Kinara yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi luar negeri segera pulang ke kampung halamannya untuk segera bertemu dengan kakak kandungnya yang sejak lama tinggal bersama sang nenek.
Namun hal tak terduga terjadi, kakaknya yang ditemukan tak bernyawa di belakang sekolah, menimbulkan berbagai spekulasi.
Mampukah Kinara menyibak rahasia kematian sang kakak ?.
Yuk baca cerita lengkapnya disini, dan jangan lupa like serta dukungannya agar Kinara bisa menyibak rahasia kematian sang kakak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qiana Lail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32. Kakek
Kinara menghentikan motornya didepan villa, ia menekan klakson agar sang penjaga membuka pintu gerbang.
Tak lama muncul pria paruh baya yang waktu itu ia temui saat pertama kali datang bersama dengan Bram.
"Maaf anda mencari siapa ?." tanya pria itu dengan sopan.
Kinara membuka helmnya dan tersenyum menatap pria dihadapannya itu.
"Saya ingin bertemu dengan uncle Bram, apakah uncle Bram ada ?." tanya Kinara sopan.
"Olah Gusti !! nona Kinara ternyata, silakan masuk non nanti kita berbincang-bincang di dalam saja." jawab pria itu dengan sumringah.
Kinara melajukan motornya dan dengan sigap pria paruh baya itu menggantikan Kinara untuk memarkir motornya di bagasi, setelah memastikan keadaan aman dan pintu gerbang terkunci dengan benar.
Kinara masuk bersama pria itu, dan langkahnya terhenti saat ia melihat seseorang yang tersenyum manis dalam sebuah foto. Kinara mendekati foto wanita yang tersenyum itu dengan penuh tanda tanya.
"Uncle seandainya uncle ada disini pasti uncle bisa menjelaskan siapa wanita ini." ucap Kinara dengan pelan.
"Beliau adalah nona Camelia, nona muda keluarga kami dan adik kandung tuan muda Bram." ucap pria paruh baya itu yang juga berdiri di dekat Kinara.
"Apakah anda mengenalnya ? Dan bisakah anda menceritakan tentang dia untukku ?." tanya Kinara dengan wajah penuh harap.
"Tentu nona, tapi sebaiknya anda membersihkan diri dikamar yang pernah tuan muda tunjukkan, semua perlengkapan anda ada disana."
"Setelah makan nanti saya ceritakan siapa Nona Muda kebanggaan kami. Dan juga siapa tuan muda kami." ucap pria itu dengan senyuman yang tulus.
Kinara mengangguk-anggukkan kepalanya, ia melangkah menuju kamar yang waktu itu belum sempat ia masuki.
Perlahan Kinara membuka pintu kamar dan ia menyalakan lampu untuk menerangi ruangan itu.
Ia tertegun melihat suasana kamar yang sangat mirip dengan kamar Kinan, warna merah muda yang mendominasi ruangan itu.
Tata letak barang-barang yang ada didalam kamar itu sama persis dengan kamar Kinan. Hanya saja barang-barang itu berbeda.
Kinara duduk di ranjang dengan balutan seprai warna merah muda. Aroma wangi khas gadis remaja membuat Kinara merindukan sosok sang kakak yang belum lama ini ia temui dan juga meninggalkan ia seorang diri.
"Kak Kinan aku merindukanmu, hiks !." tangisannya pecah tak dapat lagi ia tahan.
Kehilangan sang kakak, kehilangan seseorang yang selama ini menjaganya dan kehilangan semua yang ia rindukan. Membuat Kinara menangis pilu, ia hanya gadis kecil yang butuh kasih sayang dari keluarganya.
Tanpa Kinara sadari ada seseorang yang datang dan membelainya dengan lembut. Dengan air mata yang berlinang pria itu tersenyum mencoba menguatkan hati yang rapuh itu.
"Nona jangan bersedih lagi, hapuslah air mata dari wajah cantik ini. Dunia akan berduka jika putri cantik ini menangis." ucap pria itu seolah-olah sedang menenangkan seorang gadis kecil.
Hiks ... Tangis Kinara semakin menjadi, ia memeluk tubuh pria paruh baya dihadapannya dengan sangat erat. seolah-olah ia menemukan sesuatu yang tak ingin ia lepas lagi.
