PLAK
Dewa menatap kaget campur kesal pada perempuan aneh yang tiba tiba menampar keras pipinya saat keluar dari ruang meeting.
Dia yang buru buru keluar duluan malah dihadiahi tamparan keras dan tatapan garang dari perempuan itu.
"Dasar laki laki genit! Mata keranjang!" makinya sebelum pergi.
Dewa sempat melongo mendengar makian itu. Beberapa staf dan rekan meetingnyaa pun terpaku melihatnya.
Kecuali Seam dan Deva.
"Ngapain dia ada di sini?" tanya Deva sambil melihat ke arah Sean.
"Harusnya kamu, kan, yang dia tampar," tukas Sran tanpa menjawab pertanyaan Deva.
Semoga suka ya... ini lanjutan my angel♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dijodohkan
"Jadi Dewa dan Deva sudah mengurus perusahaan sambil kuliah?" Wajah mama Nagita tampak antusias.
"Masih belajar, tante," sahut Deva sopan.
"Nagita juga bantu bantu papanya di perusahaan. Bagian keuangan," ujar mamanya antusias.
Zoya dan Nathan yang sudah tau tentang keluarga Juhandono, mengembangkan senyum hangatnya.
"Anak anak sebagai pewaris memang harus sudah dikenalkan dengan perusahaan orang tuanya," sambung Juhandono yang menekankan kata anak anak. Ngga hanya Nagita, dia masih punya Emily.
"Kalo Emily juga bantu papa?" tanya Zoya lembut.
"Iya, tante."
"Desainnya bagus" puji Nathan.
"Sebenarnya saya malu juga. Maklum Emily baru saja kuliah. Mungkin saja desainnya kurang matang," imbuh mama Nagita cepat.
Ngga terima rekan bisnis suaminya memuji Emily.
'Ya, ngga apa apa, Bu Nirma. Nanti dikoreksi Dewa," balas Zoya penuh makna.
"Semoga saja ngga banyak kesalahan seperti yang dulu dulu," tukas mama Nagita ngga nyerah menyiram racun.
Sekilas Emiliy melirik kesal pada istri papanya.
Reseh banget, imbuhnya dalam hati.
Seingatnya ngga ada komplain dari relasi papa tentang desain yang dibuatnya.
Dewa tersenyum samar melihat tatapan kesal Emily. Tanpa setaunya, daddynya terus memperhatikannya.
"Keponakanku juga kuliah di kampus Nagita dan Emily," ujar Nathan.
"Keponakanmu yang mana?" tanya Juhandono ingin tau, karena saking banyaknya keponakan Nathan.
"Anaknya Agni dan Bryan."
"Mereka bukannya lagi di Belanda?"
"Iya, dia menolak ikut, lebih memilih tinggal di sini," senyum Nathan agak melebar.
"Mungkin beda jurusan," tambah Zoya.
"Oooh....."
Mama Nagita mulai membandingkan antara Dewa dan Deva, mana yang pantas untuk putrinya.
"Nagita dan Dewa terlihat cocok," ujar Mama Nagita mengalihkan topik. Sudah dia putuskan
Dewa dan Nagita sama sama mengangkat kepalanya, menatap mama Nagita yang baru saja melemparkan statmen mengerikan dengan sorot kaget.
Juhandono menatap istrinya. Sementara Nathan dan Zoya tampak mengulas senyum tipis.
"Ma.....," ucap Juhandono sambil menggelengkan kepalanya. Beliau merasa istrinya sudah agak lancang. Tapi istrinya tampak ngga peduli. Menurutnya ini kesempatan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.
"Boleh," sahut Zoya membuat kedua sejoli itu gantian menatap Zoya.
Mama Nagita menatap suaminya dengan hati senang.
"Nanti Deva sama Emily," sambungnya dengan full senyum.
Nathan juga melebarkan senyumnya.
Juhandono ikut tersenyum dengan hati dilanda perasaan ngga enak. Dia melirik wajah istrinya yang menunjukkan keterkejutan.
