"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13. Apakah itu...?
Pagi hari, ...
Tok...tokk...tok.
Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Lia terbangun.
"Liaaa,....Liaaaa,.... bangun.!" teriak Iteung dari luar kamar Dahlia.
Dahlia mencoba membuka matanya yang masih terasa berat. Mata Lia membelalak ketika menyadari bahwa dia tak memakai selembar kain pun di tubuhnya.
Lia langsung menarik selimut yang diberikan Iteung tadi malam untuk menutupi tubuhnya. Kegiatan bersama Mahesa semalam kembali melintas di kepala nya.
Yang membuat Lia bahagia, apa yang mereka lakukan semalam ternyata nyata benar - benar terjadi.
Lia memunguti pakaian nya yang berceceran di lantai, lalu memakainya kembali.
Ceklek,....
Suara pintu di buka.
Lia buru buru memakai pakaian nya dan membuka pintu karena mendengar gerutuan Iteung di depan pintu.
"Lama amat, Lia." ucap Iteung dengan wajah di tekuk.
"Maaf, Teung, aku kecapean jadi semalam tidurnya pulas sekali. Makanya bangunnya lama," jawab Lia.
"Ya udah,... mandi sana. Ini ada baju untuk kamu pakai. Baju itu sama baju kamu yang kemarin langsung di cuci saja biar kamu ada ganti nanti. Sekalian di jemur aja, karena nanti nggak bisa kemana - mana. Kamu lihat sendiri kan kemarin, rumah makan ini selalu ramai. Jemuran nya ada di dekat kamar mandi, Lia." ucap Iteung seraya menyerahkan selembar baju ganti ke Lia.
"Iya, Teung. kalau gitu aku mandi dulu, yah,"
Iteung menganggukkan kepalanya. "Iya, aku juga mau bersiap - siap. Pagi ini kita harus masuk cepat karena mau masak untuk pesanan nasi siang," ujar Iteung.
"Oke,... sebentar lagi aku akan siap," jawab Lia.
Iteung segera kembali ke kamarnya untuk bersiap. Sementara itu Mbak Enah dan karyawan lain nya juga melakukan hal yang sama seperti Iteung.
Kamar mandi itu terletak di ujung lorong. Suasana mes karyawan terasa sunyi. Lia melangkah melintasi mes menuju kamar mandi yang letaknya agak di luar.
Hanya ada satu kamar mandi umum di mes itu yang digunakan oleh seluruh penghuni mes wanita. Jadi mereka bergantian memakainya.
Mes itu terbagi dua. Mes untuk karyawan laki laki letaknya bersebelahan dengan mes karyawan wanita. Kamar mandi nya juga terpisah. Jadi kamar mandi umum yang dia gunakan khusus untuk semua karyawan wanita.
Mes ini sengaja di buat terpisah. Mungkin tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya perzinahan atau hal yang tidak diinginkan lainnya.
Bulu kuduk Lia tiba - tiba merinding. Suasana di kamar mandi mes ini memang terasa sangat menyeramkan.
"Huhuhu .... hiks...hiks..." Lia mendengar suara tangisan. Lia menoleh dan mencari asal suara tangisan itu.
Di sudut sana, di ujung dekat jemuran, Lia melihat seorang wanita sedang berjongkok menghadap ke dinding sambil menangis.
Wanita itu mengenakan pakaian putih yang panjang sampai menutup mata kakinya.
"Mbak,...kenapa menangis?" tanya Lia. Wanita yang wajahnya tidak terlihat karena membelakangi Lia tak menggubris teguran Lia. Dia masih saja terus menangis.
Karena tak mendapat jawaban, Lia pun membiarkan wanita itu tetap menangis.
"elah,.... sombong amat. Dah lah, lain kali aja kali di tanya. Aku mau mandi dulu. Takut telat," ucap Lia sambil buru - buru masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan mencuci baju nya secepat kilat, Lia keluar dari kamar mandi bermaksud untuk menjemur bajunya. Namun dia tak lagi menemukan wanita yang menangis tadi di sana.
"Udah pergi ya? Mungkin sudah kerja," ucap Lia dalam hati.
Lia pun bergegas menjemur pakaian nya dan setelah itu dia bergegas pergi menuju rumah makan untuk bekerja.
***
Lia berjalan beberapa menit untuk sampai ke rumah makan. Sesampainya di sana, dia menyapa semua orang yang ada di sana. Mereka semua membalas sapaan Lia dengan ramah.
"Mbak Nah,... hari ini apa yang harus aku kerjakan?" tanya Lia.
"Hari ini kamu goreng - goreng semua lauknya saja , Lia. Mbak yang akan masak semua sayur - sayurannya," jawab mbak Enah.
"Oke, mbak,"
Lia mulai menggoreng semua lauk yang telah di siapkan oleh mbak Nah sebelum dia datang.
Selama menggoreng lauk, beberapa kali dia melihat kelebatan bayangan hitam yang lewat di belakang mereka.
Beberapa kali Lia menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa memang tak ada orang yang melintas di belakang dia dan Mbak Enah.
