Novel ini lanjutan dari Antara Takdir dan Harga Diri. Bagi pembaca baru, silahkan mulai dari judul diatas agar tau runtun cerita nya.
kehilangan orang yang paling berharga di dalam hidup nya, membuat Dunia Ridho seakan runtuh seketika. Kesedihan yang mendalam, membuat nya nyaris depresi berat hingga memporak porandakan semua nya.
Dalam kesedihan nya, keluarga besar Nur Alam sedang bertikai memperebutkan harta warisan, sepeninggal Atu Nur Alam wafat.
Mampu kah Ridho bangkit dari keterpurukan nya?.
silahkan simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curahan Hati Ridho.
Pukul tiga sore ini Yuanchi Juan sudah standby di depan gang tempat sekolah Hafizah dan Syafiq berada.
Dia menantikan kedua anak remaja kembar itu keluar dari dalam gang.
Setelah pukul tiga lewat sebelas menit, satu persatu motor dan mobil yang membawa para siswa pulang, keluar dari dalam gang itu.
Tidak terlalu lama, dari arah dalam gang kecil itu nampak sepasang anak remaja kembar keluar dari dalam gang beriring iringan.
Melihat Yuanchi Juan berdiri Disamping mobil nya, kedua orang remaja ini segera berlari kecil menghampirinya.
"Hai mamah!" ucap Hafizah menyapa wanita cantik jelita itu.
"Hai sayang, baru keluar?" tanya Yuanchi Juan seraya memeluk sepasang remaja kembar itu.
"Iya mah!" sahut Hafizah.
"Mau jalan jalan sama mah dulu?" tanya Yuanchi Juan.
Sepasang anak kembar itu saling pandang, "maaf mah, kami belum izin sama papah, takut papah nyariin kaya waktu itu" jawab Hafizah khawatir papah nya akan mencari mereka.
Yuanchi Juan segera mengeluarkan handphone nya, menghubungi nomor Ridho.
"Ya halo!, ada apa nona?" tanya Ridho.
"Aku alam membawa anak anak untuk jalan jalan sebentar bang!, boleh kan?" tanya Yuanchi Juan.
"Kemana?" tanya Ridho lagi.
"Jalan jalan ke mall, sebentar saja, refreshing, kasihan mereka!" ucap Yuanchi Juan membuat alasan.
Ridho berpikir sebentar, dia ingin melarang, tetapi kasihan dengan anak anak nya. Selama ini dia terlalu sibuk dengan kesedihan nya sendiri, sehingga nyaris melupakan ketiga putra putri nya.
"Mall mana?" tanya Ridho lagi.
"Mall Duta, kenapa?, mau ikut?" tanya Yuanchi Juan tanpa basa basi.
"Eee, anu!" sahut Ridho kaku.
"Tunggu di Bengkel, ku jemput!" tegas Yuanchi Juan seraya menutup telpon nya.
Kaila mendekati pemuda itu, ada apa Do?" tanya nya.
"Ini anak anak diajak ke Mall, aku harus menyertai mereka, aku tidak ingin kejadian tempo hari terulang kembali!" tukas Ridho.
"Pergilah!, tugas mu selesai hari ini, sebentar lagi juga Bengkel ini akan tutup!" sahut Kaila, janda cantik pemilik Bengkel itu.
Ridho segera berkemas, mandi di kamar mandi bengkel, lalu berpakaian rapi.
Tidak seberapa lama, mobil Pajero sport milik Yuanchi Juan datang menjemput nya.
Hafizah yang semula duduk didepan, segera berpindah ke belakang, seolah memberi kesempatan pada papah nya untuk berdekatan dengan Yuanchi Juan.
Kaila terpaku di tempat nya berdiri, melihat wanita cantik jelita datang menjemput Ridho.
Rasa nya kini dia semakin jauh dari pemuda itu, dan tak mungkin dapat dia rangkul lagi. Wanita itu selain Cantik jelita, juga masih muda belia.
Kaila menarik nafas berat, lalu dihempas kan nya, ada rasa perih di dasar hati nya.
"Abang bisa nyetir mobil?, bawalah!" ujar Yuanchi Juan beralih ke kiri, sementara Ridho duduk di belakang stir kini.
"Kemana?" tanya Ridho, "ke Mall?" ....
"Sop iga sapi mau?" tanya Yuanchi Juan menatap Hafizah dan Syafiq di belakang.
"Mau!, mau mah!, sebenar nya sop iga sapi itu kegemaran Abang Firdaus!" sahut Hafizah.