Deva dan Emily saling pandang, juga dengan ekspresi beda.
Ngga sudi, batin Emily dengan melayangkan tatapan sinis pada Deva yang masih ngga bisa menyembunyikan kekagetannya .
"Jangan Bu Zoya," pintas mama Nagita setelah beberapa saat kemudian.
"Kenapa bu?" Zoya dan Nathan saling pandang.
Feeling Emily juga mulai ngga enak. Bukan berarti dia mau dijodohkan.
Juhandono menggenggam tangan istrinya bermaksud mencegah agar istrinya ngga melanjutkan omongannya.
"Mungkin Bu Zoya sudah tau tentang Emily. Emily putri suami saya dengan perempuan malam. Saya ngga mau keluarga Bu Zoya juga akan menanggung aib seperti keluarga kami."
Nathan dan Zoya saling tatap kemudian bersama dua putranya kini menatap.Emiliy yang sedang menundukkam kepalanya semakin dalam.
Tapi mereka dapat melihat genggaman tangan Emily pada sendok dan garpunya tampak gemetar.
"Nirma, kamu ngomong apa," tukas Juhandono memberi peringatan.
"Aku ngasih tau yang sebenarnya agar keluarga Bu Zoya dan Pak Nathan tidak merasa kita tipu," tandas Istrinya masih dengan suara lembut.
"Ngga masalah buat kami, Bu Nirma. Kami sudah terlalu suka dengan Emily," sela Zoya menengahi perdebatan suami istri di depan mereka.
Juhandono dan istrinya langsung menatap Zoya.
"Ibu tidak khawatir?"
"Nirma....," tegur Juhandono penuh tekanan. Dalam hati dia merasa malu dengan perkataan dengan istrinya.
"Tidak," senyum Zoya tenang.
"Sebenarnya kami menginginkan Emily dijodohkan dengan putra kami Dewa. Tapi sebaiknya kita lihat ke depan. Anak anak lebih cocok dengan yang mana," imbuh Nathan, kemudian tertawa pelan.
Dewa kali ini menatap daddynya.
Aku, dad? batinnya kemudian melirik Emiliy yang ngga bereaksi apa apa.
"Ooo.....," respon Nirma-mama Nagita dengan ekspresi sulit untuk diungkapkan.
Deva menatap Nagita.
Dia.kecewa?
Tapi sepertinya tidak.
Wajah Nagita tampak biasa saja. Seolah ngga terlalu terganggu karena calon tunangannya diganti ganti.
Dia sendiri pun tampak cuek aja
Baginya wajah cantik biasa saja, karena sudah sering bertemu bahkan bermain main dengan mereka.
*
*
*
Emily menatap datar wajahnya di cermin.
Saat orang orang mulai menyibukkan diri dengan kegiatan masing masing, dia pun beringsut pergi ke toilet untuk menenangkan diri.
Walaupun ada beberapa orang yang sedang merapikan dandanannya juga di sini, tapi menurutnya ini tempat teraman untuk meredakan kekesalannya.
Kata kata mama Nagita masih membekas di hatinya.
Padahal dia saja ngga tau wajah mamanya. Mama kandungnya pun sudah membuangnya.
Tapi masalalu itu tetap melekat dalam dirinya dan siap dicavi setiap ada kesempatan.
Emiliy ngga menoleh saat melihat Nagita yang juga memasuki toilet dan kini berdiri di sampingnya. Mata mereka bertatapan lewat pantulan cermin di depannya.
Para perempuan yang ada di sana kebetulan sekali meninggalkan toilet. Jadi kini hanya ada mereka berdua saja.
"Maaf, ya."
Nagita selalu meminta maaf untuk kesalahan mamanya.
"Memang kenyataannya begitu."
Nagita tampak rikuh dengan reaksi ngga peduli Emily.
Hening sejenak.
"Aku ngga keberatan jika kamu dijodohkan dengan Dewa," ucapnya sambil merapikan rambutnya yang sudah tertata indah.
