seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Perang Dimulai
Langit malam yang gelap bagaikan selubung hitam yang menutupi setiap gerak-gerik yang terjadi di bawahnya. Hujan yang masih terus turun semakin deras, menciptakan suara gemericik yang mendominasi keheningan malam itu. Quenn berdiri di depan pintu utama markas, matanya yang tajam memeriksa setiap detail di luar. Anggota gengnya telah siap, dan segala sesuatu telah dipersiapkan. Mereka hanya menunggu perintah dari pemimpin mereka.
Di balik penampilannya yang tenang, jantung Quenn berdegup kencang. Malam ini, dia tidak hanya berjuang untuk balas dendam. Ini adalah pertempuran untuk mempertahankan apa yang telah ia bangun, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada yang bisa merusak kekuasaannya tanpa konsekuensi. Jika Marco dan sekutunya berpikir mereka bisa mengkhianatinya begitu saja, mereka akan segera mengetahui sebaliknya.
“Kami siap, Quenn,” suara berat Erik, tangan kanan Quenn yang juga seorang veteran dalam dunia kejahatan, terdengar di belakangnya. Erik adalah sosok yang selalu siap menghadapi apa pun—berani dan sangat cerdas dalam pertempuran. Namun kali ini, meskipun ekspresinya terlihat tegas, ada kecemasan yang samar di matanya.
Quenn menoleh, tangannya mengusap pelan permukaan meja di depannya, merasakan dinginnya yang tajam. “Tunggu perintahku,” katanya singkat, lalu menatap ke arah peta yang terhampar di depan mereka. Peta kota yang mereka pelajari dengan cermat selama beberapa hari terakhir. Titik-titik merah itu menunjukkan tempat-tempat yang akan mereka serang—tempat di mana Marco dan anak buahnya bersembunyi, tempat di mana segala rencana kotor mereka dijalankan.
“Rina, pastikan semua jaringan kita berfungsi dengan baik. Tidak ada ruang untuk kesalahan malam ini,” perintah Quenn dengan tegas, menyentuh bahu sekretarisnya yang berdiri di samping meja.
Rina mengangguk, segera bergerak untuk memastikan bahwa setiap jalur komunikasi berfungsi dengan lancar. “Semua terhubung. Kita tidak akan terkendala,” jawabnya.
Sebelum Quenn sempat merespons, sebuah suara keras dari luar mengalihkan perhatiannya. Suara mesin mobil yang mendekat dengan cepat, suara klakson yang berdering, dan tiba-tiba pintu markas dibuka dengan paksa. Beberapa orang bergegas masuk, dan di antara mereka, tampak salah satu anak buah Marco, seorang pria bertubuh besar bernama Dominic.
Dominic adalah seorang yang selalu dianggap tidak penting oleh Quenn—selalu di bawah radar, terlalu kasar dan tidak cerdas untuk menjadi ancaman. Namun, dia tampaknya menjadi salah satu dari sedikit orang yang tersisa dari kelompok Marco yang berani menghadapi Quenn langsung.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Quenn dengan suara dingin, matanya menyipit, memeriksa setiap gerakan Dominic.
“Marco mengirimku untuk memberi peringatan,” jawab Dominic dengan nada yang sedikit terburu-buru, namun tetap mencoba mempertahankan kewibawaannya. “Dia tahu kalian akan bergerak malam ini. Tapi kalian tidak akan bisa menang, Quenn. Kami sudah siap.”
Quenn hanya tersenyum tipis, matanya berkilat dengan tajam. “Kalian begitu yakin bisa menang, Dominic? Kita lihat nanti.”
Sebagai balasan, Dominic melangkah lebih dekat, menurunkan suara agar tidak terdengar oleh yang lain. “Mereka sudah menyiapkan lebih dari yang kalian bayangkan. Ini bukan hanya tentang Marco. Ada orang lain di belakangnya. Seseorang yang jauh lebih berbahaya dari yang kalian kira.”
Quenn menatapnya, bingung sejenak. Namun, dalam sekejap, matanya kembali tajam, penuh keyakinan. “Siapa yang kau maksud?”
Dominic tersenyum, tapi senyum itu tidak menunjukkan kepuasan. Hanya ada rasa takut yang terselubung di dalamnya. “Aku hanya datang untuk memperingatkan. Pilihan ada padamu sekarang.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Dominic berbalik dan pergi, meninggalkan Quenn dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Ada sesuatu yang lebih besar dari yang ia bayangkan, dan Marco tidak beraksi sendirian. Ada pihak ketiga yang memanipulasi permainan ini, dan itu akan mengubah segalanya.
“Siapkan semuanya. Kita bergerak sekarang,” perintah Quenn dengan suara yang lebih keras. “Tidak ada yang bisa menghentikan kita.”
Malam ini, perang akan dimulai.
---
Di luar markas, para anggota geng Quenn bersiap. Mereka mengenakan pelindung tubuh, memeriksa senjata mereka, dan saling berbicara dalam bisikan. Sementara itu, Quenn berdiri di tengah-tengah mereka, memimpin dengan kekuatan dan ketegasan yang sudah tidak diragukan lagi. Ia tahu apa yang harus dilakukan, dan setiap perintah yang keluar dari mulutnya diikuti dengan keyakinan. Tidak ada ruang untuk kesalahan.
Ketika Quenn melangkah keluar dari markas, udara malam yang dingin menyentuh kulitnya, namun itu tidak mengganggu ketenangannya. Malam ini, dia akan menuntaskan apa yang telah dimulai. Setiap musuh yang telah mencoba merusak hidupnya akan tahu apa artinya berhadapan dengan Quenn.
Di dalam mobil yang melaju cepat menuju pusat kota, Quenn duduk dengan tenang, memandangi jalanan yang basah oleh hujan. Di dalam hatinya, ada ketegangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Setiap detik terasa penting. Setiap gerakan harus dipikirkan dengan cermat. Tidak ada lagi ruang untuk kesalahan.
Rina duduk di sampingnya, memperhatikan pemimpin mereka dengan hati-hati. Rina tahu betul bahwa Quenn adalah wanita yang tidak pernah mundur dari tantangan apapun, tetapi malam ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang lebih besar yang mengintai, dan mereka belum sepenuhnya siap untuk menghadapi itu.
“Quenn...” Rina memulai, namun berhenti sejenak. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. “Apakah kita benar-benar tahu siapa yang ada di belakang Marco?”
Quenn tidak langsung menjawab. Matanya tetap terfokus pada jalanan di depan, tetapi jawabannya datang dengan nada yang rendah dan penuh keyakinan. “Jika ada seseorang yang lebih berbahaya dari Marco, kita akan menemukannya malam ini. Kita tidak akan berhenti sampai semuanya selesai.”
Perjalanan menuju pusat kota berlangsung tanpa gangguan, tetapi ketegangan yang terasa di udara tidak bisa diabaikan. Quenn merasa seperti sebuah perang besar sedang menanti di depan mata, dan dia harus siap untuk itu. Namun, di benaknya, satu hal yang lebih mengganggu—apakah kejahatan yang lebih besar sedang menunggu di balik semua ini?
Malam itu, pertempuran yang akan menentukan masa depan Quenn dimulai.