[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3 Hutan Tianlong: Darah serigala dan tekad Liang Fei
Berkat teknik Warisan Dewa Naga, kemampuan Liang Fei dalam mengumpulkan energi Qi menjadi jauh lebih cepat daripada kebanyakan orang. Selain itu, tahap kultivasinya juga berkembang dengan pesat.
Hanya dengan meditasi selama tiga hari, ia bisa menembus 3 tingkat Transformasi Qi sekaligus.
Semakin tinggi tingkat kultivasi, semakin sulit juga meningkatkannya. Oleh karena itu, Liang Fei harus lebih bersabar untuk mencapai tingkat 9 sebelum menerobos ke tahap berikutnya.
Setelah meditasi untuk menstabilkan aliran Qinya, Liang Fei bangkit dengan tubuh yang terasa lebih bugar.
"Uh, aku harus mencari makan," gumam Liang Fei menyadari perutnya yang keroncongan.
Meski meditasi umumnya bisa melambatkan sistem pencernaan selama berhari-hari, namun ia masih harus makan untuk menambah nutrisinya.
Ia menoleh ke tempat menyimpan makanan, tidak ada apa pun di sana, kecuali jamur yang tumbuh dari meja busuk dan dikerumuni segerombolan lalat.
"Sial sekali aku harus tinggal di tempat kumuh ini," gumam Liang Fei prihatin.
Ia mulai merindukan kehidupannya ketika menjadi jenius yang tidak tertandingi; semua hal begitu mudah untuknya. Makanan disiapkan, tempat tinggal nyaman, dan yang terpenting, sumber daya kultivasi yang melimpah.
Namun lihatlah sekarang, ia dibuang seperti sampah yang siap untuk di daur ulang.
"Setelah dipikir-pikir, mereka hanya ingin kekuatanku untuk bersaing dengan sekte lainnya. Mereka sama sekali tidak peduli siapa diriku."
Sekte Naga Putih adalah salah satu sekte terbesar di kekaisaran Fengyin dengan sejarah selama 1000 tahun.
Banyak praktisi beladiri dari sekte Naga Putih yang telah mencapai Immortal Realm. Itu adalah pencapaian tertinggi bagi seorang kultivator.
Itulah kenapa banyak yang tertarik untuk menjadi murid sekte Naga Putih, termasuk Liang Fei.
Dalam diamnya, Liang Fei kembali mengingat kehidupannya sebelum memasuki sekte Naga Putih. Dulu, ia hanyalah anak yatim piatu biasa yang dipungut oleh Patriak sekte sebelumnya.
Liang Fei dilatih dengan keras namun masih dalam batas wajar. Kecepatannya dalam memahami seni beladiri membuat Patriak sebelumnya sangat menyayangi Liang Fei seperti cucunya sendiri.
Namun, nasib buruk menimpanya, membuatnya kehilangan nyawanya 7 tahun yang lalu dalam sebuah penyerangan oleh sekte Demonic.
"Seandainya kakek masih hidup sampai sekarang," gumam Liang Fei, kesedihan mulai menggerogoti hatinya sebelum dia sadar bahwa bersedih tidak akan membuat semuanya semakin membaik.
"Sudahlah, bersedih tidak akan membuat perutku kenyang."
Liang Fei keluar dari kediamannya, berniat untuk pergi mencari makanan yang bisa mengganjal perutnya.
Kali ini, ia pergi sendirian tanpa ditemani oleh Mei Lin. Lagipula, ia sudah bisa melihat jauh lebih jelas sekarang, meski pupil matanya masih terlihat putih.
Untuk menghindari kecurigaan bahwa dirinya bisa melihat, Liang Fei tetap menggunakan tongkat bantu jalannya.
Liang Fei menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah keluar dari kediamannya.
Angin sepoi-sepoi pagi itu menyentuh wajahnya dengan lembut, mengingatkannya pada hari-hari yang lebih baik di masa lalu.
Namun, meskipun banyak yang telah berubah, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk memulai kembali. Dia menyesuaikan posisi tongkatnya dan melangkah ke jalan berbatu.
Semua mata mengarah padanya ketika Liang Fei berjalan keluar dari sekte.
"Dia serius ingin turun gunung sendirian, apa dia tidak takut dimakan makhluk buas?"
"Tapi bukannya dia sudah bisa melihat saat melawan tuan muda Liu Bei?"
"Kau mungkin salah lihat. Dia memang masih buta seperti sebelumnya."
Orang-orang mencoba berbisik sepelan mungkin agar tidak didengar oleh Liang Fei, namun itu tidak berguna karena Liang Fei bisa mendengar semuanya. Seluruh fungsi indranya kini sudah meningkat pesat.
Liang Fei tidak menghiraukan orang-orang yang membicarakannya, ia tetap berjalan hingga sampai di tengah hutan Tianlong.
Hutan itu terkenal di kalangan masyarakat sebagai hutan para beast, tempat di mana jutaan hewan buas tinggal.
