David adalah seorang anak panti asuhan. Ia jatuh hati dengan Kasih yang merupakan putri dari keluarga pemilik rumah panti asuhan tempatnya dibesarkan.
Keluarga Kasih melarang keras hubungan asmara Kasih dengan David.
Setelah melewati manisnya kemesraan dan pahitnya perjuangan. David dan Kasih menjadi pemenang. Selamanya cinta sejati mereka tidak pernah terpisahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seseorang dari Masa Lalu
Pada suatu pagi.
Ibu mendatangi Kasih yang sedang melukis di teras atas. Ibu ke sana juga ingin melukis. Kasih dan ibu punya kegemaran yang sama.
Di kesempatan inilah ibu selalu mengajak Kasih untuk berbicara. Meski terlihat sudah berhasil merelakan kepergian sang suami tapi putrinya itu masih sangat merindukan David.
Jika sedang sendirian mata Kasih selalu berkaca-kaca.
“Biasakan sarapan dulu sebelum beraktivitas”, kata ibu.
“Aku sudah sarapan”, jawab Kasih yang sedang melukis.
“Segelas kopi yang tidak habis belum cukup dibilang sarapan untukmu”, kata ibu.
“Ibu sedang melukis apa?”, tanya Kasih.
“Ibu sedang melukis danau di depan kita”, kata ibu.
“Dari kemarin ibu belum selesai-selesai”, kata Kasih.
Ibu lebih sering memperhatikan putrinya yang sedang melukis ketimbang focus pada lukisannya sendiri.
“Itu karena ibu memiliki kenangan dengan tempat ini jauh lebih banyak dari pada kamu”,
“Kamu sendiri sekarang sedang melukis apa?”, tanya ibu kepada Kasih.
“Aku tidak tahu”,
“Sepertinya aku hanya melukiskan perasaanku saat ini”, jawab Kasih.
Ibu mengerti benar apa yang sedang dialami oleh anak perempuannya itu. Karena ibu juga sudah kehilangan suaminya yaitu ayah dari Kasih dan Frans satu tahun yang lalu. Hanya berselang beberapa bulan setelah Kasih memutuskan untuk meniggalkan rumah dan menikah dengan David.
Terkadang di saat melukis atau membaca buku tiba-tiba Kasih menangis. Kemudian ia menghampiri ibunya yang duduk tidak jauh darinya untuk sebuah pelukan.
Kasih benar-benar masih mencintai David. Meski ia telah rela melepaskan kepulangannya.
*
“Ibu dan Kasih di sini rupanya”, sapa Frans di pagi itu yang naik ke atas.
“Frans, kapan kamu mau bawa teman wanita saat mengunjungi ibu dan adikmu”, kata ibu.
“Kami butuh teman lagi”, tambah ibu.
“Hari ini aku membawa teman”,
“Tapi dia laki-laki”, kata Frans.
“Siapa dia?”, tanya ibu.
“Kalian berdua pasti mengenalnya”,
“Tunggu sebentar aku akan memanggilnya”, ujar Frans.
Ibu dan Kasih selalu dibuat heran melihat tingkah Frans. Anak pertama itu sudah berusia matang. Dia juga sudah punya karir di perusahaan milik keluarganya sendiri.
Seharusnya ia sudah menikah dan punya anak. Tapi lihat lah Frans. Ia berlagak seperti seorang petualang.
“Erik”,
“Naiklah kemari.”,
Frans meminta temannya yang ia ajak berkunjung untuk naik ke atas. Teman dari masa lalu yang sudah kenal baik dengan keluarga ini.
“Hai semuanya”,
“Apa kabar ibu?”,
“Kasih”, sapa Erik.
Erik adalah teman Frans dari kecil. Keluarga mereka berteman baik. Keluarga Erik juga bekerja di perusahaan yang sama dengan keluarga Frans.
Erik terakhir kali bertemu dengan Frans dan keluarganya sebelum berangkat kuliah ke luar negeri. Dan baru beberapa bulan yang lalu Erik kembali untuk menggantikan posisi ayahnya di perusahaan. Sama seperti Frans yang menggantikan posisi mendiang ayahnya.
“Erik lihatlah, kamu sekarang tambah keren”, puji Kasih.
Kasih dari dulu mengidolakan sahabat kakaknya itu.
“Sudah kubilang, sejak kecil adik ku selalu mengidolakan mu”, goda Frans.
Mereka pun melanjutkan perbincangan reuni kecil itu. Erik sangat bersimpati kepada Kasih tentang peristiwa yang telah dialaminya.
Hanya tinggal Kasih dan Erik di teras atas.
“Lalu apa yang sedang kamu rencanakan?”,
“Aku turut berduka. Aku banyak mendengar dari Frans tentang kamu dan David”, kata Erik.
“Sepertinya aku masih akan lama menetap di sini”,
“Aku akan melaluinya hari demi hari, malam demi malam”, jawab Kasih.
“Bagaimana denganmu? Apa kamu sudah berkeluarga?”, tanya Kasih.
“Aku sama seperti kakakmu”,
“Aku juga belum menikah”, jawab Erik.
“Mungkin kalian sama-sama menular”, gurau Kasih.
“Sebaiknya kalian jangan terlalu sering bersama”,
“Ajaklah teman wanita kalian makan malam atau menonton pertunjukkan”, saran Kasih sambil tertawa kecil.
Kasih tidak pernah tahu. Selama ini senyum dan tawa itu yang selalu berada di benak Erik.
Jika benar kata Frans bahwa Kasih mengidolakan Erik dari dulu. Maka faktanya adalah, dari dulu Erik sudah jatuh hati kepada adik sahabatnya itu.
“Kasih, bolehkah aku kapan-kapan datang ke sini sendiri untuk mengunjungimu?”, kata Erik.
“Ya tentu saja Erik”,
“Aku tidak pergi kemana-kemana”, jawab Kasih.