Jillian Amberly, seorang gadis muda, menginjak usia 18 tahun yang masih duduk dibangku sekolah tidak sengaja melakukan One Night Stand di tempat kerjanya dengan seorang lelaki bernama Alfred Dario Garfield seorang pria Bergelar Dokter spesialis Patologi, ternama disalah satu rumah sakit besar di kota Milan.
Lelaki berprofesi dokter itu, berniat menikahi Jillian sebagai bentuk tanggung jawab atas kekhilafan nya yang tidak disengaja tapi Jillian menolak mentah-mentah seolah mengatakan dirinya tidak akan hamil hanya karena bercinta satu malam.
Tapi! semua itu hanyalah angan dan mimpi dalam tidur Jillian nyatanya saat ini ia memegang teshpeck yang menunjukkan garis dua, tangan Jillian bergetar air matanya sudah tidak dibendung lagi.
Bagaimana ia harus memberitahu kebenaran ini pada keluarganya? keluarganya saja tidak memperdulikan nya. Lalu pria yang bercinta dengan nya bagaimana? apa dia percaya dengan Jillian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 13
" Tapi, kamu juga gak cinta sama dia! " ucap Gebrian tersenyum miris.
" Maaf Geb, tapi setidaknya ini anaknya dia, Om Dario lebih berhak bertanggung jawab dari pada kamu. " ucap Jillian memalingkan wajahnya kearah lain.
" Kamu laki-laki baik, kamu lebih cocok mendapatkan wanita yang lebih baik dari pada aku yang sudah kotor. " sambung Jillian meninggalkan lelaki itu disana.
Gebrian menatap kepergian Jillian dari kejauhan, lelaki itu tersenyum miris. ternyata seperti rasanya cinta nya ditolak sepihak tanpa terbalaskan sesak! sakit!
" Argh Sial!!! " umpat Gebrian marah.
Waktu berlalu begitu cepat, jam pelajaran terakhir telah selesai. Jillian membereskan peralatan sekolahnya segera meninggalkan kelas tanpa menunggu Gebrian dan Rey terlebih dahulu.
Rey yang sejak tadi begitu penasaran, apa yang terjadi dengan kedua sahabatnya yang sejak pagi saling diam tidak bertegur sapa padahal mereka duduk sebangku.
" Kau bertengkar dengan Jilli ? " tanya Rey mendekati lelaki itu yang tampak bodo amat.
" Hm. " hanya deheman sebagai jawaban nya.
" Ck, ada apa dengan kalian! sepertinya kalian tidak menganggap ku kawan disini. " dengus Rey.
" Aku akan menceritakan nya saat sampai dirumah, jadi tutup mulut combermu itu! " ucap Gebrian kesal meninggalkan Rey yang masih misuh-misuh tidak jelas.
Di sisi lain, Jillian menunggu di koridor jalan raya yang sedikit jauh dari sekolah. sejak istirahat kedua ia mendapatkan pesan dari Dario yang mengatakan akan menjemputnya sepulang sekolah.
Jillian yang memang biasanya langsung bekerja sehabis itu, mengiyakan saja pikir Jillian lumayan mendapat tumpangan gratis tidak perlu ia mengeluarkan uang memesan taksi.
TIN...
Sebuah mobil berhenti didepannya, siapa lagi kalau bukan Dario yang berada didalamnya. Jillian segera masuk kedalam mendaratkan bokongnya ke kursi empuk.
" Nih, minumlah. " ucap Dario memberikan sebotol air dingin.
" Makasih Om Dokter. " Jawab Jillian meneguk hingga setengahnya.
" Tumben banget, Om mau jemput aku? Om dokter gak kerja? " tanya Jillian menatap pria itu yang sangat serius memandang kedepan.
" Saya izin setengah hari bekerja, karena tidak ada jadwal operasi jadi ada dokter penggantinya. " jawab Dario.
" Antar aku ke Cafe seperti biasa ya Om. " ucap Jillian.
" Kata siapa saya akan mengantar mu ke Cafe? " tanya dario menaikan satu alisnya.
" Loh? terus kita mau kemana? " tanya balik Jillian saat Dario membelokan mobilnya ke perempatan jalan berlawanan arah dengan tempat bekerjanya.
" Kerumah orang tua saya. " jawab Dario.
" Hah!!! Ihh aku gak mau Om!!! " pekik Jillian memukul lengan pria tiu.
" Ck, kamu saya ajak kerumah orang tua saya gak pernah mau! " ucap Dario kesal.
" Nanti saja kan bisa? kenapa harus sekarang!!!! " pekik Jillian.
" Saya gak pernah percaya sama ucapan kamu! pokoknya sekarang, kita kesana orang tua saya sudah siap menyambut kamu. " ucap Dario.
" Lalu bagaimana dengan pekerjaan ku?? " tanya Jillian panik.
" Aku sudah mengizinkan mu." ucap Dario.
" Kayaknya Om memang sudah persiapkan memang ya!!! " decak Jillian.
" IYa. " jawab Dario sekenanya.
