Song Lin Qian adalah Seorang pangeran yang terasingkan sejak masih kecil, dia harus menjalani kehidupan yang keras di dunia luar untuk mencari tahu akan jati dirinya yang sebenarnya.
Dengan berbekalkan jepit rambut peninggalan mendiang sang ibu, Song Lin Qian yang diasuh oleh sepasang pendekar suami-istri akhirnya turun gunung, dan demi mengetahui akan siapa dirinya yang sesungguhnya, Song Lin Qian harus menghadapi banyak masalah di dalam pencariannya.
Akankah Song Lin Qian berhasil dalam pencariannya? Ikuti alur cerita yang berjudul "PANGERAN PENDEKAR NAGA" hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adicipto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengetahui kebenaran
"Sebenarnya kamu bukanlah cucu kami Qian, kami hanyalah mengasuh mu sejak kamu masih bayi," kata Feng Feng.
Qian seperti tersengat kalajengking mendengar pengakuan Feng Feng, selama ini dia beranggapan jika kedua orang tua itu adalah kakek dan neneknya.
"Kakek pasti bercanda! Nenek, katakan padaku jika kakek sedang bercanda kepadaku, iya kan nek?" tanya Qian.
Yuwen hanya menatap wajah Qian dengan tatapan sayup, dia sendiri sebenarnya tidak tega untuk membuka semuanya kepada Pemuda yang dirawat sejak masih bayi itu.
"Kakekmu tidak bercanda Qian," jawab Yuwen dengan penuh kesedihan.
Qian masih tidak percaya mendengar hal itu, dia tertawa seakan-akan kakek dan neneknya sedang mengerjai nya, namun saat melihat keseriusan di wajah kedua kakek nenek itu, Qian mulai merasa tidak tenang.
"Qian, kamu harus menerima akan kebenaran ini, walaupun kamu bukan cucu kami, namun kasih sayang kami tetap kami berikan kepadamu, dan kamu sudah kami anggap sebagai cucu kami sendiri," kata Yuwen.
Qian mulai terdiam, tatapannya sedikit berubah, dan ekspresinya sedikit demi sedikit mulai terlihat ingin mempercayainya, namun setengahnya masih menolaknya.
"Selama Tujuh belas tahun ini kami memang merahasiakan kebenaran ini darimu, sekarang sudah saatnya kamu mengetahui kebenarannya Qian," kata Feng Feng.
"Tidak, ini tidak mungkin, kalian pasti sedang mempermainkan ku."
Qian mulai terlihat syok, dia berjalan mundur dengan kondisi lemas hingga tubuhnya menabrak beberapa barang dan jatuh dalam posisi duduk.
Yuwen segera menghampiri Qian dengan penuh kekhawatiran, dia melihat pandangan Qian yang seperti kosong.
"Qian!" Yuwen memanggilnya dan Qian pun segera meresponnya.
Dengan mata yang mulai lembab, Qian memandangi kedua kakek nenek itu secara bergantian, dalam hatinya dia masih merasa tidak percaya.
"Jika aku bukan cucu kalian, lalu siapa aku, dan dimana kedua orang tuaku?" tanya Qian.
"Nama lengkapmu sebenarnya adalah Song Lin Qian, dari namamu seharusnya kamu mengetahui dari keluarga mana kamu berasal Qian," kata Feng Feng.
"Song Lin Qian?"
Qian berpikir sejenak, selama ini dia hanya tahu namanya adalah Lin Qian, namun sekarang dia baru tahu jika nama lengkapnya adalah Song Lin Qian.
"Mustahil, aku tidak mungkin anak dari keluarga Kerajaan!" kata Qian.
Walau Qian tidak pernah pergi keluar selama Tujuh belas tahun lamanya, namun Yuwen telah berhasil mendidiknya dan menjadi seorang pemuda yang tidak kalah dengan para pemuda berpendidikan lainnya, dia bisa mengetahui berbagai macam hal kecuali nama-nama hewan.
"Aku tahu kamu akan terkejut setelah mengetahui semua ini, aku akan menceritakan padamu tentang bagaimana kami bisa menjadikanmu sebagai cucu angkat kami," kata Feng Feng.
Mereka berdua mulai menceritakan akan awal mula mereka menemukan Qian di sungai bersama dengan ibunya yang saat itu sudah terluka parah, Feng Feng juga menceritakan tentang kabar penyerangan di istana yang tepat bersamaan dengan hari mereka menemukan Qian dan ibunya.
Tidak satupun cerita yang mereka lewatkan agar Qian mengerti akan kenapa dirinya bisa berada jauh dari Istana, dengan menceritakan kejadian lengkapnya, Feng Feng dan Yuwen berharap agar Qian bisa memahami akan keberadaannya yang terlahir di keluarga Kerajaan serta ancaman yang sedang mengintainya.