Liang Fei mendengar suara dari semak-semak di belakangnya, serta geraman binatang buas kelaparan.
"Aku bisa melihatmu walau kau ada di belakangku, keluarlah sekarang dan biarkan aku membunuhmu," ucap Liang Fei tak gentar.
Berkat teknik Mata Naga Putih, Liang Fei dapat melihat apa pun di sekelilingnya hingga sejauh 50 meter. Tidak ada yang luput dari penglihatan batinnya.
Mendengar ancaman Liang Fei, tiga ekor serigala putih muncul di belakangnya. Hewan buas dengan tinggi tiga meter, cakar tajam, dan dua gigi yang meruncing ke atas itu menatap Liang Fei sebagai mangsa.
Liang Fei mengamati setiap pergerakan serigala putih itu dengan tenang. Meskipun secara fisik matanya buta, tetapi dengan kemampuan warisannya, ia mampu merasakan energi kehidupan dari makhluk di sekitarnya.
Liang Fei mengayunkan tongkatnya secara naluriah, membentuk lingkaran di sekelilingnya untuk meningkatkan kewaspadaan serigala, sebuah trik sederhana untuk menakut-nakuti pemangsa.
"Ada apa, apa kalian takut?"
Seolah mengerti ejekan Liang Fei, seekor serigala tiba-tiba menerjang dengan cepat dan gesit. Liang Fei menggeser tubuhnya ke samping, menghindari cakaran tajam yang mengancam.
Energi Qi mulai mengalir di sepanjang nadinya, siap digunakan untuk pertahanan atau serangan balik.
“Sepertinya aku tidak punya pilihan, aku akan menguji kekuatan baruku pada kalian,” gumam Liang Fei.
Dia segera mengonsentrasikan energi Qi ke telapak tangannya, bersiap melancarkan jurus seni bela diri yang dia kuasai.
Serigala kedua ikut menyerang dengan suara raungan yang membuat bulu kuduk merinding.
Kali ini Liang Fei tidak menghindar. Dia menggunakan tenaga dalamnya untuk memperkuat pukulannya, menargetkan tepat di tenggorokan serigala, mengakhiri ancaman dua hewan buas itu dalam satu gerakan.
Serigala terakhir, tampaknya menyadari ancaman dari lawannya, melangkah mundur sejenak, matanya yang tajam menilai setiap pergerakan Liang Fei.
Namun, Liang Fei tidak memberinya waktu untuk berpikir lebih lama. Dalam sekejap, di bawah kekuatan penuh Mata Dewa Naga, Liang Fei segera maju, serangannya secepat kilat dan sekuat guntur.
Tubuh serigala itu terjerembab setelah diterjang oleh ledakan energi Qi. Perlahan, hutan kembali sunyi, suara makhluk lain pun senyap, seakan menghormati pertempuran singkat yang baru saja berlangsung.
“Sial, lapar sekali aku,” gumam Liang Fei dan dia teringat dengan niat awalnya.
Dengan cepat dia mencari kayu kering dan menyalakan api kecil, berencana untuk memasak daging serigala tersebut untuk mengganjal perutnya yang keroncongan.
"Jika kau ingin memangsa, maka kau harus siap juga untuk dimangsa."
Dengan tebasan tangan yang diselimuti oleh energi Qi yang tajam, Liang Fei mulai menguliti daging serigala tersebut.
Setelah berhasil menyalakan api, Liang Fei kemudian menyiapkan potongan-potongan daging serigala untuk dimasak.
Aroma daging yang terbakar perlahan memenuhi udara hutan, menyatu dengan aroma daun dan tanah yang lembap.
Liang Fei tersenyum kecil, merasa senang dengan hasil kerjanya. Ia duduk bersila sambil memandangi api yang menari, pikirannya melayang mengingat hari-hari yang telah berlalu.
"Hidup seperti ini tidak buruk juga," gumamnya.
Dulu dia hanya seorang yatim piatu dengan sedikit harapan untuk masa depan. Namun, berkat keberuntungan dan kerja keras, ia menjadi salah satu murid di sekte Naga Putih.
Ingatan tersebut memberikan Liang Fei motivasi yang lebih kuat lagi. “Hidup memang penuh dengan kesulitan, tapi aku harus tetap berjuang. Demi kakek, dan untuk diriku sendiri.”
Liang Fei sadar kalau dia tidak sendirian dalam perjalanan ini, kenangan akan kakeknya yang penuh kasih sayang selalu menyertainya.
Liang Fei menyantap makanan dengan khidmat. Meskipun rasanya tidak terlalu nikmat dan terkesan pahit, namun ia memakannya sampai habis.
Setelah membersihkan sisa-sisa makanan dan memastikan api padam, Liang Fei mengambil sisa-sisa bagian serigala putih tersebut.
"Bulu dan taring serigala putih berharga tinggi, aku akan menjualnya di kota," gumamnya sebelum melanjutkan turun gunung, menuju kota di bawah lereng gunung Tianlong.