"Ada apa, Lia...?" tanya Mbak Nah yang heran melihat Lia berulang kali menengok ke belakang.
"Anu, Mbak.. Kayak nya aku tadi melihat ada orang yang lewat di belakang kita." ujar Lia.
"Belakang kita,...siapa..? Kayaknya nggak ada, deh, Lia. Sejak tadi, kan hanya kita berdua saja yang ada di tempat ini," ujar mbak Nah.
Memang sejak tadi hanya mereka berdua saja yang ada di dapur ini. Yang lain sudah pada keluar semua untuk membersihkan rumah makan. Tadi mereka hanya membantu memotong sayuran dan mempersiapkan semua bumbu - bumbu dan bahan - bahan yang akan di masak.
"Gitu ya mbak? Sejak tadi mbak nggak ngerasa ada yang lewat - lewat, gitu?" tanya Lia penasaran. Dia berharap barangkali wanita itu merasakan keanehan yang dia rasakan sejak tadi.
Mbak Nah mengerutkan dahinya sejenak, lalu beberapa saat kemudian dia menggelengkan kepalanya.
"Ngak ada. Mungkin hanya perasaan kamu saja kali, Lia. Kamu jangan punya pikiran yang aneh - aneh, deh. Entar kamu seperti..."
Ucapan Mbak Nah terputus, ... karena sayuran yang dia masak tampak nya sudah matang.
Dahlia sedikit kecewa karena dia tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari mbak Nah. Namun dia mencoba untuk tenang di depan mbak Nah.
"Iya kali ya, Mbak." ujar Lia sembari tersenyum.
Beberapa saat kemudian,...
"Mbak, apa memang setiap hari kita masak nya banyak seperti ini?" tanya Lia.
Dahlia mengelap keringat yang jatuh membasahi dahinya karena panas yang berasal dari wajan di depannya ketika menggoreng lauk pauk tadi.
Mereka baru saja selesai masak dan kini sedang bersiap-siap untuk membungkus pesanan nasi yang dipesan tadi.
Enah terkekeh mendengar pertanyaan Lia.
"Ini sih, mending sudah ada kamu, Lia.. Kemarin - kemarin, mbak malah hanya seorang diri menyiapkan semua masakan," ujar Enah kepada Lia.
"Loh,...kok sendiri, mbak? Memang tidak ada koki yang lain?" tanya Lia heran.
"Waktu itu ada, sihh. Tapi sekarang dia sudah pulang kampung karena sering sakit - sakitan. Sedangkan yang lain nggak bisa masak," ujar mbak Nah.
Deg,...
Entah mengapa,...tiba - tiba saja perasaan Lia tak enak ketika Mbak Nah mengatakan tentang temannya ada yang sakit - sakitan ketika bekerja di rumah makan ini.
"Terus sekarang,...teman Mbak itu nggak balik - balik lagi ke sini?" tanya Lia lagi.
"Nggak... Kemarin - kemarin, mbak sempat menghubungi dia, tapi nomor telepon nya sudah nggak aktif lagi. Kami sudah kehilangan kontak sejak dua bulan lalu, Lia," ujar mbak Nah.
"Oh,... gitu..."
Tangan Lia dengan cekatan membungkus lauk pauk yang sudah dia goreng tadi ke dalam plastik. Semua sudah siap, tinggal menunggu nasi yang belum matang.. Tinggal sedikit lagi dan pekerjaan nya pagi ini akan selesai.
"Lia,...ayo sarapan!" ajak mbak Nah.
"Iya, mbak.. Mbak Nah duluan aja. Aku belum lapar," ucap Lia.
"Kamu yakin nggak mau sarapan sekarang? Entar lagi bakal banyak pengunjung.. Kalau sudah begitu, kita nggak bakalan sempat untuk ngapa - ngapain lagi karena pesanan yang membludak, Lia," ujar mbak Nah.
"Nggak papa, mbak. Aku jarang sarapan nasi kalau pagi," ujar Lia.
"Wah,.. kalau begitu, kamu beli bubur aja di depan," ucap mbak Nah mencoba memberi saran agar Lia bisa sarapan.
"Bubur? Dimana, Mbak?... tapi apa tidak apa-apa, kalau aku keluar dari dapur?" tanya Lia. Dia takut di marahi oleh pak Karso.
"Kalau sebentar, sih nggak," ujar mbak Nah.
"Di depan ada jualan bubur sumsum, bubur Candil, juga ada bubur kacang ijo," ujar Mbak Nah lagi.
"Kalau begitu aku beli bubur sebentar ya mbak," Mbak Nah tersenyum dan mengangguk pada Lia.
Dengan tergesa - gesa Lia bergegas keluar dari dapur menuju ke luar.
Sampai di depan pintu, langkah Lia tiba - tiba terhenti. Ia terlonjak kaget melihat pemandangan di depan matanya.. !
?????
Hayo,.... kira - kira apa ya, yang Lia lihat?? 🤔
oiya kapan2 mampir di ceritaku ya..."Psikiater,psikopat dan Pengkhianatan" makasih...