Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Baiklah, dia tidak akan mengganggu Deril lagi setelah kejadian hari ini.
Shima memasukkan semua yang diberikan Deril ke dalam tasnya. Dia bukan materialis tapi kebutuhan yang mendesaknya harus begitu.
Tiba-tiba Shima mengingat bunga teratai yang mekar di kolam halaman perusahaan.
“Deril ...! Kamu lihat, ada bunga teratai di kolam itu? Aku ingin sup bunga teratai buatanmu lagi!”
“Jangan bercanda! Pulang dan istirahat! Kamu gak perlu menunggu pengacaramu, aku akan langsung tanda tangan kalau dia datang nanti!” jawab Deril.
Shima diam, tapi tatapannya masih tertuju pada bunga teratai di kolam. Dia berada di lantai paling atas hingga, bisa melihat pemandangan di bawah, dari jendela ruangan Deril, dengan sangat jelas.
Mungkin dia tidak akan pernah makan sup buatan Deril sampai dirinya mati.
Deril melihat wajah Shima yang murung dan pucat, bulu matanya bergerak dengan cepat. Wanita itu menahan air mata supaya tidak berjatuhan di pipi. Bibirnya yang kering terlihat seperti Shima yang kurang gizi. Pipinya semakin cekung dan kelopak matanya terlihat menjorok ke dalam.
Sepertinya Shima tidak hidup dengan baik selama tidak bersamanya lagi.
Tapi, semua itu salah Shima sendiri.
“Aku akan buatkan nanti!” kata Deril pelan.
“Baiklah!” Shima merasa senang. Deril masih mau memasak untuk yang terakhir kali. Dia berkata dalam hati bahwa, setelah hari ini, mereka tidak akan bertemu dan dia tidak bakal merepotkan Deril lagi. Dia tidak akan lama hidup di dunia ini.
Setelah itu Shima pulang diantar oleh Candra yang dengan senang hati, menyetir mobil untuk Nyonya mudanya.
Candra banyak bercerita tentang Deril dan keluarganya setelah kepergian Shima. Neneknya meninggal dunia dan kedua orang tua Deril terus berada di luar negeri. Mereka mengurus bisnis restoran kakak Deril yang telah tiada.
Shima menyimak kabar itu dengan sedih, tapi dia berjanji akan pergi mengunjungi makam nenek suatu saat nanti. Wanita itu selama hidup, selalu baik dan sayang pada Shima, melebihi kasih sayang seorang ibu pada anaknya.
“Oh ya, Pak Candra, kenapa selama aku serumah dengan Pak Deril, gak pernah lihat suami Karina, Ganiarta?” tanya Shima penasaran.
“Oh, kalau soal itu Tuan Gani memang rendah hati orangnya, gak mau dikenal banyak orang!”
Setelah bicara begitu, Candra menceritakan sedikit kehidupan Ganiarta yang sejak Sekolah Tingkat Atas, tidak tinggal di rumah besar keluarganya. Dia memilih hidup di luar negeri, setelah lulus sekolah memasak dan mendirikan usaha.
“Tuan Gani menolak meneruskan bisnis keluarga Tuan Pratama dan memilih berdikari dengan kemampuannya sendiri. Soalnya, Tuan Gani lebih senang memasak dari pada menjadi direktur dan bekerja di belakang meja!” kata Candra dengan penuh semangat.
“Tuan Gani itu gak sepintar Tuan Deril, dia malas memikirkan perkembangan perusahaan dengan masalahnya yang bejibun, Nyonya!”
Dahulu, Ganiarta selalu menolak bantuan ayah dan ibunya. Padahal, keluarga Deril sangat mendukung bisnis Gani dengan restorannya sendiri.
Begitulah akhirnya dia mengembangkan usaha dari hobinya memasak. Dia sudah memiliki sertifikat sebagai chef hingga kemampuannya dalam memasak, tidak diragukan lagi.
“Oh, jadi dari dia, Deril bisa memasak?” kata Shima sambil memegang dagunya.
“Ya, begitulah! Tuan Gani hanya sekali-sekali pulang ke sini, Tuan Deril hanya sekali-sekali datang ke luar negeri, sekarang, restoran itu cukup berkembang jadi Tuan dan Nyonya besar yang meneruskannya, apalagi mereka memang suka sama makanan!”
“Oh!”
Shima bukannya tidak tahu kalau keluarga Deril memang suka mengolah dan mencoba berbagai resep. Dia juga suka dengan kebiasaan nenek dan matan ibu mertuanya itu. Hanya saja sekarang semua itu hanya tinggal kenangan.
