Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Film
"Good morning, Mau Mau! Sahabat tercinta gue seantero jagat raya! Apa kabar!" Kayla berseru begitu membuka pintu toko roti milik Maura yang belum beroperasi. Dia lantas menghampiri sahabatnya yang sedang mengaduk adonan di dapur dan memeluknya dari belakang. "Mata lo kenapa kayak mata panda gitu, sih? Semalam lo nggak tidur? Kenapa sayangku? Sini cerita."
Maura mengerutkan dahi, bingung dengan kelakuan sahabatnya. Tidak. Maura tahu betul perangai sahabatnya itu, hanya saja dia tidak mengerti mengapa Kayla begitu bahagia padahal akhir-akhir ini dia mengalami begitu banyak hal yang tidak menyenangkan. "Kenapa? Masalah lo udah selesai?"
Kayla meringis, lalu menjawab singkat. "Belum."
"Terus kenapa lo bahagia banget?"
"Emangnya nggak boleh bahagia apa kalau lagi punya banyak masalah?" Kayla semakin memeluk erat sahabatnya.
"Bukan begitu." Maura menaruh adonannya, melepas sarung tangan plastik lalu melepas pelukan Kayla. Dia balik badan lalu menatap sahabatnya. "Ada kabar baik apa?"
Kayla tertawa. "Ketahuan, ya?"
"Iya, ketahuan. Apa sih yang nggak bisa gue tebak dari ekspresi lo yang ketara banget itu? Lo pura-pura bahagia padahal lagi sedih juga gue tahu."
Kayla mencubit pipi Maura sambil menggoyang-menggoyangkan dengan gemas. "Ih lucunya."
"Kayla!" Maura berseru. Teriakan itu artinya menyuruh Kayla untuk berhenti menggodanya. Bukan hanya Maura yang mengerti semua perangai Kayla, tapi Kayla juga sangat memahami perangai sahabatnya. Mereka saling mengerti satu sama lain tentang bahasa yang tidak perlu diucapkan.
"Ok! Ok!" Kata Kayla lalu melepaskan tangannya dari pipi Maura. "Kabar baik yang gue alami adalah gue udah dapat endors lagi dengan harga normal. Gue nggak perlu lagi ngasih potongan harga supaya gue bisa diendors."
Maura langsung memeluk sahabatnya. "Selamat, ya. Gue tahu kalau semua akan kembali normal. Gue beneran seneng dengarnya."
Mereka tertawa.
Pintu toko roti kembali terbuka, kali ini Noah yang muncul dengan seragam sekolahnya. "Oh, Aunty ada di sini?"
"Halo Noah! Udah mau berangkat sekolah, ya."
"Iya, Aunty." Bocah itu mendekati mereka berdua, lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Noah berangkat ke sekolah dulu, ya."
"Hati-hati, ya, sayang." Kata Maura, kemudian Kayla mengucapkan kalimat yang sama.
Noah beranjak dari hadapan mereka.
"Noah, tunggu dulu." Kayla menghentikan langkah kaki Noah, lalu melangkah mendekati bocah itu. Dia merogoh tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. "Beli makan yang enak, ya. Jangan lupa dapat nilai yang bagus."
"Makasih, Aunty. Hari ini Noah mau traktir teman-teman Noah."
Kayla menganggukan kepala. Noah lantas pamit berangkat, sudah ada bus sekolah di depan toko roti yang sedang menunggunya.
"Jangan sering-sering ngasih uang saku ke Noah, sih, Kay. Nanti dia kebiasaan pegang duit dan jadi boros." Maura protes. Bukannya dia tidak senang karena sahabatnya terlalu baik kepada Noah, hanya saja dia tidak suka apabila Kayla terlalu memanjakannya.
"Itu tugas lo jadi emaknya. Mau pegang duit apa enggak, kalau boros, ya, boros. Kalau hemat, ya, hemat."
"Kay!"
"Iya, Maura cantik. Lagian kenapa, sih, lo terlalu strict sama anak lo. Dia itu masih terlalu kecil."
Maura kembali memakai sarung tangannya dan melanjutkan pekerjaannya. "Justru karena itu, dia harus dilatih sejak dini. Biar nanti kalau gede hidupnya bener. Nggak kayak Mamanya."
Tatapan Kayla berubah prihatin.
"Lo nanti juga ngerasain kalau udah punya anak. Ternyata nggak semudah itu untuk merawatnya. Bukan hanya masalah materi, tapi juga masalah moral. Gue cuma nggak mau melakukan kesalahan lagi."
