Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 13
Walaupun Sahira belum mencintai Hanzel, tetapi pria itu adalah suaminya. Pria itu adalah orang yang begitu berjasa bagi dirinya, Karena kini namanya bisa bersih dan dia bisa kembali ke keluarganya berkat Hanzel.
Maka dari itu dia ingin memberikan yang terbaik di malam pertama mereka, dia ingin memberikan hak Hanzel sebagai seorang suami, hak batin yang harusnya pria itu dapatkan.
Dulu dia bisa rela memberikan kesuciannya kepada Dion sebelum mereka menikah, mana mungkin dia tidak rela memberikan hak Hanzel untuk Maslaah ranjang yang sudah sah sebagai suaminya.
"Siap apa sih, Mbak?"
"Aku udah siap untuk memberikan hak kamu sebagai seorang suami," jawab Sahira.
"Nafkah batin?"
"He'em," jawab Sahira.
"Yakin siap?" tanya Hanzel yang nampak menyatukan bibirnya dengan bibir Sahira Tampa memagutnya.
Sahira langsung memejamkan matanya dengan kuat, dia seperti kaget dan masih sulit untuk menerima perlakuan seperti itu dari Hanzel. Bahkan, Satria itu mulai memagut bibir mungil itu, Sahira hanya diam saja.
Hanzel tersenyum, lalu pria itu memundurkan wajahnya dan mengusap puncak kepala istrinya. Dia tahu kalau Sahira belum siap, walaupun wanita itu tak ingin berdosa sebagai seorang istri.
"Menikah itu bukan melulu masalah ranjang, Mbak. Mending Mbak mandi, terus kita shalat berjamaah." Hanzel tersenyum setelah mengatakan hal itu.
"Kalau kamu mau, aku siap kok. Maksudnya akan berusaha untuk siap," ujar Sahira tak enak hati.
Hanzel menunduk, lalu dia mengecup bibir istrinya beberapa kali. Ah! Jika saja menuruti keinginannya, dia tentunya ingin mendapatkan yang lebih. Namun, dia tak ingin melakukannya sebelum Sahira mencintai dirinya.
"Rasanya manis, tapi sayangnya nggak dapet balesan."
"Eh? Maaf," ujar Sahira yang langsung menangkup kedua pipi Hanzel dan memberikan ciuman yang begitu manis.
Hanzel tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia membalas setiap pagutan yang dilakukan oleh istrinya. Cukup lama mereka beradu bibir, hingga tak lama kemudian Hanzel melepaskan pagutannya.
"Mandi sana, aku tunggu di mushola."
Di rumah itu memang ada mushola kecil, Aksa memang sengaja menyiapkan mushola di rumah itu, agar nantinya semua anggota rumah itu bisa shalat berjamaah di sana.
"Ya," jawab Sahira yang langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan sangat cepat.
Hanzel tertawa kecil, kemudian dia menunduk untuk melihat miliknya yang sudah bangun. Kini dia menertawakan dirinya sendiri, dia yang berkata untuk tidak melakukannya sekarang, tetapi miliknya sudah tidak bisa dikondisikan.
"Semoga saja mbak Sahira bisa secepatnya mencintai aku, biar dia tidak merana."
Malam ini Sahira dan juga Hanzel tidak melakukan malam panas seperti pengantin baru lainnya, setelah melakukan shalat isya, Sahira dan juga Hanzel tidur dengan saling memeluk.
"Kamu mau ke mana, Han?"
Setelah sarapan bersama, Hanzel langsung bersiap dan terlihat begitu tampan dengan baju kemeja berwarna biru dipadu padankan dengan celana panjang berwarna hitam.
"Mau mulai kerja, sekarang aku udah punya istri dan anak. Harus lagian kerja biar bisa menafkahi kalian," jawab Hanzel.
"Ke resto?"
"Iya, mau ikut?"
Sahira sudah menelepon Khadijah, mertuanya itu berkata kalau hari ini dia akan jalan-jalan bersama dengan Cia. Karena kebetulan sedang hari libur, jika dia di rumah pasti akan bete.
"Mau," jawab Sahira.
"Ya udah, ayo."
"Ganti baju dulu," ujar Sahira.
Sahira dengan cepat mengganti baju yang dia pakai dengan kemeja dan juga celana bahan panjang, tentunya dia memilih warna yang sama dengan yang dipakai oleh Hanzel. Setelah itu, keduanya langsung pergi ke salah satu Resto milik Hanzel.
Saat tiba di resto, Hanzel langsung mengajak istrinya untuk berkeliling. Hanzel bahkan mengajak istrinya untuk pergi ke dapur, Mereka melihat sendiri bagaimana cara koki memasak di sana.
"Han! Elu, Hanzel, kan?"
