Hyuna Isvara, seorang wanita berusia 29 tahun yang bekerja sebagai seorang koki di salah satu restoran.
4 tahun menjalani biduk rumah tangga bersama dengan Aksa Dharmendra, tidak juga diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Namun, kehidupan rumah tangga mereka tetap bahagia karena Aksa tidak pernah menuntut tentang anak dari Hyuna.
Akan tetapi, kebahagiaan mereka sedikit demi sedikit menghilang sejak Aksa mengenalkan seorang wanita kepada Hyuna tepat di hari annyversary mereka.
Siapakah wanita yang Aksa kenalkan pada Hyuna?
Bagaimanakah rumah tangga mereka selanjutnya?
Yuk, ikuti kisah Hyuna yang penuh dengan perjuangan dan air mata!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35. Baru VS Lama.
Aksa merasa heran dengan apa yang ibunya katakan. Beberapa hari yang lalu dia sudah menyerahkan gajinya pada Laura, dan wanita itu mengatakan jika akan memberika uang bulanan untuk sang ibu.
Akan tetapi, kenapa sekarang ibunya menelepon dan meminta uang bulanan? Apa mungkin, Laura belum memberikan uang itu pada sang ibu?
Aksa beranjak keluar dari ruangan sambil menelepon Laura. Dia harus menanyakan perihal uang itu sebelum ibunya marah.
Laura yang baru saja sampai di rumah langsung membersihkan diri dan tidak menghiraukan panggilan dari Aksa.
"Si*al. Ke mana sih, wanita ini?"
Aksa merasa kesal dan langsung masuk ke dalam mobil. Dia melajukan mobil itu dengan kencang membelah jalanan sore yang tampak lumayan ramai.
Beberapa saat kemudian, Aksa sudah sampai ke tempat tujuan. Dia bergegas keluar dari mobil untuk masuk ke dalam rumah.
"Laura, Laura!" teriak Aksa sambil melangkahkan kakinya menuju kamar.
Laura yang baru keluar dari kamar mandi menatap Aksa dengan heran karena laki-laki itu berteriak seperti sedang berada di dalam hutan.
"Laura,"
"Apa sih teriak-teriak kayak gitu? Memangnya ini hutan!" ucap Laura dengan ketus sambil membuka jubah handuk yang terpakai di tubuhnya.
Aksa membulatkan matanya saat melihat tubuh Laura yang tidak tertutup apapun, sementara wanita itu dengan santainya mengambil pakaian di dalam lemari.
Tidak mau hilang fokus, Aksa mendekati Laura dan kembali memakaikan jubah handuk itu.
"Dengar, Laura. Apa kau belum memberikan uang bulanan pada ibu?"
Tangan yang hendak meraih gaun malam terhenti saat mendengar pertanyaan Aksa, Laura lalu berbalik dan melihat ke arah laki-laki itu.
"Em ... sepertinya ada yang harus kita bicarakan, Aksa."
Laura lalu beranjak ke arah ranjang dan duduk di sana dengan tubuh yang masih polos bak toples, memang apa salahnya seperti itu di hadapan suami sendiri pikirnya.
Aksa terdiam dan hanya menatap wanita itu dengan datar. Napsu birahi yang tadi hinggap dalam dirinya seolah lenyap karena tidak mendapat jawaban sesuai dengan apa yang ditanyakan.
"Jawab saja pertanyaanku, Laura. Kenapa kau tidak memberikan uang itu pada ibu?" tanya Aksa kembali.
Laura menghela napas berat. Sejujurnya dia terkejut saat mengetahui jika Aksa memberikan uang bulanan pada mertuanya, padahal wanita paruh baya itu bisa hidup dari uang pensiunan ayah Aksa yang dulunya seorang pegawai pemerintahan.
"Begini, Aksa. Menurutku seharusnya kau tidak perlu lagi memberikan uang pada ibumu dan fokus pada rumah tangga kita saja."
Aksa langsung menajamkan pandangannya saat mendengar apa yang Laura katakan. "Apa maksudmu? Apa kau melarangku untuk memberi uang pada ibu?"
Laura langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku bukannya melarang. Hanya saja kita butuh banyak biaya, Aksa. Apalagi kita harus mempersiapkan uang yang banyak untuk anak kita kelak, dan bukannya memikirkan hal yang lain."
