"Itu pernyataan, Leya Maura Nugrah!"
"Loh kamu tau nama asli leya dari mana?!" kaget wanita itu.
"Apa yang saya tidak tau?"
"Sombong." ketus Leya kesal, gadis itu rasanya ingin membuang pria di hadapannya ini kelaut saja! benar benar membuat nya naik darah.
"Besok besok gak usah temui Leya!"
"Kalau saya mau ketemu?"
"Kamu nyebelin, Tuan Damian Aarav Niell!"
"Saya menyukai panggilan itu, Leya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Animous, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
New York I'm here
"Damian!" kesal Leya.
"Gak sopan." tegur Damian.
"Kamu nakutin Leya tau gak?!" kesal Leya memukul dada pria itu.
"Kita berangkat ke desa malam ini."
"Loh kok tiba tiba?!" tanya Leya heran.
"Gak usah banyak tanya, Leya. Cepat kemasi barang yang akan kamu bawak."
Leya menatap pria itu frustasi, pria ini sangat tidak bisa di tebak dia suka mengatur dan terus mengatur. Leya tidak di biarkan memberikan pendapat.
Dengan kesal, Leya masuk ke apartemen mengambil barang yang sudah dia siapkan tadi. Damian membantu nya masuk ke dalam mobil. Sekarang sudah cukup larut malam mungkin Leya akan tidur selama perjalanan.
"Halo." ucap Damian pada handphone nya.
"Halo tuan, keberangkatan tuan tidak ada yang mengetahui nya. Jadi rencana telah sesuai." ucap Remon
"Bagus, silahkan lakukan langkah berikut nya." ucap Damian langsung mematikan telpon sepihak.
Mendengar itu Leya terbangun, dia melihat jam sekarang pukul 02:27. Dia kasian melihat Damian terus menyetir dan tidak tidur.
"Kamu ngantuk ya? kita berhenti aja dulu, kamu tidur." ucap Leya pelan.
"Tidak mungkin berhenti di tempat sepi seperti ini." sahut Damian.
Leya hanya mengangguk kepalanya paham, dia teringat membawa beberapa bungkus kopi instan dan air hangat di dalam termos air.
Gadis itu perlahan membuat kopi, dia memberikan nya pada Damian membuat pria itu bingung.
"Biar gak ngantuk."
"Kok bisa ada air hangat?"
"Tadi udah Leya siapin."
"Oh, makasih." ucap Damian lalu mengambil kopi itu. Dia menyeduhnya dengan nikmat, ternyata Leya pandai membuat kopi.
Leya merasa jalan ini berbeda dengan arah desa nya, atau hanya karna gelap dia tidak mengenali nya?
"Ini gak salah jalan kan?" tanya Leya pelan.
"Memang salah." ucap Damian santai
"DAMIAN!"
"Diam!"
"Emm, kenapa kita ke sini."
"Sengaja, saya akan menutupi data data mu. Untuk beberapa saat kamu hanya akan menjadi Leya dari keluarga Dinata."
"Kenapa gitu? Leya gamau!" tekan Leya.
"Ini demi keluarga mu dan kamu Leya!"
Leya menatap Damian tak percaya, apa yang akan pria itu lakukan benar benar membuat nya pusing. Dia tidak mengerti jalan pikiran pria itu.
Setelah beberapa saat berdiaman, Damian membuka suara dan menjelaskan tentang masalah yang sedang dia hadapi, berharap Leya akan mendengar kan nya.
"Memang siapa Erick itu?" tanya Leya
"Dalam dunia bisnis memang selalu ada saingan, dan saingan itu gak seperti yang kamu pikirkan Leya. Saya hanya tidak ingin kehilangan beberapa orang penting dalam hidup saya."
"Kamu pernah kehilangan seseorang yang penting ya?" tanya Leya pelan.
"Pernah, dia adalah orang terpenting. Dia baik, cantik, lucu."
Entah mengapa rasanya Leya tak suka Damian memuji orang lain. Leya tau, pasti itu adalah Anara.
"Lalu kemana dia?"
"Meninggal." ucap Damian pelan, terlihat raut sedih dari wajah nya, Leya tak enak membahas itu pada Damian.
"Maap ya, Leya gak bermaksud."
"Santai aja."
Leya melihat jam sekarang pukul 4 subuh. Dia benar benar tidak bisa tidur lagi setelah terbang tadi.
"Kita di mana?" tanya Leya.
