Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1 Secercah Harapan
"Sesekali aku berharap dunia yang kutinggali adalah sebuah game....," ucap seorang anak SMA melamun di sebuah taman.
Terlihat pakaian putihnya yang kotor dan rambutnya yang acak-acakan, serta pipinya yang lebam.
Ia melamun sambil menatap layar ponselnya yang rusak. Dengan begitu, dia tidak akan pernah bisa memainkan permainan kesukaannya lagi. Itu adalah satu-satunya cara baginya untuk sejenak melupakan hidupnya yang menyedihkan.
Dia sudah terbiasa dipukuli oleh anak-anak nakal seusianya. Hal seperti dipalak dan diperintah sudah menjadi kesehariannya, dan tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Sebaiknya aku pulang sebelum mereka marah lagi," ucapnya, meskipun tahu bahwa kedua orang tuanya bahkan tidak peduli dengan dirinya.
Ia merapikan tasnya dan kemudian berjalan pulang ke rumah tepat sebelum matahari terbenam. Sesampainya di rumah, pandangannya tertuju kepada kakak perempuannya yang sedang sibuk dengan ponsel sendiri, sedangkan kakak laki-lakinya sedang fokus belajar untuk persiapan masuk universitas.
Ibunya, yang di dapur, melihat Alden yang babak belur. Namun, ia tidak mengatakan apa pun, hanya cuek dengan kondisi anak bungsunya itu.
"Ayah di mana, Bu?" Alden bertanya, tetapi tidak ada satu pun suara yang menjawab, seakan tidak ada seorang pun di rumah itu.
Dengan lesu, ia kemudian pergi membersihkan dirinya dan berbaring di kamarnya, satu-satunya tempat di mana dia bisa beristirahat dengan tenang.
"Menyebalkan..." lirihnya sambil menutup mata dengan telapak tangannya. Melirik sedikit, ia melihat poster game RPG yang tertempel di dinding kamarnya, itu adalah game yang selalu menemaninya.
Ia ingin bermain game, tetapi ponselnya dirusak oleh anak-anak yang membulinya.
"Ugh, aku punya quest yang harus aku selesaikan, bagaimana caranya agar aku bisa bermain lagi." Alden tidak punya pilihan lain selain turun dan meminta uang untuk memperbaiki ponselnya, lagipula seluruh uang jajannya untuk sebulan telah habis dipalak.
"Hah... mau bagaimana lagi." Alden pergi ke ruang makan, di sana ia melihat keluarganya yang sedang lahap menyantap makanan namun dalam suasana yang hening.
Sekilas seperti keluarga yang dingin, namun sebenarnya keluarga mereka normal-normal saja, mereka hanya bisu ketika Alden ada di sekitar mereka, seolah-olah mereka malas berurusan dengannya.
"Bu, aku boleh minta uang buat benerin-"
"Tidak boleh." Belum sempat Alden bicara, ibunya langsung memotong perkataannya.
"Kenapa?" "Kakakmu sebentar lagi akan masuk universitas," ucap ibunya cuek.
Orang tuanya sangat mementingkan pendidikan, jika mereka mendapat nilai sempurna mereka akan dipuji, jika tidak maka mereka akan diabaikan, atau paling parah, dipukuli dengan ikat pinggang.
Walaupun kelihatan seperti kutu buku, namun nilai akademik Alden selalu di bawah rata-rata. Ia tidak pernah punya waktu untuk belajar serius karena selalu diganggu oleh anak-anak di sekolah.
Sebelumnya, Alden selalu dipukuli oleh ayahnya, namun karena nilainya yang tidak kian membaik, orang tuanya sudah kehilangan minat padanya. Oleh sebab itu ia selalu diabaikan.
...
"Hei, belikan aku makanan cepat!" bentak seorang siswa berpenampilan berandalan.
Alden hanya diam menunduk, dia tahu jika orang itu menyuruhnya untuk membelikan sesuatu, itu artinya dia harus menggunakan uangnya sendiri untuk mentraktir sekumpulan berandal itu.
Ia tidak punya uang, bahkan untuk dirinya sendiri dia tidak mendapatkan uang dari orang tuanya.
"Hei, kenapa kau hanya diam!" bentak orang itu lagi, membuat Alden gemetar.
"A- aku tidak punya uang," ucapnya lirih.
"Hahhh! Kau bercanda? Kalau tidak punya tinggal hutang di kantin sana!"
