Bianca Adlova yang ingin hidup tenang tanpa ada kemunafikan.
Dia gadis cantik paripurna dengan harta yang berlimpah,namun hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dia berpura-pura menjadi gadis cupu hanya ingin mendapatkan teman sejati. Tapi siapa sangka ternyata teman sejatinya itu adalah tunangannya sendiri yang dirinya tidak tau wajahnya.
Lalu bagaimana Bianca akan terus menyembunyikan identitas aslinya dari teman sekolahnya? Apakah dia akan kehilangan lagi seseorang yang berharga dalam hidupnya? ikuti kisahnya disini.
Selamat membaca🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alkeysaizz 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagai sengatan listrik..
"Oke baiklah.. nanti kita atur jadwal kita lagi. Kau tenanglah, putraku dia memiliki sifat seperti ibunya. Pasti dia akan datang menemui putrimu di rumah sakit!" tutup Vian saat mendapat panggilan dari Rafael.
Ia lalu menoleh ke arah Jojo dan duduk di sampingnya. "Jadi gadis itu terluka? " tanya Vian lembut.
"Iya Ayah. Aku sudah gagal menjaganya.." balas Jojo pelan.
Vian menepuk pundak sang putra dan mengelusnya perlahan. "Kau tidak gagal nak, tapi ini memang sudah di rencanakan oleh orang tersebut. Bianca tak tau jika minuman yang sebelumnya ia minum sudah tercampur zat yang berbahaya."
Mata Jojo kembali kelam, merasa ada yang kurang saat ini. "Aku merasa sedih saat ini Ayah.."
"Kenapa? apa ada hal lain yang mengganggu pikiranmu? "
Jojo mengangguk pelan lalu menatap lekat Vian. Ketika ia hendak bercerita terdengar ada satu pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
Vian dan Jojo sama menatap ke arah layar ponsel yang langsung memperlihatkan isi pesannya.
"Elo dimana Jo?" Cupu.
"Jadi kau belum memberitahu dia yang sebenarnya?"
"Belum_"
"Lalu bagaimana dengan Rafael dan Laura? Apa mereka juga tidak mengetahuinya? "Jojo pun mengangguk.
Vian hanya terbahak saat mengetahui hal itu, membuat Jojo menatapnya heran.
"Ada apa Ayah? kenapa kau tertawa? "
"Ini sungguh di luar dugaan. Tapi biarkan,mereka tidak tau semua untuk sementara ini. Ayah juga ingin melihat setulus apa putri Rafael terhadap putraku yang seperti anak jalanan ini." ujarnya merasa senang.
"Itu juga yang aku pikiran saat ini. Bianca benar-benar mempercayaiku dan tak mungkin membohonginya."
"Lalu.. "
"Aku hanya takut saja Ayah. Bagaimana jika Bianca tau yang sebenarnya sebelum semua rencana Ayah selesai? lalu identitas diriku yang selalu di incar oleh para musuh bisnis Ayah? Hingga saat ini, kita masih aman, lalu bagaimana jika mereka tau kalau Bianca calon tunanganku? pasti mereka akan langsung memburunya juga?! "
Vian menghela nafasnya begitu berat. Apa yang di katakan putranya masuk akal. Selama ini mereka bertindak dengan penuh perhitungan. Tapi Bianca?
"Soal itu, kau tidak perlu khawatir? biar Ayah yang urus. Kau fokus saja pada sekolahmu dan juga Bianca, jangan pikiran yang lain! "
Vian pun bangkit dan pergi dengan raut wajah yang serius. Dia masuk ke ruang kerjanya dan menutup pintunya begitu rapat.
Satu pesan masuk lagi mengalihkan pikiran Jojo.
"Kenapa elo gak balas chatnya? elo marah ya sama gue? "
Jojo akhirnya tersenyum dan langsung mendial nomor Bianca.
Dertt..
Bianca langsung tersentak saat getaran itu berbunyi begitu keras di balik bantalnya. Rafael dan Laura menatap ke arah putrinya yang terlihat begitu gugup.
"Siapa yang menghubungi mu selarut ini?" Bianca tak menjawab, merasa takut dengan tatapan Rafael yang penuh curiga saat ini.
"Bukan siapa-siapa Pah! Paling juga Rubi yang hubungi." Bohongnya lagi.
"Sorry Rubi.. tapi kini gue sedang terjepit! " batin Bianca.