"Menangislah jika itu bisa itu bisa mengurangi sesak di dada, kakek akan setia menemani nona. Tapi setelah itu berjanjilah dengan kakek tidak akan ada lagi air mata." ucap pria itu sambil membelai lembut punggung Kinara.
Kinara terisak-isak menumpahkan segala rasa yang ia pendam selama ini. Biasanya ada uncle Bram yang menjadi sandaran saat ia merasa sedih.
Tapi entah dimana pria itu berada saat ini. Bahkan ia tidak tau bagaimana kondisinya saat ini, masih ia bernafas atau ia juga telah meninggalkan Kinara untuk menyusul sang kakak.
"Kakek kenapa dunia ini begitu kejam ? Apa salah Kinara ? Apa dosa yang Kinara lakukan sehingga Kinara harus mengalami hal ini ?." tanya Kinara sambil terisak-isak.
"Tidak ada yang yang salah dengan nona, tidak ada dosa yang nona lakukan. Sebuah mutiara terbentuk dari berbagai goresan pasir dan dengan proses yang sangat menyakitkan."
"Tapi lihatlah, jika permata itu sudah terbentuk ia akan menjadi sesuatu yang sangat di sukai dan dicintai oleh orang banyak."
"Meskipun tidak semua orang bisa memilikinya, tetapi permata tetap menjadi sesuatu yang sangat diminati oleh semua orang." ucap pria paruh baya itu dengan lembut.
Kinara hanya bisa mendengarkan nasehat-nasehat dari pria paruh baya itu dengan tenang, setelah lama akhirnya ia merasa lebih baik.
Benar kata orang, pencerahan dan kebaikan itu bisa datang dari siapa saja, bahkan terkadang datang dari orang yang mungkin terlihat hina Dimata orang lain.
Atau sebaliknya keburukan bisa datang dari orang-orang yang terpandang dan mempunyai sebuah jabatan atau bahkan orang yang terdekat dengan kita.
"Kakek, terimakasih atas nasehat-nasehatnya. Kinara beruntung bisa bertemu dengan kakek." ucap Kinara sambil melepas pelukannya.
"Kakek yang beruntung bisa bertemu dengan nona Kinara." jawab pria itu dengan wajah yang sendu.
Ada sebuah kesedihan yang tersimpan dalam wajah sedihnya. Tapi dengan cepat ia sembunyikan agar tidak ada orang lain yang mengetahuinya.
"Lihatlah di lemari pendingin itu, ada coklat yang mungkin bisa membuat nona jauh lebih baik. Kata nona muda kami coklat bisa memperbaiki mood seseorang." ucap pria paruh baya itu sambil mengusap air matanya.
Kinara tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dan berjalan menuju lemari pendingin yang ada didalam kamar tersebut.
Kinara tertegun melihat coklat favoritnya berjajar rapi di sana. Entah kebetulan atau memang Bram sengaja menyiapkan untuknya.
"Apakah ini dari uncle Bram ?." tanya Kinara.
"Iya nona, coklat itu juga salah satu favorit nona Camelia. Coklat-coklat itu selalu saya ganti agar selalu fresh. Meskipun nona Camelia tidak ada di villa ini, hal itu tetap saya lakukan." jelas pria paruh baya itu.
Kinara berbalik dan menatap wajah pria dihadapannya. Tidak ada kebohongan di wajah tuanya. Hanya sebuah ketulusan yang tersirat disana.
"Kakek bolehkan aku menganggap kakek sebagai Kakek ku sendiri ?." tanya Kinara dengan suara yang pelan.
"Tentu saja nona, kakek merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia ini karena mempunyai seorang cucu seperti nona Kinara." jawab pria itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Kinara memeluk pria itu dengan sangat erat. Perasaan memiliki keluarga ia rasakan kini. Meskipun ia tidak bisa lagi memeluk sang kakek yang telah mengirimnya ke luar negeri, tapi saat ini ia bisa memeluk seorang kakek yang begitu tulus menyayangi dirinya.
Entah karena Kinara atau karena Bram atau bahkan entah karena Camelia yang mempunyai kemiripan dengan wajahnya.
Yang pasti saat ini Kinara merasakan hangatnya pelukan seorang kakek yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ia rasakan lagi.