"Aku ngga tertarik dengan keduanya."
"Oh ya? Apa kamu sudah tertarik dengan laki laki lain?" tanya Nagita kepo.
"Tidak ada."
"Oh...." Nagita terdiam sejenak.
"Aku ada, sih. Tapi mungkin ngga akan direstui."
"Kenapa? Ooh... Karena ngga kaya, ya?" Kali ini Emily meoleh. Dia ingat dengan standar mama Nagita. Juga kakek neneknya.
"Ya, begitulah."
Emily ingin bertanya siapa, tapi dia tipe yang ngga suka ikut campur urusan pribadi orang lain.
"Tapi aku juga lebih mendukung kamu dengan Dewa. Kalo Deva menurutku agak nakal," ucap Nagita memberikan penilaian.
Memang. Kurang ajar malah.
Ingat kalo dia belum membalas ke orang yang tepat, membuat kekesalannya bangkit lagi
*
*
*
"Kenapa daddy dan mami ingin menjodohkan kamu dengan gadis bar bar itu?" tanya Deva saat dia pun menjauh bersama Dewa, dengan alasan ada telpon.
"Entahlah." Tapi feelingnya agak ngga enak.
"Daddy seperti mencurigai sesuatu gara gara melihat aku mengompres pipiku," lanjutnya lagi.
"Daddy sudah tau kalo gadis itu yang menamparmu?"
"Mana aku tau."
"Mungkin kamu bisa mendekatinya dengan alasan perjodohan," kekeh Deva.
"Jadi kamu setuju dijodohkan dengan Nagita?"
"Kenapa? Kamu suka dengan Nagita?" todong Deva di sela kekehannya.
"Aku lebih tertarik dengan gadis yang sudah menamparku."
Deva tambah tergelak.
*
*
*
"Bu Zoya, anda serius dengan ucapan anda ingin menjodohkan putra anda dengan Emily?"
Saat ini Zoya hanya tinggal berdua dengan Mama Nagita di meja makan.
Suami suami mereka lagi ngobrol di tempat lain.
"Ngga salah, kan, Bu Nirma." Zoya sebenarnya sudah dongkol dengan istri relasi suaminya.
Dia butuh Cleora untuk meminjamkan mulut pedasnya.
"Menurut saya Bu Zoya bisa mencari yang memiliki keturunan yang lebih jelas dan dari kalangan baik baik," sambungnya mencoba terus memberikan pengaruhnya
Zoya hanya tersenyum, ngga menanggapai lagi. Dalam hati kasian dengan Nagita yang memiliki mama seperti ini.
Walau tampak ngga puas, tapi mama Nagita ngga bisa berkomentar apa apa lagi karena tanggapan Zoya yang seakan ngga peduli dengan apa yang sudah dia omongkan.
*
*
*
Juhandono mendekati Nathan yang baru selesai menyimpan ponselnya.
Tapi mereka beranjak pergi karena mendapat telpon.
"Kamu tidak keberatan setelah mendengar perkataan istriku?"
Keduanya sama sama menatap lurus ke arah taman hotel.
"Kamu khawatir?" kekeh Nathan.
"Tentu. Dia putriku."
Nathan masih terkekeh.
"Aku merasa putra kembarku sudah mengenal Emily."
Kening Juhandono berkerut.
"Saat menyerahkan desainnya?"
"Sebelum itu."
"Kapan?"
"Hanya mereka yang tau."
Nathan terkekeh lagi. Dia yakin putranya ngga akan menolak perjodohan ini.
●maaf ya lama, authornya lagi kurang enak badan🙏🏼🥰
rasakan kau Baron.. sekarang rasakan akibatnya mengusik calon istrinya Dewa... 😫😫
sudah tahu bakal besan juhan orang berkuasa mlh cari masalah muluk baron
kalau mereka ketemu gimana ya...
DinDut Itu Pacarku ngasih iklan
atau nanti Agni juga ikut-ikutan bersandiwara... buat ngetes calon menantu... he he he he ..