Kayla mendekati sahabatnya lalu kembali memeluknya dari belakang. "Semua orang punya kesalahan, Maura. Masa lalu, sekarang, atau masa depan kita akan tetap punya kesalahan, karena itu sudah jadi kodrat manusia. Iya, gue tahu kalau kita harus hati-hati dalam memilih semua keputusan yang akan kita ambil, tapi kita juga nggak bisa mengontrol apa yang ada di luar kendali kita. Sudah cukup untuk menyalahkan diri lo sendiri, Maura. Lo adalah orang paling kuat yang pernah gue kenal, lo adalah Ibu paling hebat yang Noah punya."
Maura melepas lagi sarung tangannya dan berbalik ke arah Kayla. Air mata yang sedari tadi memenuhi pelupuk perempuan itu akhirnya tumpah di pelukan sahabatnya.
"Lo adalah perempuan dan Ibu paling hebat yang gue kenal. Lo keren, lo hebat, lo sangat luar biasa. Nggak semua orang bisa sekuat lo, Maura."
Tangis Maura semakin kencang, seolah semua beban dipundaknya beruluruhan seiring dengan air mata yang dia tumpahkan. Perempuan itu melepas pelukannya. "Jahat banget, sih, lo. Pagi-pagi ke sini cuma mau bikin gue nangis aja."
Kayla tertawa. "Kan ada kabar baiknya juga."
Maura ikut tertawa. "Sorry, ya, gue masih cengeng aja."
"Iya cengeng. Tapi dibalik kecengengan lo, lo adalah orang yang hebat. Lo cuma ngeluarin apa yang ada di hati lo." Kata Kayla. Sedikit menjengkelkan tapi juga sedikit menghibur. Mereka kemudian tertawa bersama.
Di hari itu, Kayla menikmati waktunya di toko roti Maura. Dia membantu melayani pembeli yang datang, membantu bersih-bersih, juga segala sesuatu yang dibutuhkan sahabatnya. Bukan hanya hari ini, tapi di setiap kesempatan, Kayla selalu membantu sahabatnya, begitu juga sebaliknya. Mereka adalah saudara tak sedarah yang berbagi luka dan tawa.
"Terima kasih sudah berkunjung." Kayla berkata pada seorang pembeli yang baru saja menyelesaikan transaksi dan hendak keluar dari toko.
Meski dia seorang publik figur dan namanya sempat trending di berbagai platform media sosial, tapi saat di toko roti itu, Kayla hanyalah seorang sahabat yang membantu menjual roti. Bahkan pengunjung pun tahu itu. Makanya tak heran kalau Kayla menerima banyak dukungan moral saat dia membantu di sana. Yah, meski juga ada satu-dua yang menatapnya sinis, berbisik-bisik, bahkan ada yang tidak mau membeli jika dia yang melayaninya. Tapi, itu bukan apa-apa. Kayla sudah mulai menerimanya dengan lapang dada.
"Semangat, ya, Kayla! Kita tahu kok kamu nggak berniat natap Thaniel Hanggono begitu." Seorang ibu-ibu berkata padanya saat dia hendak bertransaksi di kasir. Anak di sebelahnya juga tersenyum seolah memberi isyarat yang sama.
Ya, tidak berniat. Meski Kayla tidak menyukai Thaniel dan anggap saja itu bukan salah angle kamera, kata "tidak berniat" itu cocok untuk disematkan karena Kayla memang tidak berniat menatap Thaniel seperti itu. Saat berada di depan kamera atau semua yang mengatasnamakan pekerjaan, dia mengesampingkan masalah pribadinya. Kayla adalah orang yang sangat profesional.
Kayla tersenyum pada orang di hadapannya lalu mengucapkan terima kasih. Tidak berapa lama setelah dua orang dihadapannya itu menyelesaikan transaksinya dan keluar dari toko roti, satu buah panggilan masuk ke ponsel pribadi Kayla, dari nomor tidak dikenal. Perempuan itu pun menggeser tombol hijau.
"Halo!" Kayla menjawab setelah menaruh ponselnya di kuping. "Iya, saya sendiri."
Kayla menyimak apa yang disampaikan orang di seberang telepon. Beberapa saat kemudian telepon terputus. Kayla diam, terpaku, hampir tidak mempercayai dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Kay, lo kenapa?" Maura bertanya setelah melihat sahabatnya mematung di tempat. Dia semakin khawatir saat melihat perempuan itu meneteskan air mata. "Kay."
"Maura." Kayla berkata dengan suara rendah.
"Iya."
"Gue dapat tawaran film jadi pemeran utama."
Maura menelan ludah. Seketika dia langsung memeluk sahabatnya. "Congrats, ya, Kay. Gue seneng banget dengarnya. Gue ikut terharu."
Kayla memeluk Maura erat, lantas dia menangis. Sementara Maura justru tertawa lebar.