Bahkan, sekarang ayah dan ibu mertuanya tidak tahu kalau dirinya dan Deril sudah bercerai.
Shima sebenarnya ingin bertanya juga tentang bagaimana bisa Karina menikah dengan Ganiarta. Namun, itu tidak pantas ditanyakan pada Candra. Lagi pula bukan haknya mengurusi masa lalu Karina.
“Nyonya sekarang mau tinggal di mana? Tetap di apartemen atau di rumah Kertajaya?”
“Di apartemen saja, Pak Candra, aku masih harus mengurus ayah!”
“Oh! Baiklah! Saya kira Nyonya mau tinggal di rumah kakek di Kertajaya, itu hadiah dari Tuan Deril untuk Nyonya! Tuan sebenarnya gak benar-benar membiarkan Nyonya sendirian di apartemen itu!”
“Apa maksudmu?”
“Tuan sering malam-malam tidur di mobil, menunggu sampai Nyonya mematikan lampu ... itu artinya Anda sudah tidur, kan? Dan Tuan baru pulang, besok paginya setelah melihat Nyonya ke luar rumah dalam keadaan baik-baik saja!”
Shima tidak bisa berkata-kata, dia hampir tidak percaya kalau bukan Candra yang mengatakannya. Tentunya sulit dimengerti mengapa Deril melakukannya, padahal, ada Karina di sisinya.
Setelah sampai di depan apartemen, Shima hanya mengucapkan terima kasih. Candra yang sudah mengantarkannya pulang.
Sementara sopir dan asisten pribadi Deril itu, hanya bisa tersenyum.
Saat Candra kembali ke kantor Deril, hari sudah malam.
Dia melihat ruangan bosnya yang kosong, ada map yang tidak biasa ada di atas meja. Satu map berisi surat cerai dari pengacara Shima, satu lagi berkas tanda bukti kematian Ganiarta.
Kenapa map ini ada di sini? Pikir Candra heran sebab selama ini, bagi Deril, semua foto yang ada dalam berkas itu merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan.
Candra melihat rak buku yang sedikit bergeser, menandakan Deril sedang beristirahat di kamar pribadinya.
Benar saja, saat Candra melihat ke dalam, Deril tengah berbaring sambil memijat pelipisnya. Rambutnya sedikit kusut dan dua kancing kemejanya terbuka.
Deril orang yang selalu rapi di setiap penampilannya, tapi kali ini dia tidak peduli saat dilihat Candra.
Ada satu puntung rokok di asbak, menyisakan aroma tembakau yang lembut. Itu artinya Deril sudah sejak tadi menghabiskan rokoknya.
Jarang sekali Deril merokok kecuali saat dia benar-benar sedang stres. Bahkan, dahulu saat masih menikah dengan Shima, Deril menghentikan kebiasaan ini sama sekali.
Candra tidak ingin mengganggu hingga dia menutup kembali pintu lemari buku itu. Dia membuka surat cerai yang ada di atas meja dan ternyata Deril belum menandatanganinya.
Ini maksudnya apa?
Tiba-tiba Candra ingat tentang perjanjian yang harus dia print dua hari yang lalu. Ini sedikit lucu, mana ada orang yang sudah bercerai tapi masih dibatasi seperti itu.
Banyak pertanyaan muncul di kepala Candra memikirkan tindakan Deril yang diluar dugaannya. Dia tidak tahu apa yang dibicarakan sang bos dengan Danu Dirja, tapi sepertinya ada kesepakatan yang tidak tertulis di antara mereka.
“Berikan padaku!” suara Deril mengagetkan Candra, dia buru-buru menutup berkas itu dan menyimpannya ke tempat semula.
Deril sudah berdiri di samping Candra dan memasukkan berkas perceraian serta berkas kematian Ganiarta kembali ke laci mejanya.
“Sejak kapan kamu usil soal urusan pribadiku?” tanya Deril lagi.
Candra tercengang mendengar pertanyaan Deril, sejak kapan dia tidak mengurusi urusan pribadinya?
Pertanyaan yang aneh.
Sejak lima belas tahun yang lalu, Candra selalu mengurus urusan pribadi Deril dan perusahaannya. Namun, pria itu hanya menjawab yang memberi keterangan.
“Maafkan saya, Tuan!” katanya seraya melangkah dan duduk di sofa.
“Apa dia pulang ke apartemen?” tanya Deril sambil mengusap wajahnya kasar.
“Ya!” jawab Candra, sambil buru-buru menuangkan air putih di gelas Deril yang sudah kosong dan bos-nya itu langsung meneguknya sampai habis.
“Kirim orang untuk mengawasinya, dia masih istriku!”
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