Air mata Qian mengalir setelah mendengar cerita Feng Feng dan Yuwen, dan yang paling membuatnya sangat sedih ialah akan pengorbanan ibunya yang berusaha menjaga dirinya agar tetap aman walau nafas sudah berada di ujung kematian.
Qian akhirnya tidak kuat menahan kesedihannya sehingga dia menangis seraya menggenggam kedua tangannya dengan erat, dia tidak menyangka kelahirannya akan mendatangkan petaka yang membuat ibunya yang sama sekali belum dia lihat wajahnya harus pergi meninggalkannya, dan yang paling parahnya lagi, Qian yang baru lahir sudah memiliki musuh di dalam anggota keluarganya sendiri.
"Ja..jadi, batu nisan di pinggir sungai itu adalah batu nisan makam Ibuku?" tanya Qian.
Feng Feng dan Yuwen mengangguk, sedangkan Qian yang tahu jika batu nisan yang ia lewati tadi pagi saat pergi mengikuti Feng Feng ke Desa Honfu itu adalah makam ibunya.
Qian segera bangkit lalu bergegas lari keluar dan pergi ke makam ibunya yang berada di bawah Gunung. Feng Feng dan Yuwen yang sempat terkejut bergegas pergi menyusul Qian, mereka berdua takut jika sampai Qian yang marah akan nekat pergi dan kembali ke Istana untuk menuntut balas.
Qian yang lari dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya akhirnya tiba di samping makam ibunya yang sudah ditumbuhi banyak rumput liar, dia segera membersihkan makam tersebut sehingga Batu Nisan yang terbuat dari batu sungai biasa itu bisa terlihat lebih jelas.
Qian jatuh bersimpuh memandangi batu Nisan ibunya, dia diam untuk sesaat sebelum akhirnya dia berteriak lalu menangis sekencang-kencangnya untuk meluapkan rasa kesedihannya.
"Kenapa! Kenapa semua ini terjadi padaku? Ibu, aku ingin sekali bertemu dan melihat wajahmu, dulu aku berharap jika suatu saat nanti aku pasti akan bertemu denganmu, aku ingin melihat seperti apa wajahmu, tapi sekarang..!"
Qian tidak mampu lagi melanjutkan ucapannya, sedangkan Feng Feng dan Yuwen yang baru tiba menghela nafas lega melihat Qian berada di makam ibunya, akan tetapi setelah mendengar keluh kesah kesedihan Qian, Yuwen pun tidak kuasa menahan diri sehingga dia dan Feng Feng juga ikut meneteskan air mata mereka.
"Bertahun-tahun aku ingin mengetahui akan dimana kedua orang tuaku, dan begitu mengetahuinya, ternyata aku justru melihatmu dalam wujud Batu Nisan ini! Kenapa Ibu, kenapa kamu melahirkan ku? Andai kamu tidak melahirkanku, mungkin kamu tidak akan mengalami hal setragis ini, dan aku tidak akan menderita dan sedih seperti ini ibu, jawablah ibu?" kata Qian yang meluapkan emosinya dengan menanyakan semua itu kepada Batu nisan ibunya.
Yuwen ingin menghampirinya serta menenangkannya, namun Feng Feng melarangnya, Feng Feng ingin agar Qian bisa mencurahkan isi hatinya, mulai dari kesedihan dan kekecewaannya di depan makam ibunya, dia akan membiarkan Qian seperti itu, sebab setelah dia selesai mencurahkan isi hatinya itu, dia pasti akan merasa lebih lega dan dia akan kembali bisa diajak bicara.
Saat ini Qian memang sangat marah, kesal, sedih, serta kecewa, semua itu menjadi satu di dalam hatinya, walau demikian tidak ada kata-kata umpatan atau makian yang dia lontarkan kepada ibunya, dan itu menandakan jika Qian masih bisa mengendalikan dirinya.
Hari sudah mulai gelap, dan tanpa terasa Qian berada cukup lama disana, dia memeluk batu nisan itu dan menganggap jika ibunya masih ada seolah-olah ibunya sedang mengelus-elus rambutnya dengan penuh kasih sayang.
"Qian, ini sudah hampir gelap, sebaiknya kita kembali dulu ke rumah," kata Yuwen yang melihat Qian sedikit lebih tenang setelah semua curahan hatinya sudah dicurahkan di makam ibunya.
"Kakek dan nenek pulang saja, malam ini aku akan disini bersama ibu," jawab Song Lin Qian yang masih memeluk batu nisan ibunya.
"Ibumu saat ini sudah tenang di alam sana, jika saat ini dia melihatmu seperti ini, ibumu pasti sangat sedih, karena ibumu berjuang dan rela menukar nyawanya demi kelangsungan hidupmu bukan untuk melihatmu bersedih seperti ini," kata Feng Feng.