Seorang wanita yang bekerja sebagai koki langsung menghampiri Hanzel, wanita itu bahkan tanpa ragu langsung memeluk Hanzel.
"Sorry, gue udah nikah. Jangan peluk gue kaya gini," ujar Hanzel yang langsung mengurai pelukannya.
"Sorry, gue terlalu senang bisa ketemu lagi sama elu."
Wanita cantik itu nampak salah tingkah, lalu dia menolehkan wajahnya ke arah Sahira dan membungkukkan badannya beberapa kali.
"Maaf, Mbak. Gue refleks, kenalin. Gue Anggun, fans-nya Han lagi masa SMA." Anggun mengulurkan tangannya, Sahira langsung menerima uluran tangan wanita itu.
Sahira sempat memperhatikan wanita itu, wanita itu terlihat muda dan cantik. Sahira agak malu, karena dia sudah berumur dan selama ini dia tak pernah melakukan perawatan.
"Aku, Sahira. Istrinya Han," ujar Sahira seolah menegaskan kalau dirinya adalah pemilik hati seorang Hanzel.
"Hehehe, iya. Gue kerja lagi, silakan kalau Mbak bos sama Pak bos kalau mau keliling lagi," ujar Anggun.
"Ya," jawab Sahira.
Hanzel lalu membawa istrinya ke dalam ruang kerjanya, dia mengajak istrinya untuk duduk di atas sofa. Hanzel merangkul pundak istrinya lalu berkata.
"Kamu cemburu?"
"Nggak," jawab Sahira yang entah kenapa tiba-tiba saja merasa takut.
Dia takut kalau Hanzel nantinya akan menceraikan dirinya, dia takut kalau Hanzel akan memilih wanita yang lebih muda dan akan mengabaikan dirinya.
Padahal, dia sadar betul kalau dirinya menikah dengan Hanzel bukan karena cinta, tapi ketika melihat Hanzel begitu dekat dengan seorang perempuan, entah kenapa rasa takut langsung menyergap.
Rasa tak ingin ditinggalkan dan tak ingin melihat pria itu berdekatan dengan wanita lain muncul, di hatinya Sahira tegas mengatakan bahwa Hanzel miliknya.
"Kalau gak cemburu, berarti aku boleh dong ngobrol atau hanya sekedar mengantarkan dia pulang?"
"Jangan, aku gak suka."
"Katanya gak cemburu, tapi gak boleh."
"Aku emang gak cemburu, tapi serius aku gak suka kamu deket sama cewek lain. Aku juga gak suka kalau kamu sampai nganterin cewek cantik itu," ujar Sahira jujur.
"Oke! Aku gak bakal deket sama dia, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
Hanzel langsung menunjuk bibirnya dengan jari telunjuknya, Sahira nampak kebingungan mengartikan apa yang dimaksud oleh Hanzel.
"Maksudnya apa sih? Bibir kamu sariawan?"
"Ck!"
Hanya decakan yang keluar dari bibir Hanzel, dia merasa tak suka karena istrinya tidak mengerti kode yang dia berikan.
"Marah?" tanya Sahira melihat perubahan raut wajah suaminya itu.
"Nggak," jawab Hanzel yang langsung mengangkat tubuh Sahira dan mendudukkannya di atas pangkuannya.
"Eh? Mau apa?"
Sahira tiba-tiba saja merasa gugup karena Hanzel merapatkan tubuhnya, kini dadanya dan juga dada Hanzel saling bersentuhan. Wajah mereka juga kini begitu dekat, Sahira sampai bisa merasakan hangatnya napas Hanzel yang menyapu wajahnya.
"Cium dulu, Mbak. Baru aku gak akan deket-deket sama cewek lain, tapi kalau ceweknya yang deketin, aku gak bisa berbuat apa-apa."
"Han!" kesal Sahira yang langsung memukul pundak pria itu.
"Bercanda, Mbak. Cium dong," pinta Hanzel.
"He'em," jawab Sahira yang dengan malu-malu langsung menunduk untuk menyatukan bibirnya dengan bibir suaminya.
"Enak gak ciumannya?" tanya Hanzel setelah pagutan bibir mereka terlepas.
"Enak," jawab Sahira yang langsung turun dari pangkuan Hanzel dan melangkahkan kakinya menuju jendela untuk menghindari tatapan dari pria itu.
Hanzel hanya terkekeh melihat kelakuan dari istrinya, tetapi satu yang dia yakini, Sahira sudah mulai bisa menerima dirinya di dalam hatinya.
"Semoga pernikahan kita bisa langgeng, Mbak. Semoga gue bisa bahagiain elu sama Cia, semoga kita nantinya bisa punya anak banyak dan selalu bahagia."