"Hal lain kau bilang?" Sorot mata Aksa terlihat sangat marah. "Hal lain yang kau bilang itu adalah keluargaku, Laura. Dan aku wajib memberikan nafkah untuk mereka. Lagi pula gajiku cukup untuk semuanya jika kau tidak menghamburkannya untuk foya-foya."
Laura langsung berdiri karena merasa tidak terima dengan apa yang Aksa katakan. "Foya-foya kau bilang? Sadarlah, Aksa. Uang yang kau berikan itu tidak seberapa, dan hanya cukup untuk kebutuhan kita saja. Jadi aku tidak akan memberikan uang pada keluargamu."
Laura lalu menyambar jubah handuknya dan berjalan ke arah pintu. Malas sekali jika harus berdebat dengan Aksa masalah keuangan, yang pasti berujung dengan kekalahan.
"Uang yang kau anggap tidak seberapa itu lebih dari cukup, Laura. Hyuna saja bisa mengendalikan semuanya dan membantuku, bukan seperti kau yang egois."
Laura yang sudah berdiri di ambang pintu kembali berbalik dengan penuh emosi.
"Jangan samakan aku dengan wanita mandul itu, Aksa. Kami tidak selevel."
Laura lalu melanjutkan langkahnya dan beranjak pergi dari tempat itu membuat Aksa benar-benar kesal.
Aksa mengusap wajahnya dengan kasar. Amarah dan kekesalan menguasai dirinya saat ini membuat kepalanya berdenyut sakit, lalu tiba-tiba dia teringat dengan Hyuna. Apalagi dulu mereka tidak pernah bertengkar masalah keuangan seperti ini.
"Dulu Hyuna yang selalu mengirim uang pada Ibu tanpa aku suruh, dia bahkan memberikan uang jajan untuk Ruby dan juga Riska."
Aksa hanya bisa tersenyum getir. Dia lalu beranjak ke kamar mandi untuk mengguyur kepalanya agar menjadi dingin dan tidak kembali emosi.
Sementara itu, di tempat lain terlihat Ruby sedang mengajak Yudha jalan-jalan. Setelah makan siang bersama Hyuna, mereka pergi ke sebuah danau yang ada di tengah kota tersebut sebagai tempat favorit anak-anak muda.
"Wah, tempatnya sudah sebagus ini, ya. Padahal dulu hanya danau biasa yang airnya keruh," seru Yudha sambil berjalan dipinggiran danau bersama dengan Ruby.
"Tentu saja. Waktu itu pemerintah melakukan pembangunan besar-besaran untuk danau ini, sekaligus sebagai tempat untuk wisata keluarga."
Yudha menganggukkan kepalanya saat mendengar penjelasan Ruby membuat wanita itu tersenyum.
"Oh ya, bagaimana kabar paman dan bibi? Sudah lama aku tidak mengunjungi mereka."
Yudha langsung tersenyum getir. Tentu kedua orang tuanya baik-baik saja, tapi perasaan mereka sangat tidak baik karena terus memikirkan sang kakak.
"Alhamdulillah ayah dan ibu baik."
"Syukurlah. Nanti jika liburan aku berniat untuk mengunjungi mereka, apa kau mau-"
"Ayo kita kembali, Kak! Masih ada yang harus aku urus."
Yudha langsung berbalik dan beranjak pergi membuat Ruby menatapnya dengan heran.
"Apa yang terjadi padanya? Apa dia marah karena aku bertanya tentang orang tuanya?" Ruby merasa bingung.
Yudha terus melangkahkan kakinya untuk menaiki taksi. Dia merasa tidak senang dengan apa yang Ruby katakan, apalagi saat mengingat bahwa wanita itu adalah adik dari Aksa.
"Cih. Jangan harap kalian bisa bertemu dengan orang tuaku dan kembali membuat mereka sedih."
Yudha tidak akan membiarkan baik Aksa atau keluarga laki-laki itu kembali mengganggu keluarganya. Sudah cukup kesedihan yang mereka rasakan akibat perbuatan Aksa, dan jangan lagi menyiram garam di atas hati yang masih dipenuhi dengan luka.
"Jika dulu aku diam karena jauh dari Mbak Hyuna, maka sekarang aku tidak akan diam lagi. Aku akan selalu bersamanya dan memastikan jika tidak ada siapapun lagi yang berani mengganggunya."
•
•
•
Tbc.