Giska adalah anak dari seorang sopir di sebuah perusahaan. Ia terkejut saat ayahnya mengatakan bahwa Giska akan menikah dengan anak dari bos tempat papanya bekerja. Giska kaget saat tahu kalau lelaki itu dingin, sombong, arogan. Ia berkata : "Kita menikah, kamu harus melahirkan anak laki-laki untukku lalu kita bercerai."
Mampukah gadis berusia 19 tahun itu menjalani pernikahan seperti ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehangatan seorang Alka
Delon terkejut melihat putri dan menantunya berdiri di depan pintu.
"Giska? Alka?"
Alka meraih tangan Delon dan menciumnya dengan penuh hormat. Sekalipun dulu Delon adalah sopir pribadi ayahnya namun Delon kini adalah papa mertuanya.
Air mata Giska hampir jatuh melihat bagaimana kurusnya sang ayah. Pada hal mereka baru seminggu tak bertemu karena kesibukan Giska di kampus.
"Ayah .....!" Giska langsung memeluk ayahnya. Ia ingin bercerita tentang hatinya yang sakit karena diputuskan oleh Deo namun rasanya tak mungkin berbagi cerita seperti itu.
"Ayo masuk!" ajak Delon.
Alka masuk dan memperhatikan seisi rumah itu. Nampak bersih dan rapi walaupun rumahnya sederhana. Alka tahu, ada pelayanan yang sering datang ke rumah ini untuk menyiapkan makanan bagi Delon dan membersihkan rumahnya. Namun Giska tak tahu akan hal itu.
"Kenapa tak menelepon ayah jika ingin ke sini? Ayah tak punya makanan lagi. Makanan sisanya sudah ayah berikan pada tetangga." ujar Delon lalu duduk di sofa.
"Kami tak lapar." jawab Giska. Ia bergelut manja di lengan sang ayah. Rasanya sangat nyaman dan membuatnya tenang.
Ponsel Alka berdering. Ia segera mengangkatnya saat melihat kalau itu dari papanya. "Ada apa, pa?" sapa Alka setelah pamit dan pergi ke teras rumah.
"Kalian di mana?"
"Di rumah ayah Delon. Giska tiba-tiba kangen ayah dan ingin tidur di sini. Aku sedikit lagi akan pulang."
"Kenapa harus pulang? Tidurlah di sana. Besok kan hari Sabtu. Biar papa yang ke perusahaan. Lagi pula besok jam kerjanya hanya sampai jam 1 siang. Giska juga tak kuliah. Memang rumahnya kecil tapi bersih. Papa sudah beberapa kali ke sana. Nanti dikira ayah mertuamu, kamu nggak bisa beradaptasi dengan rumah mereka."
Alka sebenarnya ingin pergi ke klub dengan teman-temannya namun demi saham 10 persen yang belum diberikan kepadanya, Alka pun mengalah.
"Baiklah papa." Ia masuk kembali ke dalam rumah. Nampak Giska masih bersandar di lengan ayahnya.
"Nak, tanyakan apakah suami mu mau minum teh atau kopi." kata Delon saat melihat menantunya sudah masuk kembali ke dalam rumah.
"Alka sudah mau kembali, ayah. Dia hanya mengantar aku ke sini." ujar Giska.
"Aku memutuskan untuk menginap di sini saja, sayang. Lagian kalau harus pulang ke rumah, jaraknya jauh dari sini. Aku capek." Alka beralasan. Ia tak mau mengatakan kalau papanya yang memerintah dia untuk tetap di sini.
"Gis, ayo siapkan kamarnya." Delon melepaskan tangan putrinya yang masih memeluk lengannya. "Kamarmu bersih. Sepertinya juga baru diganti kemarin." Delon menatap Alka. "Tapi nak Alka, kamar Giska nggak sebesar kamar di rumah keluarga Almando."
Alka tersenyum. "Rumah ini sekarang menjadi rumahku juga, papa. Jangan bicara seperti itu ."
Giska melangkah menuju ke kamarnya. Ia heran kenapa Alka harus menginap segala. Di kamarnya tak ada sofa, ranjang nya pun tak begitu besar. Saat Giska membuka pintu kamarnya, ia terkejut melihat ranjang tuanya yang sudah reyot tak ada lagi. Sudah diganti dengan spring bed berukuran 1,5 meter.
Alka ternyata mengikuti langkah Giska. Saat perempuan itu sadar kalau Alka mengikutinya, ia segera membalikan badannya dan menatap Alka. "Kenapa sih harus tidur di sini segala?" tanya Giska kesal.