"kalau begitu, kita ke pondok dulu, jemput Abang Firdaus, baru ke rumah makan sop iga sapi, oke?" tanya Yuanchi Juan.
"Oke!, oke!" sahut Hafizah ceria.
Ridho menatap wajah ceria sang putri lewat kaca spion dalam.
"Hanya Syafiq dan Ridho saja yang sedari awal hanya diam membisu.
Sambil pura pura tertidur, bersandar di jok mobil, Yuanchi Juan melirik Ridho dari balik kelopak mata nya yang tidak terlalu rapat.
Ada semacam degupan aneh di dalam dada nya, "ah pemuda ini sangat tampan, meskipun sudah beranak tiga, tetapi terlihat seperti baru berusia dua puluh lima tahunan saja, tetapi sayang dingin seperti kutub Utara, tidak sombong tetapi kaku" ucap batin Yuanchi Juan. Seulas senyum terbit di wajah nya.
Ridho sebenar nya tahu jika sedang diperhatikan oleh wanita cantik itu, tetapi dia acuh, pura pura tidak mengetahui nya.
Tidak seberapa lama, mereka tiba di pondok pesantren tempat Firdaus menuntut ilmu.
Ridho ingin keluar dari mobil, tetapi Hafizah buru buru keluar duluan, "papah tunggu di mobil aja dulu, biar Fizah yang masuk mencari abang!" ucap dara itu seraya berlari memasuki gerbang pondok pesantren itu.
"Tunggu kak!, Syafiq ikut!"ujar Syafiq seraya berlari mengejar kakak nya dari belakang.
Kini tinggal lah Ridho dan Yuanchi Juan berduaan di dalam mobil itu.
"Hm!, kok diam bang?" Yuanchi Juan memulai bersuara sambil melirik Ridho dengan sudut mata nya.
"Aku harus bicara apa?" tanya Ridho seperti anak remaja baru kenal cewek cantik.
Sementara itu, Yuanchi Juan yang sudah biasa menghadapi klien dengan berbagai latar belakang itu sudah terlebih dahulu bisa menguasai diri nya.
"Ya bicara apa saja lah, tentang Abang, atau tentang anak anak, atau juga tentang sepasang angsa itu juga boleh!" jawab Yuanchi Juan menunjuk sepasang anda ya g sedang berenang di selokan.
"Ada apa dengan angsa itu?, apanya yang harus di bicarakan?" tanya Ridho heran.
"Ya apa sajalah, tentang perasaan mereka, atau tentang bulu mereka" jawab Yuanchi Juan asal.
"Hh! Kurang kerjaan" gumam Ridho pelan, namun terdengar jelas oleh Yuanchi Juan.
"Abang terlalu dalam terperosok dalam Dunia yang sangat gelap itu, begitu besar nya kah rasa cinta Abang pada mamah nya anak anak?" tanya Yuanchi Juan akhirnya.
"Tidak!" jawab Ridho singkat yang membuat mata Yuanchi Juan terbelalak.
"Tidak?, lalu kenapa Abang seperti kehilangan arah?" tanya Yuanchi Juan heran.
"Itulah kebiasaan orang yang suka memotong ucapan orang lain, akhirnya kau mengambil kesimpulan sendiri kan?" bantah Ridho.
"Tadi Abang sendiri yang bilang tidak, kenapa sekarang membantah?" tanya Yuanchi Juan bingung.
"Aku belum selesai bicara sudah kau potong, maksud ku tidak salah!" ujar berkelit.
"Ist!, tadi Abang bilang tidak!, lalu berhenti bicara, itu artinya setelah kalimat tidak, berarti titik, bukan koma, gimana sih" sangkal Yuanchi Juan.
"Kau yang salah dengar!" bantah Ridho.
"Tidak!, Abang yang salah omong!" ....
"Kau yang salah dengar!" ....
"Abang yang salah omong!" ....
"Kau!" ....
"Abang kok!" ....
"Kau!" ....
"Abang!" ....
Kemudian kedua nya berbarengan berdiam diri, tidak berkata apa apa lagi.
"Kok diam?" tanya Yuanchi Juan.
"Hhh!" Ridho menarik nafas beratnya.
"Abang marah?" tanya wanita cantik itu seraya menatap kearah Ridho.
Ridho tidak menyahut, hanya kepala nya saja yang di gelengkan nya.
"Iya deh!, Abang yang benar Anchi yang salah kok maaf ya!" ucap wanita cantik itu.
Buru buru Ridho menoleh kearah Wanita cantik itu, tiba tiba dia seperti melihat pribadi Anastasya ada pada dara cantik itu.
