anak kecil gak usah ikut campur. Sekolah sana yang bener." serunya meninggalkan Hera dan ibunya di ruang tamu.
"Nah kan. Dia yang mulai, dia yang ngambek. Kenapa sih kak Udin gak mau nikah bu?" tanya Hera penasaran. Ibu hanya menjawab dengan mengedikkan kedua bahunya.
cocok