"Papaku yang menyuruhnya."
"Dan kamu selalu menjadi anak yang taat. Seharusnya kamu tidur saja di apartemen mu."
"Bagaimana jika papa ku menelepon ayahmu? Kamu pikir dia tak akan menanyakan itu? Dan akan semakin lama aku mendapatkan saham ku."
Giska cemberut. "Saham saja yang kau pikirkan. Sekarang bagaimana kita bisa tidur? Nggak ada sofa di kamar ini? Dan aku tak mungkin mengambil karpet di kamar ayah. Dia pasti akan bertanya."
"Memangnya kenapa kalau kita tidur di ranjang yang sama?"
Giska mendengus kesal. Ia akan bicara namun ketukan di pintu kamarnya membuat ia diam lalu membuka pintunya.
"Nak, kalau ada sesuatu yang kalian butuhkan, jangan sungkan-sungkan membangun ayah ya? Ayah mau tidur dulu. Dokter menyarankan ayah untuk tidur di bawah jam 10 malam." Delon memberikan sebuah sandal dan baju ganti. "Ini baju ayahmu dan sendalnya yang tertinggal di hotel. Aku sudah mencucinya. Pakailah sebagai baju ganti. Aku pikir ukuran kalian sama."
"Terima kasih, ayah." kata Alka sambil menerima pakaian dan sendal itu. Delon pun meninggalkan kamar. Tak lupa ia menarik pintu.
"Jadi bagaimana?" tanya Giska.
"Bagaimana apanya? Aku ngantuk dan capek." Alka membuka kemeja yang dikenakannya. Ada kaos singlet di dalamnya. Ia juga membuka sepatu dan kaos kakinya. "Di mana kamar mandinya?" tanya Alka.
"Di belakang. Dari ruang makan, belok kiri."
"Punya handuk?"
Giska tak menjawab namun membuka lemari pakaiannya dan mengambil handuk bersih di sana. "Ini."
Alka pun segera keluar. Ia tak bisa tidur jika tak membersihkan tubuhnya. Ia berhasil menemukan kamar mandi. Ukurannya kecil. Tak seperti kamar mandi di rumahnya. Kamar mandi sangat sederhana. Tapi lantai dan dindingnya sudah dipasang keramik. Sepertinya baru saja dipasang karena masih tercium bau semennya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Alka keluar kembali. Pakaian papanya agak longgar sedikit di tubuh Alka karena papanya lebih gemuk.
Saat Alka masuk kembali ke kamar, Giska pun keluar sambil membawa handuk dan baju ganti. Ia juga butuh mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
Alka yang memang sangat lelah hari ini, segera membaringkan tubuhnya. Semua yang ada di kamar Giska ini berbau mawar. Alka jadi ingat dengan almarhumah mamanya. Ia memejamkan matanya setelah menyalahkan lampu tidur dan mematikan lampu utama.
Saat Giska masuk ke kamar, ia terkejut melihat Alka yang sudah tertidur sambil memeluk bantal guling. Giska menyentak kakinya. Seenaknya saja lelaki itu tidur seolah kamar ini adalah miliknya.
Perasaan dan tubuh Giska sama lelahnya. Ia pun membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Rasanya sangat canggung tidur dengan lelaki lain. Apalagi lebar kasur ini tak sama dengan di kamar Alka atau di hotel.
Giska baru saja akan terlelap saat ia mendengar ada notifikasi pesan wa yang masuk ke ponselnya. Ia segera bangun dan mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Giska berharap kalau itu adalah Deo. Namun ternyata pesan itu dari nomor yang tidak dikenal. Ada beberapa foto dan sebuah video. Giska membuka videonya dulu. Nampak Deo sedang berada di sebuah klub malam.Ia sedang asyik minum dengan beberapa temannya. Di sana ada April. Duduk di samping Deo dan nampak tangan Deo yang melingkar di pundak April seolah mereka adalah pasangan.
Kemudian beberapa foto yang menunjukan bagaimana Deo dan April yang sedang berdisko, berdansa dengan posisi tubuh mereka yang saling berdempetan. Hati Giska menjadi panas. Ia merasa cemburu. Merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Giska rasanya ingin berteriak.
*************
Alka terbangun karena mendengar suara orang menangis. Ia membuka matanya dan berusaha meraih ponselnya yang diletakannya di bawa bantal. Waktu sudah menunjukan pukul 2.42 dini hari.
Alka perlahan menoleh ke sampingnya. Nampak Giska yang tidur membelakanginya namun pundak gadis itu kelihatan bergetar.