"Aku tahu itu kek, namun biarkanlah aku disini sendiri, aku masih ingin bersama dengan ibuku," jawab Song Lin Qian.
Feng Feng dan Yuwen saling berpandangan, mereka berdua akhirnya menyerah dan membiarkan Qian tetap memeluk batu nisan ibunya, namun tentu saja mereka tentu tidak akan meninggalkan Qian disana sendirian sehingga mereka berdua memilih untuk tetap berada disana menemani Qian.
Walau sudah malam dan cahaya yang diandalkan adalah cahaya bulan sabit, Feng Feng dan Yuwen tidak mau menyalakan api, karena itu hanya akan membuat orang-orang dari Perguruan Pedang Darah akan mengetahuinya.
Qian sendiri masih berbaring dengan memeluk batu nisan ibunya, dia sama sekali tidak tidur, dan selama semalam penuh Qian akhirnya mulai bangun.
Saat hampir pagi, Feng Feng dan Yuwen melihat Qian yang mulai duduk berlutut di hadapan makam ibunya lalu dia bersujud sebanyak tiga kali. Qian mulai merelakan kepergian ibunya serta mendoakan agar ibunya bisa beristirahat dengan tenang.
"Ibu, beristirahatlah dengan tenang, aku berjanji akan membalas orang-orang yang telah membuat kita jadi seperti ini sepuluh kali lipat dari ini, aku minta restumu agar aku diberi keberanian dan kekuatan untuk menghadapi mereka," kata Qian seraya menyobek bajunya lalu mengikat kain di batu nisan ibunya.
Qian segera bangkit lalu dia berbalik dan menghampiri Feng Feng serta Yuwen yang sudah semalaman menemani dirinya. "Kakek, Nenek, terima kasih karena selama ini kalian berdua sudah merawat dan membesarkan ku, walau kalian bukan kakek dan nenekku, bagiku kalianlah keluargaku," kata Qian yang membuat Feng Feng dan Yuwen terharu me mendengarnya.
Feng Feng segera memeluk Qian dan disusul oleh Yuwen, mereka bertiga benar-benar telah memiliki keluarga yang sempurna.
"Qian, setelah mengetahui kebenaran ini, apa rencanamu berikutnya?" tanya Feng Feng.
"Aku memang berencana untuk ke istana dan mencari orang-orang yang sudah membunuh ibuku, tapi aku sadar itu tidak akan mudah, jadi aku akan mempelajari Kitab Naga Langit ini terlebih dahulu seraya melakukan perjalanan untuk menambah dan memperkuat ilmu beladiri yang kalian ajarkan kepadaku," jawab Qian.
"Itu bagus, tapi perlu kamu ingat, kamu jangan dulu memberitahukan akan nama aslimu kepada semua orang, kemungkinan besar orang-orang yang ingin mencelakaimu dulu akan kembali menyerangmu setelah mengetahui jika ternyata kamu masih hidup, takutnya mereka adalah para pendekar berilmu tinggi," kata Feng Feng.
"Kalau begitu ayo kita kembali dulu, kita bahas semua ini di rumah, kebetulan aku memiliki sesuatu milik ibumu yang ingin aku berikan padamu," ajak Yuwen.
"Apa itu Nek?" tanya Qian.
"Jepit Rambut ibumu, mungkin nanti itu bisa membantumu saat nanti kamu bertemu dengan ayahmu, di tambah dengan tanda lahir di pundakmu, itu akan semakin memperkuat akan jati dirimu yang sebenarnya," kata Yuwen.
Qian mengangguk kemudian mereka bertiga kembali ke puncak gunung untuk mengambil barang peninggalan yang tinggalkan untuk Qian dalam perjalanannya nanti, walau ini adalah perjalanan balas dendam untuk mencari keadilan serta menemukan jati diri Qian yang sesungguhnya, namun Qian akan berpetualang terlebih dahulu untuk meningkatkan kemampuannya ilmu beladiri nya sebagai seorang Pendekar.
😇
Siapa yang menitipkan sedikit keangkuhan...?!
Pelit amat angkuh sedikit aja pakai di titipkan 🤣🤣🤣
Ngga cocok jadi pendamping seorang pangeran 🤴 yg notabene nya boleh beristri lebih dari satu.
Koq ngga ada ceritanya...
Apa mati,,, apa ngumpet....?!
Apa aku yang ngga teliti baca...?!
😁😁😁😁
Sungguh terlalu 🤔🤔🤔🤔
Mau cari tubuh untuk reinkarnasi kali yachhhh...?!
🤣🤣🤣🤣
Jangan-jangan arwahnya kaaahhhh..?!
😁😁😁