1 jam lamanya perjalanan, tibalah mereka didepan rumah Dario.Saat ini Jillian sudah duduk di sofa ruang tamu sendirian, entah kemana pria bernama Dario itu pergi begitu lama meninggalkannya seorang diri yang sudah ketar-ketir dan gugup.
Kaki wanita itu bergetar saking tremornya,nafasnya tercekat saat mendengar suara seorang wanita dari kejauhan terdengar samar-samar.
" Ini orang nya Ma. " ucap Dario mengajak Jennifer yang posisinya membelakangi Jillian duduk.
Jillian tidak berani menolehkan sedikitpun kepalanya saking takut nya.
" Se-selamat sore Tante. " sapa Jillian menyalami wanita yang tidak muda lagi usianya.
" Jadi kamu yang namanya Jillian itu? " tanya Jennifer sedikit basa-basi mengambil duduk seberang wanita muda itu.
" I-iya Tante, Jillian Amberly. " jawab Jillian tampak gugup.
" Gak perlu gugup nak Jillian, santai saja. " ucap seorang pria menghampiri mereka.
Jilian menyalami pria itu yang ikut duduk disamping istrinya, sedangkan Dario duduk disamping Jillian.
" Sudah berapa bulan usia kandungan kamu? " tanya Jennifer yang begitu paham bagaimana gugupnya Jillian yang sejak tadi memilin baju sekolahnya.
" T-tiga B-bulan Tante. " ucap Jillian.
" Jangan terlalu tegang, biasa saja. kami tidak akan memarahi mu. " ucap Jennifer tersenyum ramah.
Seorang ART datang membawakan Minuman, Jennifer menawari Jillian untuk minum menghilangkan rasa gugupnya dan langsung diturutinya. tanpa sadar wanita itu minum hingga habis tak tersisa.
" Sepertinya kamu sangat kehausan sekali, apa amu tidak diberi minum oleh Dario? " tanya Roger.
" Oh, gak Om. ini masih banyak ko- " ucap Jillian terhenti saat melihat gelasnya yang kosong melompong.
" Loh? kok sudah habis?? " pekik Jillian tanpa sadar.
Wajah wanita itu tampak malu, mau ditaruh dimana mukanya sekarang. calon mertua nya pasti akan ilfeel melihat kerakusan nya. sementara Dario hanya menepuk jidat dan geleng-geleng melihat kelakuan Jillian yang seperti orang bodoh.
" Tante mau tanya, mungkin ini pembicaraan yang sedikit serius. " ucap Jennifer.
" Tanyakan saja Tante. " ucap Jillian sudah siap menjawab segala pertanyaan dalam bentuk apapun.
" Kamu... kenapa gak sejak awal datang dan meminta tanggung jawab mengenai kehamilan mu pada Dario? " tanya Jennifer.
" Eh, em... say-saya... "
" Gak usah takut, disini gak ada yang akan mengancam kamu. berterus terang saja nak. " ucap Jennifer.
Dario begitu serius menatap Jillian, lelaki itu juga begitu penasaran kenapa Jillian baru sekarang menemuinya, kenapa tidak dari awal.
" Sa-saya, hanya takut Tante. " jawab Jillian menunduk.
" Apa yang kamu takutkan? " tanya Jennifer lagi.
" S-saya takut kalau saya menemui Om Dokter akan disuruh gugurin kandungan nya. " jawab Jillian lagi.
" Saya tidak akan sekeji itu menyuruh mu menggugurkan kandungan kamu. " sahut Dario.
" Kenapa kamu tidak mencoba nya dulu? bukan hanya berdiam seperti ini? " tanya Roger bibir lelaki itu sudah gatal ingin bertanya sejak tadi.
" Sa-saya gak mau berharap lebih dah kecewa dengan ekspetasi yang gak akan sesuai sama kenyataan nya Om. " jawab Jillian.
" Lalu kenapa kamu sekarang baru memberitahu? pasti kamu sudah punya rencana sebelum menemui kami ka? " tanya Jennifer.
" I-iya Tante. " jawab Jillian.
" Katakan, apa itu sayang? kamu tidak perlu takut, anggap aku seperti ibumu nak. " jawab Jennifer menggenggam jemari tangan Jillian yang cukup dingin.
DEG...
Jillian mengangkat pandangan nya menatap mata Jennifer yang begitu tulus menatap nya dengan tersenyum, mata Jillian berkaca-kaca sekuat tenaga Jillian menahan tangisan nya.
" Kalau mau menangis, jangan ditahan nak tidak boleh. " ucap Jennifer yang masih menggenggam tangan Jillian.
" Hiks! ak-aku takut tante! ak-aku takut, Papa dan Tante Ele akan tahu kehamilan ku cepat atau lambat da-dan mereka hiks! akan mengusir ku.. " jawab Jillian terisak pelan.
" Kenapa mereka mengusir mu? kamu anak Papa dan Mama mu, tidak ada seorang ibu yang akan mengusir anaknya sendiri sayang. " ucap Jennifer.
" A-ada! Papa dan Tante Ele, gak sayang sama aku. Papa gak pernah perduli sama keadaan aku, mau aku sakit, terluka, sehat sekalipun aku mati pu mereka pasti tidak akan perduli padaku. " Jillian kembali terisak.