"Gis...., kamu kenapa?" tanya Alka sambil menahan kantuknya. "Nanti didengar ayahmu, disangkanya kita sedang bertengkar." Alka memegang pundak Giska.
Giska menghapus air matanya. "Maaf aku sudah membangunkan mu."
"Ayo duduk!"
Giska menurut karena suara Alka pelan namun mengandung perintah.
"Tadi kan kamu sudah tenang. Kenapa menangis lagi? Masih mikirin cowok mu yang kekanak-kanakan itu?"
Giska membuka ponselnya dan menunjukan foto dan video yang dikirimkan kepadanya.
Alka melihatnya. "Siapa cewek ini?"
"Sahabatku!"
"Mungkin dia sedang menenangkan Deo."
"Kamu nggak lihat bahasa tubuh mereka?"
"Aku lihat. Tapi kalau di kalangan aku dan teman-teman ku, hal ini sesuatu yang biasa saja." Alka mengembalikan ponsel Giska. "Jangan negatif thinking. Hari Senin kamu bisa tanyakan pada sahabatmu itu. Negatif thinking itu akan membuat seseorang menyiksa dirinya sendiri. Lihat saja kamu sampai menangis seperti ini. Besok pagi kalau matamu sampai bengkak? Apa yang akan kamu katakan pada ayahmu?"
"Maaf." Giska merasa perkataan Alka ada benarnya juga.
"Ayo tidur lagi." Alka membaringkan tubuhnya. Giska pun demikian. Namun gerakan tubuhnya nampak gelisah.
"Gis.....!" panggil Alka.
"Ya." Giska membalikan tubuhnya.
"Kamu tahu, pelukan akan membuat kamu merasa tenang."
"Kamu mau memeluk aku? Jangan cari kesempatan ya?" Giska melotot.
"Aku anggap kamu itu seperti adikku. Aku memeluk mu sebagai kakak. Jangan berpikir aku mau mencari keuntungan ya? Lagian aku peluk kamu halal kok."
Entah mengapa Giska merasa ada benarnya juga ia memeluk Alka. Giska butuh sesuatu yang membuatnya tenang.
Perlahan gadis itu mendekat ke arah Alka. Lelaki itu langsung memeluk Giska ke dadanya. "Jangan bersusah hati untuk sesuatu yang belum jelas ya? Hidup ini hanya sementara. Dinikmati aja yang membuat kita senang. Yang menyusahkan kita buang jauh-jauh."
Giska merasa pernah mendengar perkataan itu. Ia ingat dengan ibunya. Kata-kata itu pernah diucapkan ibunya. Giska merasa damai saat mendengar kata-kata itu. Perlahan ia memejamkan matanya. Berusaha berpikir positif. Tak mungkin sahabat baiknya mengkhianati dia. Pelukan Alka sehangat pelukan ibunya. Pelukan yang sudah lama Giska rindukan.
*************
Akankah pelukan itu berubah menjadi sesuatu yang lain ?
walopun di awal2 bab sedikit gemes dg karakter Alka yg super duper cuek, tapi pada akhirnya berubah jadi super bucin ke Giska..
finally happy ending.. saya suka.. saya suka..
Akhirnya mereka bisa mewujudkan impian kedua ortu masing2, walopun pada akhirnya hanya papa Geo yg bisa melihat langsung anak Alka-Giska dan itupun hanya sebentar..
benar2 perjuangan yg luar biasa ya papa Geo..
tetep berbau "bule" ya mak, walopun cuma blasteran..
secara visual benernya lebih suka sama Rudi, hehe.. tapi itu kan preferensi masing2..
seneng banget deh bisa reunian sama Juragan Wisnu-Naura..
kangennya lumayan terobati..
jujur, karya2 awal (alias para sesepuh) menurutku yg paling ngena di hati..
mulai dari empat sekawan Faith-Ezekiel, Ben-Maura, Edward Kim-Lerina, Arnold Manola-Fairy, trus jgn lupakan Giani-Geronimo dan yg khas nusantara tentunya juragan Wisnu-Naura..
semuanya karyamu aku suka mak, tapi kisah mereka yg paling tak terlupakan..
anyway, semoga sehat selalu ya mak..
tetap semangat berkarya apapun yg terjadi dan semoga sukses selalu baik di dunia halu dan nyata.. 💪🏻😘😍🥰🤩
alur cerita menarik dengan alur yg lambat dan terkadang juga cepat dengan mengalir dan tidak muter2.
terimakasih atas bacaannya yang menarik thor.
terus semangat berkarya...❤️❤️