"Rubi?" tanya Rafael kembali dan segera merogoh ponselnya untuk menghubungi kepala pelayanan nya tersebut.
"Sudahlah sayang. Biarkan Bianca beristirahat! Jika Rubi menghubunginya itu hal yang wajar bukan? kan mereka juga ingin tau kabar Bianca."
Rafael kembali menyimpan ponselnya dan menatap ke arah Bianca lekat. "Baiklah, Papah dan Mamah cari makan dulu di luar. Nanti kami akan kembali dan menemanimu disini." Anggukan kecil di berikan untuk kedua orang tuanya yang perlahan tersenyum meninggalkan Bianca sendiri di ruang tersebut.
Setelah memastikan keduanya menjauh, Bianca langsung mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan dari Jojo.
"Halo.. " lirih nya.
"Bagaimana keadaan elo sekarang, cup? udah baikan? "
"Iya,, aku merasa sehat sekarang. "
"Syukurlah.. Maaf.. gue gak ada di samping elo saat siuman. " Keduanya terdiam dan hanya hembusan nafas mereka yang terdengar.
"Tidak apa-apa. Aku ngerti. Bonyok gue, mereka sungguh memperketat penjagaan gue setelah kejadian ini." jawab Bianca begitu lirih.
Keduanya kembali terdiam dan hampir begitu lama dengan isi pikiran nya masing-masing.
"Gue.. " ucap keduanya bersamaan.
"Elo dulu yang duluan ngomong." kata Jojo akhirnya.
Bianca pun terkekeh dan hal itu membuat hati Jojo merasa senang.
"Kenapa kita seperti ini sekarang,Jo? kita saling diam penuh kecanggungan? gue bener-bener gak nyaman,"
"Sama. Gue juga." balas Jojo singkat. " Tunggu sebentar, gue tutup dulu telponnya. " lanjut Jojo.
"Tunggu Jo.. "
Tut.
Panggilan di akhiri begitu saja membuat wajah Bianca berubah muram. Perasaanya merasa terganggu dan sedikit terluka. Dia menatap layar ponselnya yang gelap lalu berjatuhan bulir air mata di atas kaca ponselnya. Bianca menarik nafas dalam menahan tangis yang sudah terlanjur ia keluarkan, dia begitu takut jika Jojo sampai menjauhinya karena status mereka saat ini.
Tiba-tiba terlihat sebuah buket bunga mawar putih menghalangi pandangannya, wajah Bianca menengadah dengan air mata yang masih menghalangi pandangannya.
"Jojo... " lirih Bianca pelan saat menatap wajah Jojo yang tersenyum ke arahnya.
"Gue sayang elo cupu! Apapun yang terjadi, gue akan selalu ada buat elo. Dengan atau tanpa persetujuan siapapun!"
Bianca langsung memeluk tubuh Jojo begitu erat. Tangisnya pecah karena hal yang ia takutkan berubah.
"Gue takut Jo..! Gue takut, elo jauhi gue? "
Jojo mengeratkan pelukannya dan mencium kening Bianca penuh kehangatan. "Dasar cengeng! " Ejeknya yang perlahan membuat Bianca menghentikan tangisannya,lalu melepaskan pelukan.
"Gue emang cengeng! kenapa? elo gak terima?!" Ketus Bianca sambil menyeka air matanya.
Jojo kemudian meraup wajah Bianca dengan kedua tangannya yang kokoh. Menatap genangan air mata yang masih berada di pelupuk matanya. Jojo mengusapnya dengan kelembutan,refleks membuat kedua mata Bianca terpejam. Jojo perlahan memiringkan kepalanya, dengan debaran di dadanya yang begitu hebat. Perlahan namun pasti, Jojo melabuhkan segala kehangatan di sana, kedua tangan Bianca semakin mengerat, memeluk tubuh Jojo yang begitu kekar. Jojo semakin memperdalam ciumannya, lalu membiarkan Bianca duduk di pangkuannya. Bianca melepaskan pelukan dan beralih, mengalungkan kedua tangannya di leher Jojo. Keduanya saling memangut hangat dan memainkan lidah mereka begitu liar di dalam mulut masing-masing.
Aliran darah mereka berdua begitu deras, menimbulkan tegangan seperti sengatan listrik. Suhu tubuh keduanya berubah panas bahkan semakin meningkat. Jojo menyadari, jika ada sesuatu yang berbeda saat ciuman ini terjadi. Menyulut emosi dan sebuah hasrat yang membuat Jojo menginginkan hal yang lain.
