Spin off DELMAR
Gadis baik-baik, bertemu dengan badboy sekolah. Sepuluh kali putus, sepuluh kali juga balikan. Seperti itulah hubungan cinta antara Naomi dan Aiden. Perbedaan diantara mereka sangar besar, akankah cinta mampu mempersatukan mereka?
"Naomi hanya milik Aiden. Tidak ada yang boleh miliki Naomi selain Aiden. Janji," Aiden mengangkat kelingkingnya.
"Janji." Tanpa fikir panjang, Naomi menautkan kelingkingnya pada kelingking Aiden.
Janji gila itu, membuat Naomi selalu gagal move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENEMANI BELAJAR
Naomi menghentikan langkah saat dia dan Aiden hampir sampai di unit apartemen cowok itu. Hari ini Aiden mengajaknya ke apartemen sepulang sekolah, dengan alasannya ingin ditemani belajar. Awalnya Naomi menolak, tapi setelah dibujuk berkali-kali, dan bilang kalau hanya bisa semangat belajar kalau ditemani, akhirnya dia mengiyakan. Minggu depan Aiden menghadapi ujian akhir.
"Kenapa berhenti, ayo," ajak Aiden.
"Gak, gak jadi deh," Naomi yang ragu, langsung balik badan. Sebagai seorang cewek, jelas dia takut saat akan masuk ke apartemen cowok, apalagi Aiden tinggal sendiri disana. Namun saat hendak melangkah, lengannya di tahan oleh Aiden.
"Apaan sih, Yang, udah sampai sini masa gak jadi?" Aiden berdecak pelan. Dia bergeser ke depan Naomi, memegang kedua bahu cewek itu sambil menatap matanya. "Kenapa?"
"Kamu.... kamu gak akan ngapa-ngapain aku kan, di dalam nanti?" Naomi tak bisa menyembunyikan ketakutannya.
Aiden terkekeh pelan. "Palingan aku cipok doang."
Mata Naomi langsung membulat sempurna mendengar itu.
"Bercanda, serius banget mukanya," Aiden menarik kedua pipi Naomi. "Gak akan aku apa-apain, suer," dia membentuk jarinya menjadi huruf V.
Naomi belum juga merasa yakin meski cowok itu sudah bersumpah. Sekelebat bayangan mama dan papanya terlintas di kepala. Juga tentang nasihat mamanya yang sering sekali diucapkan.
Baik-baik jaga diri. Jangan mudah percaya sama orang, apalagi cowok.
"Gak percaya banget sih, kamu sama aku, Yang? Aku gak bakal apa-apain kamu. Aku udah pernah janji, kalau bakal selalu jagain kamu. Gak mungkinkan, aku ngerusak orang yang aku jaga. Please, percaya sama aku."
Naomi akhirnya luluh, mengangguk lalu kembali melanjutkan langkah menuju apartemen Aiden. Sesampainya di depan pintu, Aiden memberitahu kode masuknya pada Naomi.
"Yang tahu kodenya, cuma aku sama kamu. Bahkan papa aja, gak tahu."
Setelah pintu terbuka, keduanya lalu masuk.
Jantung Naomi berdebar dengan kencang, apalagi saat pintu kembali ditutup. Saat ini, detik ini, dia hanya berdua dengan Aiden di sana. Sebagai anak yang sudah ditanamkan nilai agama sejak kecil, dia jelas tahu jika berduaan dengan lawan jenis, itu tidak diperbolehkan, karena orang ketiganya adalah setan.
"Santai aja lagi. Tegang banget, kayak mau diajak malam pertama aja."
Deg
Jantung Naomi seperti berhenti berdetak mendengar ucapan Aiden. Cowok itu gak sedang mikir kesanakan?
"Ya elah, Yang, bercanda," Aiden terkekeh pelan. Dia meletakkan tas di atas meja lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. "Sini, Yang, duduk," pintanya sambil menepuk paha.
"Ai... " desis Naomi yang kesal karena dari tadi, Aiden becandanya agak kelewatan. "Aku pulang kalau kamu gitu terus."
"Iya, iya, maaf. Mau makan apa, aku pesenin." Aiden mengambil ponsel di dalam tas, membuka aplikasi delivery order makanan.
"Kamu gak pernah masak?" Naomi mulai melangkah, melihat-lihat seperti apa apartemen Aiden.
"Enggak. Gak bisa. Kamu bisa masak, Yang?"
Naomi mengangguk, tapi matanya tidak menatap Aiden, masih fokus melihat-lihat isi apartemen.
"Ya udah, besok kita belanja, terus kamu masak buat aku. Hari ini kita delivery dulu."
Naomi lagi-lagi hanya menjawab dengan anggukan.
Setelah memesan makanan, Aiden berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air mineral yang ada di dalam kulkas. Samalam, dia sudah menyingkirkan minuman beralkohol yang biasanya ada disana, dia ganti semua dengan air mineral, susu UHT, dan jus. Jangan sampai Naomi tahu kalau dia masih sering mabuk. Dia sudah berjanji akan mulai mengurangi mabuk.
