Welcome Yang Baru Datang☺
Jangan lupa tinggalkan jejak, Like, Vote, Komen dan lainnya Gais🌹
=====================================
Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hak Asuh Anak
Lewis keluar dari kamar dan membanting pintu. Beruntung Diego dan Devon sudah lebih dulu kembali ke kamar sebelum ketahuan.
Wajah Pria tampan itu terlihat begitu marah dan memerah. Tangannya mengepal seperti hendak memukul sesuatu.
Hingga pada akhirnya ia memilih untuk pergi dari sana dan menghubungi George untuk meminta data tentang Irene lebih banyak.
Ia pergi menuju apartemen yang berada di dekat Kantor barunya. Kemungkinan akan Launching bulan depan.
Mereka bertemu di sana. Lewis mengeluarkan beberapa botol alkohol untuk menghilangkan sakit kepala yang ia rasa saat ini.
"Saya menemukan kejanggalan, Tuan!" ucap George.
Ia menyerahkan beberapa data tentang pemeriksaan Irene selama kehamilan.
"Sepertinya mereka memang anak anda!" ucap George menghela napas berat.
Lewis masih membaca dengan seksama semua data pemeriksaan itu. Berarti apa yang ia pikirkan itu sangat benar.
Diego dan Devon adalah anaknya!
"Lakukan pemeriksaan DNA besok!" titah Lewis.
George mengangguk pasti. Kecurigaannya memang sama dengan apa yang dipikirkan Lewis.
"Apa yang akan anda lakukan kepada mereka setelah ini, Tuan?" tanya George.
"Urus ke pengadilan dan tuntut hak asuh anak. Buktikan dengan lampiran tes DNA nanti, kalau ternyata mereka memang anak saya!" ucap Lewis.
George menatapnya dengan tidak percaya. "Anda harus bercerai dulu dengan Nyonya untuk mendapatkan akta itu," jelas George membuat Lewis terdiam.
"Dia tidak mengakui kalau mereka itu anak saya, George!" Pekiknya sambil menggebrak meja.
"Tuan, Nyonya pasti punya alasan untuk itu!" jelas George membuat Lewis menatapnya dengan tajam.
Ia mengingat jika Irene selalu berkata, jika ia telah mengusir Irene dan memintanya untuk tidak bertemu lagi.
Anaknya sudah merasakan hidup yang begitu berat selama ini. Tidak heran jika Irene menganggapnya sudah mati.
Bahkan Irene tidak mendaftarkan nama siapapun dalam akta kelahiran Diego dan Devon. Hanya ada keterangan ibu tunggal di sana.
"Saya harus apa? Dia pasti akan membawa mereka kabur lagi!" ucap Lewis. "Apa kau sudah membereskan laki-laki itu?" sambungnya.
"Sudah, Tuan! Dia sudah kembali ke Sanford tadi siang," ucap George.
Lewis terdiam sembari menatap ke arah jendela. Bagaimana menurutmu?".
George menatapnya sebentar dan menyesap anggur yang ada di tangannya. "Anda sudah menikah, menerima mereka adalah satu keharusan walaupun Anak-anak itu bukan milik anda," jelasnya.
Lewis menatap George dengan tajam. "Tidak ada cinta di antara kami! Dia hanya sebatas teman tidur saja," tukasnya tanpa perasaan.
George termagu mendengar ucapan Lewis. mengingat bagaimana pria tampan itu berusaha untuk mencari keberadaan Irene, mustahil jika perasaan itu tidak ada sedikitpun.
"Bukankah cinta itu bisa datang sendiri karena bersama?" tanya George.
"Kau tau apa?" sindir Lewis. "Mencintainya? Mimpi saja!".
George hanya terdiam. Ia menatap berbeda file yang belum terbaca oleh Lewis.
"Mungkin anda akan terkejut dengan alasan kenapa Nyonya dijual kepada anda waktu itu," ucap George membuat perhatian Lewis teralihkan.
Pria tampan itu mengambil sisa file dan membacanya. Seketika rahang Lewis mengeras dengan wajah yang memerah.
Jadi dia tidak berbohong?. batinnya.
"Kau urus saja! Batalkan semua kerja sama dengan mereka! Saya tidak ingin ada sampah di perusahaan," titah Lewis.
Jantungnya berdetak kencang ketika ia mengetahui jika Irene harus bekerja selama 18 jam untuk menghidupi Clara dan Mayang, berdalih membayar hutang keluarga, ternyata hanya memeras gadis itu agar mereka tidak repot-repot bekerja.
"Bagaimana dengan perusahaan keluarganya sekarang?" tanya Lewis.
"Sudah diakuisisi, Tuan. Saham Tuan Jocelyn sudah jatuh ke tangan Mayang sebanyak 25%," jelasnya.
"Akuisisi besok, dalam minggu ini kita harus mendapatkannya!" titah Lewis.
George terdiam, ini sudah dalam pikirannya. Lewis akan melunak jika itu menyangkut tentang Irene.
"Baik, Tuan! Untuk perusahaan baru, semuanya sudah berjalan dengan baik," ucap George.
Lewis mengangguk. Pikirannya menerawang kepada kejadian lima tahun lalu. Dengan begitu kejam dia mengusir Irene tanpa memberikan sepersen uang pun.
Bahkan gadis itu harus mengumpulkan beberapa rongsokan hanya untuk membeli sebungkus roti.
Glek!
Berulang kali ia berusaha untuk menelan ludah yang terasa mencekat tenggorokannya.