"Turun, kita makan. Setelah ini kita menuju ke bandara."
"Heh, mau kemana?!" panik Leya.
"Ke tempat yang aman."
"Tapi kamu gak jual Leya kan??" tanya Leya panik.
"Kamu kira dirimu ini Laku?"
"Heh, walaupun gini pun tetep laku."
"Jadi kalau saya yang beli aja gimana?" goda Damian
"Apaansi." ucap Leya memalingkan wajahnya malu, kini wajahnya sudah merah seperti udang rebus.
Leya membuntuti Damian masuk ke dalam sebuah restoran. Di sini sepi, aneh sekali restoran sebesar ini hanya ada dia dan Damian.
"Kenapa sepi? Mungkin makanan di sini ga enak?"
"Ini restoran saya, saya sengaja tidak membuka nya hanya untuk kita berdua."
"Loh kenapa?"
"Gagal perjalanan sejauh ini kalau orang tau saya berada di sini." jelas Damian
"Ohhh iya juga." Leya memijat dahi nya bingung, entah dia yang terlalu bodoh atau Damian yang terlebih pintar.
Leya hanya mengikuti Damian, dan makan bersama. Setelah itu Damian meminta suruhan nya untuk membawa mobilnya ke kantor. Damian dan Leya di antar ke bandara oleh Michelle
"Tuan, rute perjalanan anda kali ini ke New York."
"Saya tau,"
"Em maksud saya bagaimana kamu bisa membawa gadis itu bersama mu ke New York."
"Kamu tidak perlu takut, saya sudah menyiapkan nya. Jangan ikut campur urusan saya, kerjakan saya kerjaan yang saya suruh!" tekan Damian
"Maap ya." ucap Leya merasa tak enak
"Maaf Nona, saya tidak bermaksud menyinggung anda." jelas Michelle
"Leya juga minta maap, karna Leya kalian bertengkar."
"Gak usah di pedulikan, untuk apa dirimu meminta maap padanya," Kesal Damian.
Kini tidak ada yang berbicara, keadaan kembali sunyi. Tak lama mereka sampai ke bandara Damian dan Leya langsung di arahkan ke arah ruangan tertentu.
Tidak butuh waktu lama pesawat yang mereka naikin langsung bergerak, mungkin perjalanan kali ini akan memakan waktu cukup lama.
"Damian, benar ya kita akan ke New York?" tanya Leya pelan.
"Tentu saja."
"Kenapa kamu bawa Leya ke sini?"
"Tempat yang aman."
"Tapi le-"
"Tutup mulutmu Leya, saya lelah saya akan tidur beberapa saat." ucap Damian langsung menutup matanya.
Leya hanya menatap pria itu, dia merasa hidup Leya sekarang di atur oleh pria di samping nya ini. Bagaimana cara nya agar Leya bisa lepas dari pria ini, namun sial nya Leya sudah terikat karena musuh Damian banyak mengenalinya.
Leya tidak ingin memikirkan dirinya sendiri, jika dia tidak mendengar kan Damian keluarga nya di desa akan dalam bahaya.
Leya rindu pada kampung halamannya, dia juga rindu pada ibu dan nenek. Sudah lama dia tidak menghubungi ibunya mungkin banyak rasa khawatir ibu nya untuk dirinya.
Leya mulai tersedia menangis kecil, dia seberusaha kuat agar tangisannya tidak terdengar, dia melihat arah luar pesawat.
Tiba tiba saja tangan kekar Damian merangkul di bahu nya."Jangan menangis, tidur la." ucap Damian menyender kan kepala Leya pada bahu nya
Entah mengapa Leya merasa sangat nyaman berada di dekat Damian. Pria ini tipe orang yang cuek namun peduli ya menurut Leya begitu
"Damian, Leya kangen ibu,"
"Hapus air mata mu, jika sudah selesai saya akan menemukan mu dengan ibu mu."
Leya menatap pria itu lekat."Janji ya."
Damian tersenyum lalu menghapus air mata Leya menggunakan ibu jarinya."Ya saya janji, Leya."
Setelah itu mereka berdua tertidur, namun Damian terus terbangun karna Leya yang sedikit lasak. Kini mereka sudah sampai, dengan hati hati Damian membangun kan Leya.
"Leya, kamu bangun sendiri atau saya tinggal?"
"Aaaih ngantuk."
"Leya!"
"Fine, bangun sendiri." ketus Leya mengucek mata nya lalu mengikuti Damian berjalan.