"Mau susu gak?" tawarnya saat melihat Naomi ikut masuk ke pantry.
"Boleh." Naomi melihat-lihat peralatan masak disana, ternyata lumayan lengkap meski Aiden tak pernah masak. Sepertinya besok kalau mau masak disini, dia tak akan kesulitan.
"Buah?" tawar Aiden lagi. Semalam dia sempatkan diri membeli buah di supermarket agar kulkasnya tak terlalu tampak kosong.
"Biar aku aja."
Aiden bergeser, memberi ruang pada Naomi untuk melihat isi kulkasnya. Isi yang sudah dia rombak 100 persen semalam.
Naomi mengambil beberapa buah, membawanya ke meja pantry, lalu meletakkan ke dalam baskom untuk dicuci kemudian dipotong.
Aiden menyodorkan susu UHT yang sudah ditusuk sedotan ke depan Naomi.
"Thank you," ucap Naomi setelah menyedot hampir setengah. Dan sisanya, dihabiskan Aiden lalu melempar kotak bungkusnya ke dalam tempat sampah.
"Dulunya, aku gak doyan susu, kayak bayi. Eh pas pacaran sama kamu, malah ikutan suka." Aiden menyandarkan pinggang di meja pantry, menatap Naomi yang sedang sibuk memotong buah. "Vibesnya, udah kayak lagi ngeliatin istri lagi masak."
Naomi tergelak, mengambil sepotong apel lalu memasukkan ke mulut Aiden. "Dasar si mulut manis."
Aiden terkekeh sambil mengunyah apel di mulutnya.
Suara bel, membuat Aiden beranjak dari dapur. Dia yakin, itu pasti pesanan makanannya. Ternyataa dugaannya benar. Setelah memberi tips pada kurir karena sedang happy, dia kembali ke pantry dengaan sekantong keresek berisi makanan.
"Kita makan sepiring berdua aja, suapin aku," pinta Aiden.
"Tapi, kamu sambil belajar." Naomi mengambil makanan di tangan Aiden untuk dipindahkan ke piring.
"Siap, Bos."
Sementara Naomi menyiapkan makanan, Aiden masuk ke kamar untuk menyiapkan buku-buku yang akan dia gunakan belajar. Entah kapan terakhir kali dia belajar, sudah lupa karena terlalu lama. Baginya, sekolah hanya formalitas, hanya untuk dapat ijazah. Papanya tidak pernah menuntut dia berprestasi di sekolah, asal naik kelas saja.
Sejak Aiden SMA, papanya sudah mulai mengajarkan dia berbisnis, karena nanti, anak semata wayangnya itulah yang akan menuruni bisnisnya. Tapi sebenarnya, Aiden punya hobi lain, yaitu menggambar. Cowok itu sangat pandai menggambar, terutama menggambar design perhiasan. Pernah sekali, dia ikut lomba dan design perhiasan, dan keluar sebagai juara pertama. Tapi papanya tidak pernah tahu soal itu.
Mereka belajar bersama sambil makan. Setelah makanan habis, Naomi ikut membantu Aiden belajar. Tadi, cowok itu sudah mempelajari materi, dan sekarang, giliran Naomi membacakan soal yang harus dijawab cepat oleh Aiden.
"Ish, payah banget sih," Aiden memukul kepalanya sendiri saat dia beberapa kali gagal menjawab soal dari Naomi. Tapi mau gimana lagi, dia hanya mempelajari sesaat, dan harus menguasai pelajaran satu tahun, mana bisa.
"Sabar, diulang-ulang baca, nanti juga bisa," Naomi memberi semangat.
"Malu-maluin banget gak sih?"
"Enggak kok. Kamu udah mau belajar, aku sudah seneng. Yang penting ada usaha, untuk hasil, serahkan saja pada yang Di atas." Naomi teringat kakaknya yang saat ini ada di pesantren. Nayla, kakaknya itu juga akan ujian akhir minggu depan, sama seperti Aiden. Biasanya, mamanya akan puasa setiap anak-anaknya ujian, juga sholat malam, tak pernah absen. "Ai, apa kamu tak pernah dengar kabar tentang mama kamu?" tiba-tiba saja, Naomi ingin menanyakan soal itu. Aiden memang sudah cerita semua tentang keluarganya.
Aiden menggeleng. wajahnya tiba-tiba berubah sendu. Cowok itu membuka tas, mengambil dompet dari dalam sana. Disalah satu bagian dompet, dia menyelipkan foto mamanya. Dan untuk pertama kalinya, dia menunjukkan foto itu pada Naomi. "Cantik bangetkan?"
Naomi yang masih memperhatikan foto itu, mengangguk. Itu adalah foto lama, foto saat mamanya masih sangat muda. Cantik sekali, tapi tak terlalu mirip dengan Aiden. Mungkin Aiden lebih mirip papanya.
jadi nom nom
bagus aku suka, ditunggu karya barunya tor👍