Ia masih membaca beberapa informasi lagi di sana. Irene juga melakukan beberapa pekerjaan kasar agar bisa menabung untuk biaya persalinan.
Hatinya semakin pedih ketika Irene sempat dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan.
"Aku harus apa sekarang, George? Dia pasti tidak akan mengakuinya!" ucap Lewis.
Mengingat bagaimana Irene begitu tegas menyatakan jika Diego dan Devon bukan anaknya, membuat Lewis merasa ragu.
"Lebih baik anda bicarakan ini baik-baik, Tuan! Dari hati ke hati, agar nyonya mau mengakui semuanya," saran George membuat Lewis mengernyit.
"Lagi pula, sebelum tes DNA dilakukan, anda juga tidak bisa memastikan kalau mereka memang putra anda," sambungnya.
Lewis semakin terdiam. Ia meletakkan semua informasi itu dan menatapnya lekat. "Simpan file itu! Cari lagi yang lain, jangan sampai ada yang tertinggal!" titahnya.
George mengangguk paham dan langsung pergi dari sana meninggalkan Lewis yang masih terdiam.
Ia sudah mendapatkan banyak informasi tentang Irene. Ini saja membuatnya begitu terkejut, apalagi jika Lewis sampai mengetahui jika Irene pernah tinggal di halte dan pinggir jalan dalam keadaan hamil untuk beberapa waktu sebelum mendapatkan pekerjaan.
Sementara itu, Lewis kembali mengingat ucapan Irene.
"Ayah mereka sudah mati!" ucap Irene yang terngiang-ngiang
Lewis tanpa pikir panjang, memilih untuk pulang ke rumah utama Maddison. Dengan perasaan yang bercampur aduk, ia akan mengambil beberapa poto masa kecilnya untuk meyakinkan diri.
Ketika ia memarkirkan mobil, terlihat ada Clara di sana dan seorang wanita.
"Lewis, kamu sudah pulang, Nak?" tanya Marisa tersenyum senang.
Lewis tidak menghiraukannya dan menatap Mayang dengan lekat.
Kau akan mati dalam waktu dekat!. Batinnya.
"Aku hanya sebentar!" ucap Lewis dan langsung berlalu dari sana.
Clara mengikuti langkah kaki Lewis dan ikut masuk ke dalam kamar pria tampan itu.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Lewis dengan marah dan langsung mengusir Clara.
Namun gadis itu malah berteriak seolah tengah di per*kosa dan membuat semua orang menatap ke arah pintu kamar Lewis.
Pria tampan itu menatapnya dengan datar. "Pergi atau saya tendang?" tukasnya.
"Lewis, kenapa kamu tidak pernah menatapku sebentar saja?" tanya Clara sambil menangis.
"Heh! Ja*lang seperti kau ini, apa pantas menjadi nyonya Maddison? Mimpi!" ketusnya.
Ia kembali mengingat bagaimana dulu Clara memperlakukan Irene sebagai pembantu.
"Apa maksudmu?" tanya Clara terkejut.
"Jangan berlagak bodoh! Menemukan Irene di luar kota saja bisa saya cari, apalagi hanya hal-hal busuk yang kau lakukan dengan para produser!" ucap Lewis tersenyum sinis.
Ia langsung menarik dan menghempaskan Clara ke lantai lalu menutup pintu dengan keras.
Mayang yang melihat anaknya berantakan, memanfaatkan situasi ini dengan baik.
"Nyonya! Ternyata putra anda tidak bermoral! Teganya dia menghempaskan putri saya setelah melecehkannya!" pekik Mayang.
"Jeng, Lewis tidak mungkin melakukan itu! Pasti ada kesalah pahaman antara mereka!" seru Marisa bingung.
"Mom! Lewis mendorongku, dia..., dia..., Mom! Aku ternoda!" ucap Clara menangis.
Lewis keluar dan menatap mereka dengan tajam. "Jangan membuat drama apapun! Kau mau saya perlihatkan CCTV?" ucapnya dengan datar.
Mereka terdiam. "Saya tidak terima dengan apa yang terjadi hari ini! Lihat saja, saya akan mem viralkan masalah ini!" ancam Mayang.
Lewis seolah tidak peduli dan melangkah pergi membawa sebuah album masa kecilnya.
"Viralkan saja kalau pekerjaan kau seorang mucikari akan tersebar malam ini" tukas Lewis membuat semua org melotot kaget.
Tuan Muda itu tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Marisa menatap mereka dengan lekat. Jika dilihat penampilan Mayang yang terkesan terlalu memaksa, membuatnya mulai percaya dengan perkataan Lewis.
"Benarkah?" tanya Marisa membuat Clara dan Mayang menjadi panik.
"Tidak mungkin, Nyonya! Jika benar, semuanya sangat mudah untuk dilacak oleh orang lain, mengingat Clara adalah Model top yang sedang naik daun sekarang," bantah Mayang gelagapan.
Marisa tidak percaya. "Maaf untuk hari ini, lebih baik kalian pulang terlebih dahulu!" titahnya sambil meminta pelayan untuk mengantarkan mereka.
Mayang dan Clara langsung menyadari perubahan wajah Marisa yang tidak bersahabat.
"Ini semua salah Ja*lang itu! Kita harus menemukannya dan mengirimnya ke perdagangan manusia!" pekik Clara begitu emosi.
di tunggu bab selanjutnya ya🥲🥲