Jojo kemudian melepaskan ciumannya,menekan sesuatu yang sedari tadi bergejolak di dadanya. Kedua nafas mereka memburu dengan tatapan yang begitu sayu.
"Sekarang istirahatlah.. Aku pergi dulu dan akan kembali besok! " ucap Jojo begitu formal tanpa kata elo dan gue.
Bianca hanya mengangguk pelan, menetralkan degup jantungnya yang tak beraturan. Langkah Jojo memberat tak ingin meninggalkan Bianca begitu saja. Kedua matanya tak lepas dari gadisnya saat ini, saat sudah sampai di depan pintu, Jojo berbalik dan kembali menuju ke arah Bianca dan menciumnya lagi. " I LOVE YOU BIANCA ADLOVA!! " Bisik Jojo lembut penuh ketegasan di telinganya. Kemudian ia pun pergi dari sana dengan segera,meninggalkan Bianca yang masih diam tak bergeming saat mendengar bisikan Jojo barusan.
Jojo segera memakai jaket dan maskernya kembali dan tak sengaja berpapasan dengan Rafael juga Laura. Mereka langsung berbalik dan menatap punggung orang yang baru saja melewati mereka.
"Punggung yang lebar dan kokoh seperti Jhonatan! " Lirih Laura membuat Rafael langsung menoleh.
"Apa kau sungguh menyukai anaknya Vian, istriku? " Laura terkekeh saat mendapati kecemburuan suaminya itu.
"Tentu saja aku menyukainya. Dia anak yang hebat, cerdas, mandiri, bahkan mampu menghandel semua pekerjaan Vian dengan sempurna. " jawabnya tanpa beban.
"Jadi, aku tak sehebat anak itu?! " Laura tertawa lalu mencubit pinggang suaminya pelan. " Kenapa kau cemburu pada anak itu suamiku? tentu saja kau yang terbaik dan tak mungkin pernah terganti! "
Rafael perlahan tersenyum dan merangkul pinggang laura dari arah samping. " Kau benar! Aku memang lebih hebat dari anak itu! " sombong Rafael membuat Laura semakin tertawa lepas.
"Kau ini! sudahlah, ayo kita masuk menemui putri kita di dalam." Rafael mengangguk lalu masuk ke dalam bersama.
Keduanya menatap Bianca yang sudah tertidur lelap dengan tangan memegang buket bunga mawar putih begitu erat. Wajahnya begitu tenang dan damai melengkungkan senyuman.
Laura dan Rafael saling menatap, lalu berjalan mendekat ke arah jendela. Kedua mata mereka tertuju pada sosok pemuda yang berpakaian serba hitam menaiki motornya di bawah. Pemuda itu pergi sesaat setelah menatap ke atas tempat Bianca di rawat.
Rafael menghela nafasnya, pikirannya kacau dan penuh tanya. Tapi Laura, dia hanya tersenyum saat menatap ke arah putrinya yang mengigau.
"Makasih.. jojo.. "
Laura tak bisa melarang siapapun untuk jatuh cinta, apalagi cinta itu tumbuh dengan sendirinya tanpa mereka sadari. Lalu Laura berfikir mengenai Jhonatan. Raut wajahnya seketika berubah murung.
"Andai yang kau cintai itu Jhonatan sayang! mungkin perasaan Mamah dan Papah akan sedikit lega. " bisik batinnya.
Laura pun duduk di samping putrinya, mengelus kepalanya lembut dan menaruh bunga mawar itu ke dalam Vas.
"Semoga mimpimu indah, putriku sayang." lirihnya kembali sambil mengecup kening Bianca penuh kasih sayang.
Disisi lain..
Jojo langsung pergi ke kamarnya, lalu membuka jaket dan masker yang ia pakai. Tak hanya itu, ia membuka seluruh pakaian nya dan segera masuk ke kamar mandi. Guyuran air shower terdengar begitu deras di kamarnya. Jojo berdiam di bawah guyuran dinginnya air malam itu. Perasaannya tak karuan, dan ini baru pertama kali terjadi.
Jojo memejamkan matanya, mencoba menghilangkan bayangan dirinya dengan Bianca saat di rumah sakit. Namun hal itu semakin membuatnya prustasi. Kedua tangan Jojo mengepal kuat menatap ke bawah dan perlahan memegangi sesuatu yang sedari tadi menegang.
"Siall!! " umpatnya kesal.
hapoy Reading semuanya 🥰🥰🤗