Pribadi yang selalu mengalah tanpa mau egois pada nya, bagai manapun mereka berselisih pendapat.
Rasa rindu yang tiba tiba membuncah didalam hati Ridho, rindu laut tanpa dermaga tempat berlabuh lagi, rindu gunung pada angin laut tempat bermanja.
Yuanchi Juan melihat dua bulir air bening jatuh menggelinding di pipi pemuda itu, sebelum buru buru pemuda itu memalingkan wajah nya, menatap kearah pintu gerbang pondok pesantren.
Yuanchi Juan menarik nafasnya dalam-dalam, "sedalam itukan luka mu?, sehancur itukah hati mu, sebesar itukah cinta mu pada nya, aku iri menjadi diri nya, yang dicintai hingga tarikan nafas yang terakhir, yang setia seperti setia nya pagi pada malam, setia nya muara pada laut, setia nya ombak pada pantai" kata hati Yuanchi Juan.
"Apakah Anchi salah omong bang, maafin deh" suara wanita cantik itu melemah.
"Ti… tidak!, k… kau tidak salah, aku yang sangat rapuh" sahut Ridho menyapu air mata nya dengan pura pura menggaruk.
"Air mata bukan hak monopoli perempuan saja bang, jangan salah, banyak orang bilang kalau pria mengeluarkan air mata itu cengeng seperti perempuan, padahal sejati nya air mata itu lambang kejujuran hati, anak bayi merah yang tidak mengerti apa apa, dia sudah bisa menangis, itulah ungkapan paling jujur manusia, Dunia ini memang ajang segala ujian, maka nya semua bayi lahir menangis, bukan tertawa, karena sejati nya para bayi itu tahu berat nya ujian di Dunia ini, siapa yang tidak pernah diuji dengan perpisahan?, semua mengalami nya, berpisah dari kedua orang tua, sanak saudara, kekasih tercinta, atau apa saja, semua pasti pernah mengalami nya, Dunia ini bukan untuk diratapi dan ditangisi, tetapi untuk dihadapi, itulah tugas kita sebagai umat manusia, kita diberikan bekal akal budi, pemikiran dan hati nurani, itulah modal utama kita Bang, kalau Abang tidak mau bangkit berjuang, berarti Abang kalah, ingat bang, kita sedang meniti titian sirotalmustakim, kesulitan nya laksana rambut dibelah tujuh, jangan sampai jatuh!" ujar Yuanchi Juan menasehati Ridho seperti seorang ustadzah sedang menceramahi murid nya.
"Bukankah kau non muslim?, kenapa kau lebih tahu dari pada aku?" tanya Ridho heran.
"Kita tidak tahu kapan hidayah itu datang, iya kan bang?, meskipun belum masuk Islam, tetapi aku sudah belajar agama!" sahut Yuanchi Juan jujur.
Ridho menatap kearah Yuanchi Juan beberapa saat, "kau belajar dari siapa?" tanya nya.
"Anchi belajar dengan ustadzah neng umi Habibah!" jawab Yuanchi Juan.
"Oooh!, pantesan kau tahu banyak tentang Islam!" sahut Ridho.
"Abang mengenal nya?" Yuanchi Juan balik bertanya saat melihat perubahan diwajah pemuda itu.
Ridho menganggukkan kepala nya, "siapa yang tidak mengenal ustadzah kondang itu, baguslah kau belajar dengan nya, dia banyak mengetahui segala hal tentang Islam, semoga kau Istiqomah!" sahut nya.
Yuanchi Juan menatap kearah wajah Ridho, "maksud nya?" ....
"Maksud nya apa?" ....
"Istiqomah itu maksud nya apa?" tanya Yuanchi Juan.
"Oooh itu, Istiqomah itu arti nya berpendirian teguh, berketetapan hati yang kuat, dan berkeyakinan yang kokoh!" jawab Ridho.
"Oooh begitu ya, aamiin!" sahut Yuanchi Juan.
"Aku ingin bangkit dari keterpurukan ini, tetapi bayang bayangan Anastasya tak kuasa ku tepis, dia wanita paling istimewa yang pernah ku kenal, wanita cantik dengan cinta kasih yang tulus luar biasa, kesetiaan yang tidak ada dua nya, aku tidak yakin sampai kapan aku baru bisa bangkit, jiwa ku seperti ikut mati bersama jasad nya" ucap Ridho.
Tanpa sadar, baru kali ini dia berasa nyaman mengungkapkan kesedihan hati nya secara panjang lebar.
...****************...