"Hei, Daniel, kenapa kau tidak suruh dia mencuri di kantin saja? Hahaha!!" ucap salah seorang wanita di barengi dengan gelak tawa siswa lainnya.
"Haha, itu ide bagus!" Daniel menggenggam kerah baju Alden dan berkata dengan beringas, "Aku tidak peduli kau harus mencuri atau merampok, yang penting dalam 10 menit kau sudah harus datang dengan makanan di tanganmu, mengerti!!"
Daniel melempar tubuh Alden hingga membentur dinding, mendapatkan ancaman seperti itu membuat Alden tidak punya pilihan selain pergi. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk memenuhi perintah Daniel.
"Hei, bukankah itu adikmu?" Riana, kakak perempuan Alden, menanggapi ucapan temannya dan melihat ke arah Alden yang berjalan di lorong sekolah namun dipenuhi tekanan.
"Dia terlihat tidak baik-baik saja, apa tidak mau kau bantu?"
"Hah? Buat apa aku membantu pecundang itu, jika dia memang jantan seharusnya dia bisa mengatasi masalahnya sendiri, tidak memerlukan bantuan dari seorang perempuan." ucap Riana cuek lalu berlalu pergi diikuti temannya, namun hanya satu orang gadis yang tidak pergi.
Ia berjalan dan menghampiri Alden. "Apa kau adiknya Riana? Kau terlihat sangat berbeda darinya, apa kau ada masalah?"
Alden tertegun melihat wanita itu, wanita yang sangat mencolok dan hampir dikenal oleh seluruh murid di sekolahnya dan dipuja sebagai bunga sekolah. Nama wanita itu adalah Linzy.
"A-ah, itu... aku baik-baik saja," ucap Alden gugup, ia tidak menyangka akan tiba saatnya ia akan berbicara dengan seorang wanita, apalagi itu adalah wanita yang sangat populer di sekolahnya.
"Tapi kau kelihatan tidak baik-baik saja, kalau kau punya masalah kau bisa bicara padaku, lagipula aku adalah teman kakakmu."
Alden mengumpulkan keberaniannya walaupun ekspresi malu masih terlihat di wajahnya, "Kalau begitu.. bisakah aku pinjam sedikit uang darimu, nanti pasti akan ku kembalikan," ucap Alden gugup.
Ia merasa kehilangan harga dirinya sebagai laki-laki sampai meminjam uang dari wanita, walaupun sekarang masalah harga diri tidak penting lagi jika ia dihajar sampai mampus.
"Hahahaha, aku kira apa yang gawat, kau tidak perlu mengembalikannya, kau bisa ambil ini sebagai tanda perkenalan kita."
Linzy memberi sejumlah uang dengan senyuman dan gelak tawa yang hangat, seperti cahaya matahari pagi menerpa wajah lesu Alden.
"Aku pasti akan mengembalikannya!" kata Alden gugup, ia tidak ingin berhutang kepada seorang wanita.
"Keras kepala sekali... baiklah kalau itu maumu.." Linzy tersenyum menghadapi kepribadian Alden yang menurutnya lucu, begitu pun dengan Alden yang merasa seluruh beban di pundaknya telah terangkat.
Namun, itu tidak berlangsung lama karena waktu yang ditentukan oleh Daniel dan kelompoknya telah habis.
Alden berlari kencang di lorong sekolah sambil membawa sekantong makanan dan minuman menuju tempat tongkrongan Daniel. Ia tahu bahwa dirinya bisa dihajar karena terlambat.
Benar saja, baru saja sampai di tempat Daniel, ia langsung ditendang hingga seluruh barang bawaannya berserakan.
"Kau terlambat dasar bajingan, apa kau kira peringatanku hanya main-main belaka?!"
"Ugh." Alden merintih merasakan rasa sakit di perutnya akibat tendangan dari orang yang lebih besar darinya.
"Kau membuatku kesal dasar brengsek, apalagi kelihatannya kau sangat dekat dengan wanita yang kusukai, Linzy!" Geram Daniel, membuat Alden tertegun.
Ia bertanya-tanya bagaimana Daniel bisa tahu bahwa tadi dia bertemu Linzy, terlebih lagi, ia tidak tahu bahwa Daniel menyukai Linzy.
Daniel sangat marah. Sejak pertama kali masuk SMA, dia selalu mengejar wanita itu, namun tidak pernah digubris. Sekarang ada anak yang selalu dia hajar bisa berbicara akrab dengannya.
