Anindya Alyssa seorang wanita manis yang memiliki warna kulit putih bersih, bekerja sebagai waiters di salah satu hotel yang cukup terkenal di kotanya. Hidup sebatang kara membuat harapannya untuk menjadi sekretaris profesional pupus begitu saja karena keterbatasan biaya untuk pendidikan nya.
Namun takdir seakan mempermainkan nya, pekerjaan sebagai waitres lenyap begitu saja akibat kejadian satu malam yang bukan hanya menghancurkan pekerjaan, tetapi juga masa depannya.
Arsenio Lucifer seorang pria tampan yang merupakan ceo sekaligus pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Terkenal akan hasil produksi yang selalu berada di urutan teratas di pasaran, membuat sosok Lucifer disegani dalam dunia bisnis. Selain kehebatan perusahaan nya, ia juga terkenal akan ketampanan dan juga sifat gonta-ganti pasangan setiap hari bahkan setiap 6 jam sekali.
Namun kejadian satu malam membuat sifatnya yang biasa disebut 'cassanova' berubah seketika. Penolakan malam itu justru membuat hati seorang Lucifer takluk dalam pesona seorang waiters biasa.
Lalu bagaimana kisah Assa dan Lucifer?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Anindya kembali ke mes yang menjadi tempat ia untuk tidur dan berlindung dari panas dan hujan. Saat sampai ia langsung disambut oleh tatapan khawatir dari teman-temannya yang ternyata sudah menunggu kedatangannya.
Anindya tampak gugup menerima tatapan dari teman-temannya, ia menelan gumpalan salivanya lalu berusaha untuk tetap tenang.
"Kalian disini, ah apakah kita dapat shift malam?" tanya Anin pada keempat temannya.
"Urusan itu nanti, sekarang jelaskan apa yang terjadi saat kau meminta maaf semalam pada pak Arsen?" tanya Ratna balik sangking penasaran.
"Apa? Tentu saja tidak ada apa-apa, pak Arsen memaafkan kesalahanku." Jawab Anindya berbohong.
Ia terpaksa melakukan hal itu karena dirinya tak mau jika teman-temannya akan menjauhi bahkan membenci dirinya.
"Lalu kemana kau semalam, kenapa tidak ada disini?" tanya Desi ikut penasaran.
"Ahh itu, pamanku menelpon dan mengatakan bahwa bibi sakit, jadi aku langsung pulang. Maafkan aku karena tidak memberitahu kalian," jawab Anindya terus berbohong.
"Ya sudah lupakan saja, yang terpenting sekarang adalah Anindya sudah tidak khawatir lagi, ia sudah dimaafkan pak Arsen dan bisa kembali bekerja." Tukas Hardi menyudahi aksi podcast dadakan.
"Iya tuh bener, mending kita tidur. Kalian pasti mengantuk," timpal Bima setuju tanggapan Hardi.
"Ya sudah baikah, ayo kita tidur." Ajak Ratna yang akan sudah benar-benar mengantuk karena bekerja semalaman begitu Desi dan yang lain.
Sebenarnya Anindya pun telah bekerja keras, pekerjaan yang memang tidak pantas disebut pekerjaan itu. Ia awalnya ingin langsung resign, namun saat mengingat perlakuan buruk paman dan bibinya membuat ia mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk bertahan meski kehidupannya sudah terasa mati.
Anin meraih sebuah foto yang memperhatikan sepasang suami istri bersama anak mereka yang tampak tersenyum bahagia.
"Aku baik-baik saja, demi kalian." Ucap Anindya lirih seraya mengusap bingkai foto ayah dan ibunya.
Anindya memilih tidak tidur, ia justru keluar dari mes dan memutuskan untuk mencari udara segar diluar. Hati dan pikirannya butuh ketenangan, dan mungkin sebuah taman akan bisa menjadi tempat pelarian nya saat ini.
Saat Anin baru keluar dari hotel, tepat sekali ia berpapasan dengan pria yang dibencinya. Anin tak menatap Arsen sama sekali, tetapi ia bisa merasakan bahwa pria itu tengah menatapnya.
Anin tak peduli, ia tetap melanjutkan langkahnya dan segera pergi. Sementara Arsen, ia menatap punggung gadis yang telah masuk daftar list teman ranjangnya hanya tersenyum tipis.
***
Anindya duduk disebuah kursi taman seorang diri, menatap orang-orang yang sedang beraktivitas masing-masing. Anin memainkan jarinya, tatapan matanya berubah kosong saat ingat semua yang terjadi dalam dirinya.
"Heuh, Anin mungkin saja memang ini takdirmu. Kau akan selalu menderita, tak perduli sebaik apa dirimu, hanya ada penderitaan, sakit, dan tangis yang akan menemanimu." Ujar Anindya dengan bibir tersenyum namun matanya mengeluarkan air mata penderitaan.
Disaat sedang asik berkeluh kesah, tiba-tiba seseorang menepuk bahu nya dengan sedikit tak bersahabat. Anin terkejut, ia bangkit dari duduknya dan melihat sang bibi disana.
"Bibi." Gumam Anindya hendak mencium tangan Rida namun ditepis.
"Nggak usah sok-sokan kamu!" bentak Rida menatap Anindya dengan penuh ketidaksukaan.
"Jadi begini kehidupan kamu menjadi seorang wanita penggoda, astaga aku benar-benar malu pernah membiarkan gadis sepertimu tinggal dirumahku." Ejek Rida tersenyum meremehkan.
"Bibi, jika bibi tidak tahu apa-apa tentangku lebih baik diam. Dimana bibi pernah melihatku menggoda seorang pria?" tanya Anindya masih menjaga nada bicaranya namun terkesan tegas.
"Heuh, mentang-mentang sekarang sudah banyak uang kamu jadi sombong ya. Ingat Anin, uang yang kamu punya itu adalah milik wanita lain," cecar Rida mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Anindya.
"Cukup, Bi! Sudah cukup Bibi merendahkan ku, lebih baik Bibi sekarang pergi, biarkan aku tenang sebentar saja." Usir Anindya menyatukan kedua tangannya geram.
"Ya, aku paham. Kamu sedang menunggu pelangganmu, 'kan?" tanya Rida seraya berjalan memutari tubuh dan menatapnya dengan remeh.
"Orangtuamu pasti malu karena memiliki anak yang menjadi pekerja malam, sejak dulu ibumu selalu berkata bahwa anaknya akan bekerja keras dan hidup bahagia. Ternyata anaknya justru bekerja dan bahagia dengan hasil menggoda pria." Lanjut Rida membuat kesabaran Anindya habis.
"Lalu apa kabar dengan Bibi, bagaimana dengan Dela yang sekolah tinggi namun minim akhlak dan attitude." Ujar Anindya dengan berani.
"Maksud kamu apa?!" tanya Rida tampak tidak suka dengan ucapan keponakannya itu.
Anindya tak menjawab ia segera pergi dari hadapan sang bibi yang bisa saja menciptakan banyak keributan.
Like, komen dan vote 🌹
To be continued