Dengan urat di dahinya, Daniel menginjak tubuh Alden berkali-kali dengan beringas. Hal itu membuat Alden sangat terdesak, namun ia hanya bisa tetap berbaring sambil melindungi kepalanya.
"Argggh, aku tidak kuat lagi... apa aku akan mati di sini..." Batin Alden.
"Hentikan itu!!" Semua mata tertuju pada teriakan seorang gadis cantik. Tidak ada yang tidak mengenal wanita itu, bahkan Daniel pun jadi tergila-gila hanya dengan mendengar namanya.
"Linzy! Apa akhirnya kau menerima tawaranku? Kau pasti datang untuk merencanakan kencan kita kan?" Daniel yang tadinya marah hingga wajahnya memerah jadi tenang. Ia bahkan terlihat bahagia melihat kedatangan Linzy.
Linzy menghiraukannya dan mendatangi Alden yang terkapar, membuat amarah Daniel kembali.
"Apa yang kau lakukan? Jadi begitu, kalian berdua memang punya hubungan rupanya... selama ini padahal aku sudah bersusah payah mengejarmu, tapi anak itu-"
"Apa kau masih belum paham? Karena inilah aku membencimu! Aku benci seorang berandalan yang menindas orang lain!" Potong Linzy dengan tegas, membuat Daniel semakin naik pitam.
"Hanya karena anak culun itu kau menolakku..." Ucap Daniel, emosinya tidak karuan dan bisa meledak kapan saja.
Melihat itu, Alden menjadi sangat khawatir dengan keselamatan Linzy, apalagi tempat itu dipenuhi geng Daniel yang entah sejak kapan sudah menutup jalan keluar.
"Tidak usah menghiraukan ku, pergilah sekarang, aku baik-baik saja," kata Alden sambil mengusap darah di tepi bibirnya.
"Jelas-jelas kau sedang sekarat, aku akan membantumu ke UKS." Belum sempat Linzy membopong Alden yang lemah, Daniel sudah memegang kerasa tangannya hingga membuat wanita itu kesakitan.
"Jangan harap kau bisa pergi dari tempat ini dengan selamat. Kau sudah jauh-jauh datang ke sini, kenapa tidak bermain-main dulu dengan kami." Daniel menjilat bibirnya dibarengi dengan seringai teman-temannya yang berjumlah 5 orang.
"Haha, benar itu, aku penasaran bagaimana rasanya bunga sekolah!" "Kita lihat apakah dia masih bisa berlagak menjadi tuan putri setelah kehilangan mahkotanya, haha!"
Situasinya berubah menjadi mengerikan. Alden merasa bersalah karena telah melibatkan wanita sebaik Linzy.
"Walaupun aku harus mati, setidaknya Linzy bisa selamat dari sini, aku harus melakukan sesuatu!" Alden bertekad kuat sebelum menahan Daniel dan menggigit pinggangnya.
"Akh!! Apa yang kau lakukan, bajingan!" Teriak Daniel kesakitan. Namun berkat itu, ia melepaskan tangan Linzy.
"Larilah sekuat tenagamu, jangan hiraukan aku di sini!!" Alden berteriak sambil masih menggigit Alden, Linzy ingin kabur tetapi juga memikirkan nasib Alden. Jika ia kabur, situasi Alden akan menjadi semakin berbahaya.
"Kau pikir apa yang kau lakukan, bajingan! Lepaskan!"
Dengan tenaganya yang besar, Daniel memukul punggung Alden dengan sekuat tenaga, berharap ia akan melepaskan gigitannya. Namun dengan tekad yang kuat, Alden siap mempertaruhkan nyawa untuk menghentikan kelakuan bejat Daniel.
Hal itu tidak berlangsung lama karena Daniel memukul belakang kepala Alden dengan keras hingga membuatnya jatuh tak berdaya.
Dengan kesadarannya yang kabur, Alden dapat mendengar teriakan khawatir Linzy sebelum ditangkap oleh Daniel dan gengnya.
Ia merasa frustrasi dengan dirinya yang lemah dan tak berdaya. Jika saja dia sedikit lebih kuat, maka dia pasti bisa melindungi Linzy.
[Menghubungkan Sistem 10% .... 30% .... 60% .... 90% .... 100%. Berhasil, sistem telah terhubung ke pengguna, Apakah Anda ingin memulai tutorial?]
Sebuah suara dan tampilan misterius tiba-tiba muncul di hadapan Alden, itu adalah sesuatu yang akan mengubah hidupnya mulai dari sekarang.